Bismillah
Saranjana I'm In Love
#part 18
#by: R.D.Lestari.
"Hoaaammm!"
Reagan meregangkan tubuhnya. Cicit burung terdengar merdu di telinga. Udara dingin terasa menusuk membuatnya kembali menarik selimut.
'Selimut?'
Kelopak matanya seketika menggeser dan bola matanya membulat. Ia langsung duduk dan pandangannya mengedar sekitar.
"Kamar?" desisnya.
Lelaki bermata abu-abu itu lekas bangkit dan melangkah menuju jendela kaca hotel.
Sretttt!
Ia menyibak tirai dan mata indah itu menyipit saat sinar matahari mengenai retinanya secara langsung.
Ia mengangkat salah satu tangan dan menghalaunya. Sepersekian detik kemudian ia memalingkan wajah karena silau yang menyakitkan matanya.
Reagan meraih ponselnya dan melihat jam yang tertera di layarnya. Pukul 08.13 WITA.
Ia kemudian duduk di tepi ranjang dan meraba dari tengkuk hingga kepala bagian belakang.
Mencoba mengingat kejadian demi kejadian yang ia alami hingga sampai di kamar. Namun, tak satupun yang ia ingat kecuali saat bersama Jelita.
Bagaimana bisa? apa itu sekedar mimpi belaka?
Reagan mendengus kesal. Ia amat yakin tadi malam itu nyata. Pakaian yang ia kenakan pun sama. Tak ada yang berubah.
Ia lalu merogoh kantong celananya dan menemukan sesuatu di sana. Secarik kertas kecil yang terlipat.
Ia meraihnya dan membuka. Tiket? ya, itu sebuah tiket wahana permainan!
Dan, yang lebih mencengangkan, ditiket itu tertulis ' wahana pasar malam Kota Saranjana '.
Bukan cuma pupilnya yang membesar, dadanya pun berdegup kencang. Berarti tadi malam ia tak bermimpi?
Saat itu juga Reagan turun dari tempat tidur dan melangkah ke luar kamar. Mendapati Willy yang sedang duduk bersantai sembari menonton TV.
Ia tersentak melihat Reagan yang tiba -tiba keluar kamar dan melotot ke arahnya.
"Willy!"
"Oh, Pa--Pak, saya baru saja ingin membangunkan Bapak. Bukankah jadwal pesawat jam 10.30 WITA, pak?" gagap William. Ia mengira Reagan akan marah karena tidak membangunkannya. Itu gara-gara keasikan nonton berita kematian artis Thailand yang sedang viral.
"Willy, aku tadi malam pulang jam berapa?" tanya Reagan. Wajahnya terlihat serius.
"Mmm, memang Bapak keluar kamar?"
"Saya tak tau Bapak pergi tadi malam," ungkap Willy.
Reagan tampak terkejut. Alisnya tepaut. Seolah tak puas dengan jawaban Willy, asistennya, ia memilih pergi begitu saja tanpa bicara apa pun pada Willy.
"Pa--Pak? mau ke mana?"
Reagan cuek, tak menjawab pertanyaan Willy. Sedang Willy hanya menatap nanar kepergian Reagan dan sikap anehnya.
Ia kemudian mengangkat bahunya dan kembali mengarahkan pandangan mata ke arah TV.
Sementara Reagan yang di dera rasa penasaran dengan level tertinggi memilih menemui petugas informasi hotel.
Di sana, ia menemui seorang gadis dengan pakaian seragam hotel dan wajah yang dirias apik. Dengan sopan gadis itu menjawab semua pertanyaan Reagan.
"Saya butuh melihat CCTV hotel. Saya yakin tadi malam tidak sendiri masuk ke kamar hotel," Reagan ngotot saat gadis itu bilang jika tadi malam melihat Reagan datang sendiri, karena saat itu pukul sepuluh malam si gadis baru saja menyelesaikan tugasnya dan berniat pulang.
"Iya, Pak. Saya yakin sekali itu Bapak. Soalnya saya sering melihat Bapak hilir mudik di hotel. Saya yakin sekali Anda datang sendirian," jelas gadis itu masih dengan nada rendah.
"Kalau begitu antarkan saya untuk melihat CCTV hotel tadi malam. Saya ingin melihat langsung!" suara Reagan semakin meninggi. Ia amat yakin gadis di hadapannya ini sedang berbohong. Jam sepuluh malam? sedangkan ia mengingat jelas tadi malam ia keluar lewat tengah malam.
Pak satpam yang mendengar segera mendekat.
"Ada apa Mbak Diana?" tanyanya saat melihat raut wajah temannya itu gusar.
Reagan segera menoleh dan berkacak pinggang saat melihat Pak Satpam mendekat.
"Saya ingin melihat rekaman CCTV tadi malam, sekarang juga," ucap Reagan.
"Maaf, Pak. Itu rahasia Hotel. Tidak sembarang orang boleh melihatnya," tegas Pak Satpam.
"Aku bukan orang sembarangan! apa kalian tak tau siapa aku, hah?" kedua orang itu menggeleng serentak.
"Aku pemilik tunggal perusahaan Reagan Motor Company. Jangan sampai aku meriview jelek hotel ini dan menyebarkannya ke sosial media," ancam Reagan.
Kedua orang itu saling berapandangan. Gadis berkulit putih itu akhirnya memberi kode pada Satpam untuk memperbolehkan Reagan melihat rekaman CCTV tadi malam.
Pak Satpam mengangguk dan membawa Reagan ke suatu ruangan yang tidak sembarang orang bisa masuk.
Ia mempersilahkan Reagan duduk dan mulai mengutak atik layar kaca persegi panjang di hadapannya.
"Ini, Pak. Anda bisa melihat sendiri kejadian tadi malam," Pak Satpam menyuruh Reagan mendekat di sampingnya.
Dahi Reagan berkerut dan alisnya semakin terpaut. Sesekali matanya membola dan mengawas.
Ia menghela napas panjang dan menyenderkan tubuhnya di bangku empuk. Wajahnya mendongak dan pikirannya terbang entah ke mana.
Apa yang di jelaskan gadis tadi benar. Tak ada seorangpun yang bersamanya tadi malam. Tidak William apalagi Jelita. Ia hanya sendiri.
Ia melakukan kegiatan seperti biasa dan yang membuat aneh, Reagan memperhatikan dirinya seperti sedang berbincang dengan seseorang tapi tak tau siapa.
Semakin bingung ketika Willy tiba-tiba menyusul dan menyampaikan jika ada seorang wanita yang akan mengambil mobil truck yang memang masih terparkir di parkiran hotel.
Rencananya baru hari ini Willy akan mengirimnya kembali sebelum terbang kembali ke Jakarta.
Reagan meraih ponselnya dengan tanda tanya, sedangkan Willy merasa tak enak hati karena berani mengangkat telpon dari ponsel milik bosnya.
"Ma--maafkan, saya, Pak. Tadi ponselnya berdering terus, saya rasa itu pasti penting," sesal Willy.
Reagan hanya menoleh sebentar dan mengangguk. Berikutnya, jempolnya sudah bermain di layar ponsel dan menggulir satu demi satu aplikasi.
Ia lantas mensejajarkan ponsel dengan telinganya dan beberapa kali nampak menghela napas panjang.
"Apa dia menyebut namanya tadi, Willy?" gumamnya. Willy hanya menggeleng.
"Ayo, kita lihat mobilnya dulu," ajak Reagan. Dua pria tampan itu lantas menuju area parkiran.
Hal yang aneh kembali terjadi, truck sudah tak berada ditempat dan penjaga area parkir sama sekali tak mengetahui kapan mobil sebesar itu keluar dari parkiran.
Kepala Reagan semakin pusing. Ia harus tau ke mana perginya dua aset dari perusahaannya itu.
Kembali lagi ke ruangan di mana tadi ia merasa, meminta petugas mengecek CCTV, dan seperti yang di duga, mobil bergerak tapi tak tau siapa pengemudinya. Wajahnya tak terekam jelas dan kabur.
Ting!
Reagan merasakan ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dan membuat dahi Reagan berkerut.
Truck sudah aku ambil, jangan khawatir, aku akan mengirimnya kepada pemiliknya. Nanti, dia akan menelpon jika kendaraan itu sudah ada di tangannya.Oh, ya, jaga dirimu, dan hati-hati. Aku harap kita bisa berjumpa lagi.
"Jelita?"
"Apa pesan ini dari Jelita?"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Saranjana I'm In Love
WerewolfKisah seorang Pengusaha yang terpaksa masuk ke dalam kota gaib demi menolong karyawannya yang hilang. Bagiamana nasib Reagan selanjutnya?