part 23

246 29 5
                                    

Bismillah

            Saranjana I'm In Love

#part 23

#by: R.D.Lestari.

"Wilson? Wil?"

Tubuh lelaki berkulit putih itu menggeliat. Kelopak matanya mengerjap beberapa kali, pupilnya membesar dan mengedar.

Usapan lembut ia rasakan membelai kening dan pipinya. Wilson menatap seraut wajah yang kini berada tepat diatas kepalanya. Matanya sayu dan berembun.

"Mommy...," ucapnya pelan.

Senyum terbit di wajah wanita paruh baya itu saat mendengar suara Wilson. Mommy lantas membantu putra keduanya untuk duduk.

"Mommy, aku kenapa di lantai?" tanya Wilson seraya mengelus kepala bagian belakang yang terasa sakit.

"Mommy yang harusnya tanya. Kamu ngapain tiduran di lantai?"

Wilson terdiam. Pikirannya menerawang saat kejadian aneh tiba-tiba terekam kembali di otaknya. Hal yang tak pernah ia alami seumur hidup dan membuat bulu kuduknya berdiri seketika.

"Mom... sepertinya di rumah kita ini ada hantu. Coba Mommy cek kamar Reagan. Apa dia baik-baik saja?"

Kening Mommy berkerut. Ia sebenarnya mau mempercayai apa yang diucapkan Wilson, tapi ia tak menampik rasa ragu dari ucapan putranya itu.

"Jangan aneh-aneh, Wil. Mungkin darah rendahmu kumat, jadi keliyengan," Mommy berusaha berdiri, sedang Wilson merasa yakin kalau ia tak bermimpi.

"Coba Mommy cek Reagan. Mungkin dia kenapa-kenapa,"

Kembali alis Mommy terangkat. Wanita bertubuh langsing itu menuruti ucapan anaknya, melangkah menuju kamar Reagan untuk memastikan kondisinya.

Tok-tok-tok!

Mommy mengetuk pintu kamar Reagan. Tak ada sahutan. Ia menunggu lama, dan mengetuk kembali.

Terdengar bunyi deritan ranjang yang bergerak. Hati Mommy yang semula khawatir perlahan mulai tenang.

Krettt!

Pintu terbuka, wajah Reagan menyembul dari balik pintu, ia mengucek sedang matanya pelan.

"Ada apa, Mom?" sembari menguap Reagan bertanya.

"Emhh, kamu ga kenapa-napa, Gan?" tanya Mommy, matanya awas dan menelisik setiap sudut wajah Reagan yang nampak baik-baik saja.

"I'm fine, Mom," jawabnya, lelaki bergodek tipis itu menguap.

"Oh ... syukurlah. Kalau begitu, lanjutkan saja tidurmu. Kamu tampak masih sangat mengantuk," Mommy menepuk pelan bahu Reagan. Ia mengangguk pelan dan kembali menutup pintu.

Mommy memutar tubuhnya dan melangkah mendekati Wilson yang menunggu dengan cemas di Sofa ruang tamu.

"Gimana, Mom? Reagan baik-baik saja?" mata pemuda berambut lurus itu membulat. Penasaran dengan keadaan kakaknya.

"Ya, sepertinya Reagan oke, ga ada sesuatu yang mencurigakan. Kamu hanya terlalu mengkhawatirkan dia," Mommy membelai pipi putih Wilson.

"Mommy senang, kamu dan Reagan meskipun jarang nampak bersama, tapi kasih sayang itu terukir jelas di wajahmu," Mommy menatap penuh makna wajah tampan putra keduanya. Matanya berembun. Ia lalu memeluk erat Wilson yang juga menyambut dengan perasaan haru.

"Mommy bangga padamu. Kalian anak-anak Mommy yang hebat," Mommy mengurai pelukannya dan satu kecupan ia daratkan di kening Wilson.

Setelah menyeka sisa air matanya, Mommy melangkah meninggalkan Wilson yang masih mematung.

Wilson lega Reagan baik-baik saja. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia memang sangat menyayangi kakaknya. Meski, hatinya kini terluka, karena gadis yang ia cintai lebih memilih kakaknya.

Namun, bila Reagan membalas cinta gadis pujaan hatinya, ia akan rela. Karena mereka, dua orang yang ia cinta.

***

Di sela rasa kantuk yang masih mendera, Reagan kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang selembut awan.

Lelaki tampan itu mulai menekankan mata. Di saat yang bersamaan, ia merasakan belaian di pipinya. Wangi floral yang tak asing menusuk indra penciumannya.

Ia ingin membuka mata, tapi kelopak tak mampu ia gerakkan. Menempel begitu lekat.

"Kembali ... kembalilah ... aku menanti ...," suara merdu terdengar lirih di telinga Reagan.

Ia ingin bergerak, tapi tubuhnya kaku. Sulit bergerak. Seperti ada tali yang mengikatnya.

Suaranya pun rasa tercekat di kerongkongan. Ia hanya bisa merasakan saat tubuhnya seperti ada yang menggerayangi.

Tubuh Reagan bergetar hebat saat sesuatu seperti menghembus di telinganya. Geli di sekitar leher serasa ada yang mengecup dengan mesra.

"Aku tunggu ... Aku menunggu kedatanganmu ...," lagi-lagi suara itu menggaung di telinga Reagan.

Tiba-tiba ia merasakan angin yang cukup kencang menerpa tubuh dan wajahnya. Ia menggigil, menahan dingin yang menusuk kulit. Saat itu juga ia rasakan otot-ototnya merenggang dan dadanya yang sesak kembali lega.

Semua anggota tubuhnya perlahan mulai bisa bergerak, kelopak matanya mengerjap berulang kali, ia langsung terduduk dan matanya menelisik setiap sudut kamarnya.

Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dadanya masih berdebar kencang. Namun, ia sama sekali tak melihat adanya seseorang di dalam kamar.

"Apa aku bermimpi?" tanyanya pada diri sendiri. Reagan terdiam sejenak, beberapa detik berikutnya ia menggeleng pelan.

"Tidak, aku yakin itu bukan mimpi! ini pasti nyata!"

"Tapi, kalau ini nyata, suara siapa itu?"

"Akhhh!" Reagan meremas rambutnya geram. Sekeras apa pun ia berpikir, tapi tak juga menemukan jawaban.

Rasa kantuknya menghilang seketika. Ia kemudian bangkit dan meraih gelas berisi air putih yang ada di batas meja samping ranjang.

Glek! glek! glek!

Ia meneguk dengan perlahan. Membasahi kerongkongan yang terasa kering. Debar di dalam dadanya perlahan melemah dan kembali normal.

Lelaki berdada bidang itu kemudian melangkah menuju balkon, menyibak tirai dan duduk bersantai sembari mengangkat kedua kakinya dan meletakkannya di kursi yang tak jauh darinya.

Ia memandang langit yang mulai menggelap. Suara tahrim terdengar sayup-sayup di kejauhan. Namun, Reagan tak ingin beranjak.

Ia resah. Rasa kangen tiba-tiba hinggap di hatinya. Wajah Jelita dan senyuman manisnya membayang di pelupuk mata.

Bagaimana cara gadis itu merawatnya, mengayun parang saat ular besar itu hampir saja memangsanya.

Sikapnya yang tegas, wajahnya yang cantik, surainya yang panjang tergerai, bersinar kala tertimpa cahaya rembulan, kulitnya yang putih bersih, dan senyumnya yang manis membuat Reagan begitu rindu ingin bertemu dengan gadis dari hutan Kalimantan.

'Hutan Kalimantan?' Reagan senyum-senyum sendiri dengan pikirannya.

"Mana ada gadis hutan bisa bawa mobil mewah?" ia berbicara pada dirinya sendiri.

"Mungkin aku sudah tergila-gila padanya," desis Reagan. Lelaki berotot itu kemudian bangkit kala suara adzan terdengar berkumandang disaat langit jingga mulai menggelap.

Wusshh!

Angin yang cukup kencang tiba-tiba menerpa tubuhnya. Reagan mematung saat wangi yang amat ia kenal tiba-tiba menusuk hidungnya.

Matanya awas. Ia kemudian berbalik dan mencari asal dari aroma yang menyengat.

Ia melongok ke bawah. Menelisik setiap sudut, berharap menemukan yang ia cari, dan saat itu matanya menangkap sosok yang berkelebatan.

Berlarian dengan sangat cepat dari arah rumah menuju taman yang penuh bunga dan pepohonan rindang.

Ia memperhatikan dengan waspada, tapi sosok itu seolah menghilang tanpa jejak.

Sebenarnya sosok siapa itu?

*****

Saranjana I'm In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang