part 10

299 39 0
                                    

Bismillah

Saranjana I'm In Love

#part 10

#by: R.D.Lestari.

"Aku ... Jelita," jawabnya singkat.

"Bagaimana aku bisa di sini? bukankah aku berada di bawah jurang?" tanya Reagan saat ia merasa tubuhnya mulai enakan.

"Aku yang membawamu kemari, tak sengaja menemukanmu pingsan di sana," gadis itu menunjuk tempat di mana ia menemukan Reagan.

Reagan menoleh dan mengangguk. Benar saja, tempat yang sama di mana ia terjatuh dan pingsan.

"Sepertinya kau bukan orang sini, Tuan. Pakaianmu berbeda," gadis itu lalu berdiri dan melangkah mendekati tumpukan kayu yang terbakar, ia kemudian menarik kayu yang terdapat ikan panggang dan meletakkan ikan panggang tersebut diatas daun talas.

Meski sedikit kewalahan, ia mampu membawanya ke sisi Reagan yang memang nampak kelaparan.

"Hmmh, yah, benar. Aku tadinya hendak menolong karyawan, tapi berbalik malah aku yang jadi buruan," Reagan menghela napas dalam. Menahan sesak.

"Apa kau bisa makan sendiri, Tuan?" Gadis itu lalu menyodorkan sebagian ikan berukuran telapak tangan dewasa. Reagan hendak mengangkat tangannya, tapi rasa sakit tiba-tiba kembali menyerang.

"Akhhh,"rintih Reagan dan menurunkan kembali tangannya.

Jelita menatapnya iba. Ia mengulurkan tangannya dan memeriksa dengan seksama. Ia yakin di balik jas terdapat luka lebam akibat benturan.

"Biar aku suapin. Aku harap kamu tidak menolak, Tuan. Kondisimu cukup memprihatinkan," gadis itu kemudian menyuapi Reagan dengan ikan bakar yang masih mengepulkan asap tipis.

Reagan mengangguk. Ia begitu lahap menyantap makanan yang di berikan gadis itu. Dari jarak yang begitu dekat, Reagan mampu mencium aroma tubuh dari Jelita yang lembut dan menenangkan. Terutama rambutnya yang menyebarkan wangi bunga.

Matanya pun tak henti memperhatikan wajah dari Sang Gadis yang cantik alami tanpa polesan. Bulu matanya lentik, alisnya tebal dan bibirnya yang berwarna pink muda. Kulitnya putih seputih susu dan senyumnya amat indah.

Merasa di perhatikan, Jelita jadi salah tingkah. Berulang kali ia menundukkan kepalanya dan menghindari saat saling bersitatap dengan Reagan.

Harus ia akui, Reagan punya pesona yang tak terbantahkan. Tatapan tajam dan mata indahnya seolah mempunyai daya tarik tersendiri untuk gadis seperti Jelita.

"Kamu ... kenapa bisa berada di sini?" tanya Reagan.

Gadis itu termenung beberapa saat. Reagan mendengar helaan napas berat dari gadis cantik yang tertunduk.

Ia lalu mengangkat wajah dan menatap Reagan dengan wajah yang sulit diartikan.

"Aku ... mencari saudariku. Sejak kemarin ia tak pulang. Katanya ada yang mau di belinya,"

"Aku di tugaskan Ayah untuk mencari Cantika, dan sampai kini belum ketemu,"

Reagan terdiam saat melihat embun di mata gadis cantik yang kini menatapnya sendu. Ada kesedihan yang ia tangkap disana.

Gadis itu memalingkan wajahnya dan menatap ke arah sungai. Menyibak rambutnya dan termenung beberapa saat.

"Apa kamu akan kembali mencarinya? aku tak apa jika kamu ingin pergi dan melanjutkan perintah orang tuamu," Reagan tersenyum getir. Ia tak tau harus apa jika memang gadis itu pergi. Mungkin ia akan terus berada di bibir sungai karena tak mampu untuk bergerak.

Gadis itu menggeleng. "Kamu terluka cukup parah, Tuan. Sebenarnya aku ingin merawatmu di rumah, tapi untuk berjalan butuh waktu cukup lama. Aku takut kamu ga kuat,"

"Terus ...," mata abu-abu Reagan berkilat. Entah kenapa ia berharap gadis itu tinggal lebih lama dengannya.

"Aku akan merawatmu sementara, sampai setidaknya kamu bisa mengerjakan semua sendiri,"

"Oh, iya, aku akan membuat tempat bermalam untuk kita,"

Jelita berdiri, sedang Reagan hanya mampu memperhatikan gadis itu tanpa bisa membantu.

Gadis itu dengan sigap meraih kayu-kayu yang cukup panjang dan menyusunnya menjadi kerangka. Menarik pelepah kering dan menyusunnya hingga membentuk sebuah pondok. Cukup untuk dua orang.

Sebenarnya Reagan sudah mampu untuk sekedar duduk dan bergerak, tapi entah kenapa melihat gadis itu bergerak lincah membuatnya semakin tertarik.

Mata nya tak pernah lepas dari gadis yang sepertinya tak kenal lelah. Sesekali gadis itu menyibak rambut panjangnya. Wajahnya pun memerah karena terpapar sinar matahari yang mulai menyengat.

Gadis itu mendekat dan mengulurkan tangannya. Reagan meraih dan berusaha bangkit.

"Hah? kamu sudah bisa berdiri?" gadis itu menatap heran dan tak percaya.

"Ya, sebenarnya yang sakit itu tangan dan bahu, punggung, kaki ... sedikit. Kalau berdiri dan melangkah sepertinya bisa meski satu-satu," Reagan tersenyum simpul.

"Oh, dan kamu biarin aku mengerjakan semua sendiri? dasar cowok kaya," sungut Jelita. Gadis itu hampir saja melepaskan pegangannya, tapi ia urungkan saat melihat Reagan yang limbung.

"Aku suka lihat kamu yang gesit begitu. Cantik tapi ga manja," puji Reagan.

"Hmmh, apa itu sebuah pujian ataukah gombalan, Tuan muda?" Jelita memutar bola matanya.

Reagan terkekeh. Sebenarnya apa yang ia ucapkan jujur adanya. Ia begitu kagum melihat gadis secantik Jelita yang begitu gesit dan lincah.

"Ayo, aku bantu ke pondok. Hari semakin panas. Kulit putihmu nanti rusak," Jelita seolah acuh dengan tatapan Reagan yang membuatnya kurang nyaman.

Reagan menurut. Saat gadis itu memapahnya , jantung Reagan berdetak kian kencang. Wangi rambut Jelita amat memikatnya.

"Heh, kamu dari tadi merhatiin aku terus, loh. Aneh," Jelita mulai kesal di perhatikan terus-terusan dengan Reagan.

Reagan terdiam dan menunduk. Ia sadar perbuatannya membuat gadis di hadapannya tak nyaman.

Aneh. Ini untuk pertama kalinya ia melihat gadis sampai sebegitunya. Entah apa daya tarik gadis di hadapannya ini, sedangkan ia setiap hari di kelilingi wanita cantik.

"Oh, maaf... aku hanya heran saja melihatmu," ujar Reagan saat ia masuk ke pondok dan duduk di dalamnya.

Gadis itu menatapnya tajam. "Kamu pasti orang kaya, 'kan? tapi sayang, kamu manja. Namamu siapa?"

"Eh, aku ga manja. Ini kan karena sakit aja. Aku Reagan," Reagan salah tingkah. Ia yang biasa dingin pada wanita menjadi sangat berbeda. Ia pun bingung. Ada apa sebenarnya dengan dia?

"Ehmm, nanti aku akan pulang. Membawa keperluan dan makanan untukmu. Aku juga perlu mengganti pakaian. Kamu tak mengapa kutinggal sendirian?" gadis itu melangkah menjauhi Reagan. Reagan hanya mengangguk pasrah.

"Lagian, kamu kan juga udah bisa bergerak, jadi aku ga perlu khawatir,"

Gadis itu bersiap untuk pergi, tapi suara Reagan menghentikan langkahnya.

"Apa kau akan lama?" wajah Reagan memelas. Sebenarnya ia kecewa akan di tinggal Jelita.

Gadis itu membalikkan badannya. Sembari bertolak pinggang ia menatap Reagan.

"Aku tak akan lama. Rumahku di dalam hutan ini juga. Kau panggil saja namaku, nanti aku akan datang padamu," gadis itu melempar senyum simpul.

Reagan hanya terdiam memperhatikan langkah Si Gadis yang semakin menjauh. Sebenarnya dalam hati sejak tadi bertanya. Siapa sebenarnya gadis cantik yang sejak tadi menolongnya?apa ia seorang peri hutan?

****

Saranjana I'm In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang