Bismillah
Saranjana I'm In Love
#part 27
#by: R.D.Lestari.
"Jelita ...," desisnya. Matanya mengerjap seketika. Saat ia membuka mata ... hilang. Reagan meneguk kecewa.
Seketika pusing menyergap kepalanya. Ia tertunduk dan membiarkan pusing itu hilang.
Saat ia kembali mengangkat wajah, ia kembali menatap ke bawah. Ya, gadis itu memang tak ada.
Reagan berbalik dan melangkah gontai. Kembali merebahkan tubuhnya di kasur empuknya.
Tok-tok-tok!
Suara ketukan di luar membuatnya kembali tersadar. Baru saja ia ingin terlelap.
"Siapa?" tanya Reagan.
"Saya, Tuan, Bi Noni," jawab seseorang di luar.
"Ada apa, Bi? saya ingin beristirahat,"
"Ada yang mencari Tuan. Ada perlu katanya,"
"Oke, suruh masuk saja. Pintu tak dikunci," sahut Reagan.
***
Pov Berlian.
Sengaja aku kembali datang ke rumah ini. Mencari fakta atas semua kejadian yang menurutku tak masuk akal.
Sempat menunggu sebentar, hanya bertemu dengan asisten, sementara Wilson hari ini latihan bersama anggota Band yang lain.
Aku pun diperbolehkan masuk dan bertemu si Tuan rumah.
"Masuk aja, Non. Pintu kamar Tuan Reagan tak di kunci," ucapnya sopan seraya mengantarkan ke kamar milik Reagan, tuannya.
Sempat di landa rasa ragu, akhirnya aku memberanikan diri masuk. Dengan tangan gemetar, aku menekan gagang pintu dan membuka nya.
Mataku terpana melihat ruangan yang di sebut kamar itu. Rapi dan terdiri dari perabotan mewah. Luas dan penuh dengan koleksi mahal.
Lemari kaca sekitar lima meter bertingkat lima memamerkan koleksi parfum dan jam tangan mewah. Ada juga mobil-mobil miniatur dari segala macam dan merk mobil.
Ia memang lelaki macho. Bukan hanya gayanya yang elegan, tapi juga sulit di taklukkan.
"Ehem, ada keperluan apa datang kemari?"
Suara bariton seketika menghenyakkan lamunanku. Tanpa sadar menoleh ke asal suara, Pria yang sedang memakai kaos putih bertuliskan Lopo.
Aku tertegun. Meski hanya memakai kaos berkerah dengan merk terkenal, ketampanannya sama sekali tak berkurang. Apa pun yang ia gunakan selalu mempesona.
"Ma--maaf, saya hanya ingin bertanya," sahutku pelan. Kakiku seolah kaku untuk mendekat padanya. Malam itu jika saja ia tak pergi begitu saja, aku yakin saat ini ia sudah berada dalam pelukanku.
"Kemarilah. Aku tak dapat mendengar suaramu dengan jelas," ujarnya.
Aku mengangguk, dan susah payah mengangkat kakiku. Melangkah mendekat padanya yang sedang bersandar di ujung ranjang.
Suara degup jantung bak genderang perang yang ditabuh, bertalu-talu. Berpacu kian cepat saat mendekat.
"Silahkan duduk, maaf aku tak bisa menjamu. Silahkan ambil sendiri minuman yang kamu mau, ada di kulkas mini berwarna silver itu," aku menatap telunjuk Reagan. Pria tampan itu ternyata sangat lembut.
Aku mengangguk dan melangkah menuju kulkas mini yang ia maksud. Mengambil satu minuman dingin bertuliskan Orangejus.
Bangkit dan memutar tubuh, menuju kursi putih yang ada di samping ranjangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saranjana I'm In Love
WerewolfKisah seorang Pengusaha yang terpaksa masuk ke dalam kota gaib demi menolong karyawannya yang hilang. Bagiamana nasib Reagan selanjutnya?