Bismillah
Saranjana I'm In Love
#part 8
#by: R.D.Lestari.
Ia tak henti memuji setiap sudut hijau yang membuat lelahnya hilang begitu saja. Ia merasa rileks dan tenang. Saat sedang asyik menikmati pemandangan, tiba-tiba ...
Ckiitt!
Reagan hampir saja terhempas ke depan jika saja tak memakai belt pengaman.
Wiliam yang berada di bangku depan sebelah kemudi pun langsung berbalik ke belakang, takut tuannya terluka.
"Pak, apa Anda baik-baik saja?" ujar Wiliam panik.
Reagan yang di tanya hanya melongo, shock. Ia memalingkan wajah seolah hendak mencari sesuatu.
"Apa kita menabrak sesuatu, Wil?" Reagan tak kalah khawatir. Berulang kali ia melihat ke arah luar, takut-takut mobil mereka menabrak sesuatu.
"Saya tadi memang melihat sesuatu, Pak, tapi sepertinya sudah tak ada di tempat," jawab Pak Sopir.
"Sudah kamu cek? turun dan cek. Mana tau ada hewan atau mungkin manusia yang tak sengaja ketabrak,"
Wiliam dan sopir mengangguk, sementara Reagan menunggu di dalam mobil sambil bermain gadget. Kakinya kanannya bertumpu di kaki kiri dan ia menyandarkan tubuhnya yang lelah.
Wiliam mencari ke segala penjuru, tak ada nampak sesuatu pun disekitar mobil. Hanya bercak darah di aspal.
Ia menghela napas dan mengajak Pak Sopir untuk kembali ke mobil.
"Bagaimana, apa kalian melihat sesuatu?" tanya Reagan.
"Maaf, Pak, kita tidak melihat apapun," saat Wiliam berucap, tampak mata Pak Sopir menyorot tajam padanya. Wiliam berpura-pura tak melihat, hanya bercak darah, pikir nya. Bukan hal yang mengkhawatirkan.
"Oh, baguslah kalau begitu. Pak sopir tolong cepat. Aku sedang di buru waktu," titah Reagan.
Pak Sopir hanya mengangguk dan kembali melajukan kendaraannya dengan kencang.
***
Suara riuh rendah terdengar di antara ramainya makhluk yang berkumpul.
Jodi yang sejak tadi hanya merenung didalam kamar kembali terusik dengan suara berisik di luar.
Ia kemudian melangkah mendekati jendela dan menyibak tirai, melongok ke bawah dan matanya melebar seketika.
Seorang wanita dengan luka di kakinya dan keadaan tak sadarkan diri mereka gotong bersamaan.
Wanita cantik yang terkulai lemah itu mereka bawa ke sebuah aula lebar yang tak berdinding, hingga Jodi bisa melihatnya secara jelas meski dari atas.
Belum sempat mengobati rasa penasaran dalam dirinya, tiba-tiba ia mendengar hentakan langkah kaki menggema mendekati kamarnya.
Jodi yang ketakutan segera menutup kembali jendela dan berlarian naik ke atas ranjang rotan. Ia menarik kakinya dan memeluknya.
Kriettt!
Wanita bertanduk itu kembali masuk dengan wajah masam dan menakutkan, tubuh yang separuh kijang, dari kepala hingga pinggang manusia.
Hanya memakai kemben dan selendang yang menutupi buah dada yang separuh hampir menyembul.
Untuk wajah, memang amat cantik, tapi penuh misteri. Tetap saja menakutkan bagi Jodi yang memang baru kali ini bertemu dengan makhluk seperti ini.
"Kau belum mau makan?" tanyanya.
Jodi hanya menggeleng. Lidahnya rasa kelu. Rasa takutnya begitu mendominasi. Apakah memang nasibnya tak bisa kembali pulang menemui istri dan calon anaknya?
"Makanlah. Aku tak mau calon pengantinku sakit. Aku ingin kamu menikah denganku," wajahnya yang semula menakutkan berubah menyedihkan.
"Apa kamu tau, sebelum kamu memakan kue itu. Aku berharap kamulah yang jadi jodohku,"
"Tapi, kita berbeda dunia. Harusnya kalian tau itu. Ini sama dengan penculikan," lirih Jodi. Ia tak berani berucap keras, takut wanita itu kembali menunjukkan wajah garang.
"Apapun yang kamu ucapkan, aku tak perduli. Di mataku, kamu adalah calonku. Kecuali jika ada yang memberikan pengganti untukmu," ucapnya lantang.
"Pengganti?"
"Ya, kepala kambing pengganti kepalamu!"
Jodi bergidik ngeri. Apa mungkin ada yang datang menyelamatkannya di saat seperti ini? sedangkan keempat temannya entah di mana?
"Sekarang kau nikmati waktumu yang tidak lama lagi. Jangan banyak membantah jika tak ingin menjadi santapan," wanita itu tersenyum sinis sembari melipat tangan di depan dada.
Ia lalu memutar tubuh dan melangkah menjauh, meninggal perasaan takut yang menggerogoti jiwa Jodi saat itu.
Lagi-lagi, Jodi hanya bisa termenung. Betapa semrawut pikirannya saat ini. Sepertinya harapan hanya tinggal mimpi.
***
Reagan di sambut sangat baik ketika sampai di desa yang menjadi tempat berlindung Dodi dan kawan-kawan.
Mereka amat bahagia melihat kedatangan Reagan yang lebih cepat dari yang mereka bayangkan.
Reagan pun menyambut hangat kebaikan warga dan kepala Desa. Ia pun tanpa merasa lelah langsung mengajak diskusi tentang hilangnya salah satu karyawan.
Reagan begitu serius mendengarkan semua cerita mulai dari karyawanya datang dan hingga hilangnya salah satu dari mereka.
Dodi sebagai ketua menjelaskan secara rinci, begitu juga Pak kades. Dari rapat itu diambillah jalan tengah untuk menebus Jodi dengan beberapa hewan ternak.
Reagan mengiyakan berapa pun jumlah ternak yang di minta, asalkan Jodi bisa diselamatkan.
Pak Kades pun dengan sigap memanggil sesepuh dan perangkat desa untuk menjalankan ritual agar Jodi bisa segera ditemukan.
Dengan bantuan warga, sesepuh dan perangkat Desa, mereka memulai petualangan menjemput Jodi yang memang menurut sesepuh di culik oleh makhluk tak kasat mata.
Reagan yang lelah, entah kenapa hatinya memaksa untuk ikut dalam rombongan.
Seperti punya tanggung jawab pada keselamatan karyawannya. Ia pun seolah menepis perasaan lelah dan letih yang merajai tubuhnya saat ini.
Dalam pikirannya hanya ada keselamatan dan permintaan maaf karena sikap egoisnya mempertaruhkan nyawa salah satu karyawannya.
Menggunakan beberapa kendaraan, mereka menuju lokasi di mana Jodi dan teman-temannya sempet singgah dan bermalam .
Kampung yang mereka lihat anehnya bak hilang di telan bumi. Menurut para sesepuh memang di sana terdapat kampung gaib. Bentuk dari warganya itu separuh manusia dan separuh kijang.
Tidak semua orang bisa masuk ke sana. Hanya orang-orang yang mereka izinkan yang bisa masuk ke kampung mereka.
Salah satu dari sesepuh yang biasa menangani memberi petunjuk di mana lokasi Kampung gaib yang mereka cari.
Mereka kemudian menerobos masuk ke dalam hutan bersama-sama, dan berhenti tepat di tengah hutan.
Sesepuh menyuruh warga yang ikut untuk membuat lingkaran, begitupun Reagan, saling bergandeng tangan dan jangan ada yang melepaskan tangan. Jika mendengar sesuatu yang mencurigakan, abaikan.
Beberapa dari mereka memilih untuk mundur dari ritual, merasa takut dan tak mampu jika bergesekan dengan dunia lain.
Namun, berbeda dengan Reagan. Ia yang selama ini tak pernah mengalami, begitu semangat untuk ikut. Sangat tertarik dengan ritual yang mereka jalani.
Benar saja, begitu kambing di sembelih di tempat, senampan bunga tujuh rupa, dupa, pisang raja, kue-kue tradisional, mereka letakkan di tengah.
Wangi dupa mulai menguar beserta amis darah yang menyengat. Mereka sengaja menampung darah kambing di sebuah baskom. Entah apa gunanya.
Seketika setelah sesepuh mengucap mantra, tiba-tiba...
KAMU SEDANG MEMBACA
Saranjana I'm In Love
WerewolfKisah seorang Pengusaha yang terpaksa masuk ke dalam kota gaib demi menolong karyawannya yang hilang. Bagiamana nasib Reagan selanjutnya?