Bismillah
Saranjana I'm In Love
#part 24
#R.D.Lestari.
Berlian melangkah dengan riang. Hari ini sengaja ia akan mampir ke rumah Wilson, untuk memberitahu prihal kepergian mereka konser.
Sebenarnya ia bisa dengan mudah mengabari via telpon, tapi ia tak ingin membuang kesempatan untuk bertemu dengan pemilik Reagan Motor Company yang sudah mencuri hatinya sejak pertama bertemu.
Di hari minggu seperti ini, ia yakin Reagan yang tampan pasti berada di rumah. Kata Wilson, kakaknya itu jarang keluar rumah disaat libur.
Itu berarti hari ini kemungkinan peluang bertemu dengannya terbuka lebar.
Dengan percaya diri, Berlian mengetuk gerbang besar yang menjadi penghalang.
Tak lama seseorang berseragam coklat membuka gerbang dan mempersilahkan Berlian masuk.
Gadis itu kembali masuk ke dalam mobil, melajukannya melintasi taman bunga di kiri dan kanan menuju rumah mewah bergaya modern Eropa dengan nuansa putih dan abu-abu.
Begitu tiba di depan rumah, gadis itu menjejakkan kakinya di lantai marmer.
Saat itu, tanpa sengaja pandangannya mengarah ke atas dan tanpa sadar tubuhnya mematung.
Lelaki bertubuh tinggi itu sedang berdiri tegak memandang langit di balkon lantai dua. Rambut legamnya bersinar tertiup angin dengan wajah putih dan rahang tegas yang membuat wajahnya terlihat semakin tampan.
Gadis itu benar-benar terhipnotis. Hingga tak sadar ada sosok lain yang menatap dirinya heran.
Sosok yang tak lain adalah Wilson itu mendekat. Matanya mengikuti arah pandangan Berlian.
Mengertilah ia saat pandangannya tertuju pada Reagan yang sedang berdiri menatap langit.
Wilson memindai tatapannya kembali pada Berlian. Geram. Dadanya bergemuruh kencang karena cemburu yang tiba-tiba menyerang.
Pluk!
"Astaga!"
Berlian hampir saja terjatuh jika saja tangan Wilson tak meraih pinggangnya dan membawanya dalam pelukan tubuh ideal yang berotot itu.
Wajah Berlian merona merah saat tak sadar tangannya menyentuh dada bidang keras milik Wilson.
Jarak wajah mereka yang hanya sekilan serta tatapan yang saling terpaut, membuat dada Wilson berdebar kencang dan refleks ia melepas tangannya.
Meski terhuyung, Berlian mampu berdiri tegak dan mengalihkan rasa canggung dengan berpura-pura merapikan pakaiannya.
Begitupun Wilson. Lelaki itu melempar pandangannya ke arah lain dan menggaruk kepala bagian belakang yang sebenarnya tidak gatal. Berusaha menormalkan debaran jantung yang berdetak amat kencang.
"Mau ngapain kamu ke sini, Lian?" Wilson mencoba memecah keheningan diantara mereka.
"Emhh, aku ke sini ada perlu, mau bahas kontrak untuk konser di daerah Saranjana, Kotabaru, Kalimantan," ucap Berlian salah tingkah.
"Oh, ya udah, masuk sini," Wilson mempersilahkan gadis bertubuh tinggi itu masuk ke dalam rumah.
Senyum terbit begitu saja di wajahnya. Ini memang moment yang ia nantikan. Di mana ia bisa berjumpa dengan pria idamannya itu.
"Duduk dulu, aku ada perlu sebentar. Kamu mau minum apa?" tawar Wilson.
"Jus jeruk aja," jawab Berlian sembari tersenyum. Wilson mengangguk dan berbalik memunggunginya. Berjalan menjauh meninggalkan Berlian seorang diri di ruangan besar bercat abu-abu.
Mata indah Berlian mengedar. Menelisik setiap sudut ruangan. Hatinya berdegup kencang penuh harapan. Berharap Reagan hadir dan berbincang dengannya.
Gadis itu akhirnya bangkit dan melangkah menuju jendela kaca, menyibak horden transparan berwarna putih dan menatap indahnya taman di halaman rumah mewah milik keluarga Wilson.
Tanpa ia sadari, sosok yang amat ia kagumi itu kini melangkah mendekat. Pria berhidung mancung dan bermata abu-abu itu menatapnya dari jauh.
Matanya mengawas, seperti mengingat sesuatu. Tubuh tinggi dengan rambut tergerai panjang, membuat dadanya bergemuruh kencang. Mata itu melebar seiring dengan langkah pelan yang bergerak lebih cepat, seolah menemukan sesuatu yang selama ini ia cari.
"Je ... lita...," desisnya memanggil gadis yang saat ini memunggunginya.
Gadis itu terhenyak mendengar suara bass yang seperti pernah ia dengar, tapi, merasa tak ada wanita lain selain dirinya, gadis itu pun berbalik perlahan.
Bola mata indah itu membulat sempurna, kala mendapati lelaki impiannya kini berdiri tak jauh darinya. Berjarak hanya beberapa meter dari tempatnya berdiri.
Sedangkan lelaki yang tadi memanggilnya tadi nampak terkejut dan kecewa saat melihatnya.
"Kau ... bukan Jelita...," ucapnya pelan.
Berlian menggeleng pelan. "Aku ... Berlian...," gadis itu mengulurkan tangannya, berharap lelaki di hadapannya itu mau berkenalan dengannya.
Reagan tampak ragu. Rasa kecewa masih menyelusup di relung jiwanya.
Ia mengira gadis itu adalah Jelita, gadis yang selama ini ia nanti kedatangannya.Namun, ia pun tak ingin membuat gadis di hadapannya itu kecewa. Reagan melangkah mendekat, menarik dua sudut bibirnya dan menyambut uluran tangan dari Berlian.
Wajah gadis itu merona merah seketika saat menyentuh tangan kekar Reagan. Saat itu pula ia memberanikan diri menatap mata abu-abu indah yang kini menyorot ke wajahnya.
Tangannya bergetar dan tubuhnya berkeringat. Jantungnya memacu lebih cepat, dalam hati memuja ketampanan lelaki di hadapannya.
Ia begitu grogi berhadapan dengan Reagan.Reagan menatap gadis itu heran. Ingin menarik kembali tangannya, tapi gadis itu seperti enggan melepasnya. Mata bulat itu tak henti menatapnya.
"Hei, ngapain?"
Sentakan suara serak dari balik tubuh tinggi itu membuat Berlian terhenyak dan melepas tangan Reagan seketika.
Ia salah tingkah kala melihat wajah Wilson menyembul dari balik tubuh Reagan, menatapnya tak suka dengan mata yang memicing padanya.
Reagan bergeser dan membalik badan, pergi begitu saja tanpa mengucap sepatah kata. Menyisakan debaran jantung yang berdetak kencang serasa ingin melontar keluar.
"Lian ... ish," Wilson berdecak kesal. Tangannya mengibas di depan wajah Berlian, melihat gadis itu masih terpana dengan pesona Reagan yang sudah pergi.
"Apaan sih, Wil?" Berlian menatap kesal Wilson.
"Kamu itu, ya. Cewek kok lihat cowok sampe segitunya," protes Wilson seraya melangkah menjauh. Ia meletakkan jus jeruk yang diminta tamunya itu di meja dan duduk bersandar di sofa ruang tamu miliknya.
Sembari menghentak kakinya kesal, berbalik dan mengikuti Wilson. Meletakkan pantat seksinya di sofa dengan tatapan nyalang ke arah Wilson.
"Heh, kamu ga pernah jatuh cinta ya?" tembak Berlian yang seketika membuat Wilson tersedak karena sedang meneguk jus jeruk yang ia buat.
"Uhuk-uhuk!"
Berlian terhenyak, langsung berdiri dan mendekat. Ia khawatir. Memukul pelan punggung Wilson agar pria beralis tebal itu menghentikan batuknya.
"Ehhm, sudah-sudah," Wilson menoleh ke arah Berlian.
"Apa sudah enak? kamu kenapa?" wajah Berlian mendekat, hingga tersisa beberapa inci saja, membuat Wilson susah bernapas.
Jantungnya memompa kian cepat, membuat saliva terasa tercekat di kerongkongan, kala menatap mata indah gadis yang selama ini ia damba.
Kelopak mata indah itu mengerjap menimbulkan getaran di dalam hati Wilson. Bak magnet yang menarik, wajah Wilson semakin mendekat, dan ...
"Plakkk!"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Saranjana I'm In Love
WerewolfKisah seorang Pengusaha yang terpaksa masuk ke dalam kota gaib demi menolong karyawannya yang hilang. Bagiamana nasib Reagan selanjutnya?