part 7

342 42 3
                                    

Bismillah

            Saranjana I'm In Love

#part 7

#by: R.D.Lestari.

Reagan berangkat dari Bandara Jakarta pukul sepuluh pagi. Bersama Wiliam, Asisten pribadinya.

Ia tak habis pikir, bagaimana kinerja kelima karyawannya. Bisa tersesat di hutan? cerita bodoh apa itu?

"Wiliam, sudah kau siapkan hotel yang pantas untukku? aku tak ingin tidur di sembarang tempat," Reagan mengangkat sebelah kakinya sambil memainkan ponselnya.

"Sudah, Pak. Semua sudah saya siapkan sesuai dengan apa yang Bapak mau," ujar Wiliam sopan.

"Ya, perjalanan ini mungkin akan lama. Firasatku berkata begitu,"

Wiliam hanya mengangguk. Bos tampannya itu memang seperti punya indra keenam. Firasatnya selalu tepat.

Reagan, pria berambut hitam dengan mata abu-abu dan sedikit bulu halus di dagu. Kulit putih dengan alis tebal. Tinggi 180 cm, sempurna untuk seorang pria yang memang banyak di gandrungi wanita.

Ia selalu rapi dan wangi. Pandangannya yang tajam terkadang membuat orang segan walau hanya sekedar menyapa. Ia tegas dan punya prinsip yang keras. Pemimpin dari Reagan Motor Company yang ia dirikan sendiri, sedangkan papanya merintis bidang usaha yang lain.

Namun, di usianya yang menginjak hampir tiga puluh tahun, Reagan tak jua menemukan jodoh dan berniat berumah tangga.

Banyak wanita cantik yang mendekatinya, bahkan sebagian dari kalangan artis yang terpesona dengan ketampanan dan juga kekayaan yang dimiliki pria yang memiliki lesung di kedua pipinya.

Tak terkecuali Tania, sekretarisnya, tapi, Reagan yang gila kerja tak pernah menganggap Tania lebih dari sekedar teman kerja.

Huffftt!

Reagan menghela napasnya keras. Rasa lelahnya belum juga hilang saat tiba di tanah Borneo, Kalimantan. Ia harus kembali naik mobil untuk menuju Kalimantan Selatan, tepatnya Desa Oka-oka, Kota Baru.

Berdasarkan alamat yang di kirim oleh Dodi, karyawannya. Mereka mengaku sekarang berada dalam kondisi genting yang mengharuskan Reagan datang sesegera mungkin.

Reagan mengendurkan dasinya dan melepas kancing teratas kemeja abu-abu yang di pakainya. Ia menyenderkan kepala pada kursi mobil mewah yang menjemputnya.

Kepalanya sedikit berat, memikirkan nasib kelima karyawannya. Biarpun di kenal tegas dan keras, tapi Reagan punya jiwa sosial yang sangat tinggi. Ia tak akan memaafkan dirinya sendiri jika salah satu karyawannya berada dalam bahaya. Itu sebabnya ia segera terbang dari Jakarta ke Kalimantan, sebagai tanggung jawab atas semua keegoisannya, yang memaksa kelima karyawan mencari alamat yang kata mereka amat sulit di dapat. Ya, Reagan menyesal. Karena keegoisannya, salah satu karyawan harus mendapat akibatnya.

***

Aroma bunga dan makanan enak seketika menyeruak menusuk indra penciuman Jodi. Lelaki bertubuh sedikit gempal itu mengerjapkan matanya. Matanya melebar tatkala kesadarannya kembali. Pandangannya mengedar kesegala arah, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.

Tap-tap-tap!

Jodi terhenyak saat mendengar bunyi langkah kaki mendekati ruangannya yang tertutup. Jantungnya berdentum ria saat pintu berderit dan terbuka perlahan.

Seorang wanita masuk dengan senyum menawan. Wajahnya memang sangat cantik, tapi ...

"Si--siapa, kamu?" dengan sedikit terhuyung, Jodi berusaha duduk dan beringsut mundur menjauhi wanita yang menatapnya sayu.

Jodi bergidik ngeri, berada di dalam kamar yang dihias layaknya kamar pengantin. Penuh bunga-bunga dan selendang berwarna-warni.

"Aku calon istrimu, Sayang,"

"Tidak! aku sudah punya istri, dan saat ini istriku sedang hamil! aku tak ingin menikah dengan siapa pun!" teriak Jodi.

Wanita berkulit putih yang tadi nampak kalem dengan suara yang lemah lembut mendadak terdiam mendengar pengakuan Jodi.

Tangannya mengepal, kilat amarah terpancar dari matanya. Ia menatap Jodi dengan geram.

"Jadi kau menolakku?"

Suaranya bergetar. Mata yang semula berwarna hijau kini menjadi merah dan perlahan menghitam sempurna. Tanduk mencuat dari kepalanya dan  separuh tangannya menghitam dengan kuku yang panjang.

Jodi terbelalak. Peluh mengucur dari dahinya. Wanita yang tadi cantik jelita berubah menjadi seperti monster yang sangat mengerikan.

"Aku ingin pulang!" teriak Jodi.

"Berarti kau ingin menjadi tawanan dan makanan kami! jika kau menolak, maka nyawamu jadi taruhan!"

Wanita bertanduk itu menatap tajam ke arah Jodi.

"Aku beri kesempatan kau sehari lagi! menikah denganku atau kau akan mat*!" 

Duk!

Ia menghentak kakinya dan memutar tubuhnya, ia melangkah keluar dari kamar. Jodi menelan ludah susah payah. Tenggorokannya rasa tercekat.  Berada pada dua pilihan yang sama-sama menakutkan.

Sepeninggal wanita bertanduk itu, Jodi menangkupkan kedua tangannya dengan wajah yang menengadah. Berdoa dengan sungguh-sungguh,meminta kepada Rabb-Nya. 

Berurai air mata merasakan hati yang tersayat. Ia tak menyangka buntut kepergiannya mencari nafkah untuk istri tercinta dan calon anak yang di kandung, harus berujung pada nyawa dan pernikahan yang tak ia inginkan.

Ia kemudian mengusap wajah dan mengaku pasrah. Apa pun yang terjadi ia tak ingin menikah, tapi teringat pada wajah istri dan bagaimana mereka hidup tanpa dirinya, lagi-lagi membawa kebimbangan yang tiada bertepi.

Jodi menghela napas dalam, ia kemudian memberanikan diri turun dari ranjang.

Lantai kayu yang diinjak berderit. Kaki kanan yang lebih dulu menjejak terasa bergetar. Ya, Jodi merasa amat lemah, seperti tak punya tenaga.

Sedikit limbung, Jodi melangkah ke arah jendela. Ia menarik tirai berwarna hitam dan matanya terbelalak seketika.

Suasana amat ramai. Makhluk separuh manusia dan separuh hewan amat ramai, melakukan aktifitas layaknya kehidupan manusia pada umumnya, hanya bentuk mereka yang tak lazim dan membuat bulu kuduk berdiri.

Ia menatap nanar sosok yang saling bercengkrama. Mereka nampak akrab.

Makhluk dengan wajah dan tubuh manusia sampai sebatas pinggang, bagian bawah adalah tubuh rusa, dengan tanduk yang mencuat.

Dalam hati, Jodi bertanya-tanya, makhluk apa sebenarnya mereka?

Lelaki bertubuh tinggi itu beringsut mundur dan kembali menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Air matanya tumpah. Salah apa ia sampai harus mengalami nasib serupa?

***

Sementara Dodi dan ketiga temannya yang lain mempersiapkan kedatangan Pak Reagan yang katanya akan datang hari ini juga ke Desa Oka-oka, tempat di mana Dodi dan teman-temannya berada.

Mereka memastikan tempat yang layak untuk kedatangan Bos mereka yang terkenal tegas dan perfeksionis.

Pak Kades pun dengan tangan terbuka ikut membantu. Ia berharap kedatangan Bos besar dari Reagan Motor Company itu bisa membantu kesejahteraan penduduk desa. Mana tau Pak Bos tertarik dengan keindahan alam dan membuat kemajuan desa tersebut.

Sedang Reagan saat ini sedang dalam perjalanan menuju Desa yang di maksud. Tatapan matanya tak henti berdecak kagum akan keindahan yang tersaji selama perjalanan.

Ia tak henti memuji setiap sudut hijau yang membuat lelahnya hilang begitu saja. Ia merasa rileks dan tenang. Saat sedang asyik menikmati pemandangan, tiba-tiba ...

Ckiitt!

****

Saranjana I'm In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang