Bismillah
Saranjana I'm In Love
#part 12
#by: R.D.Lestari.
"Pulang? kalau begitu kita ...,"
"Kita....,"
"Ya, pisah. Kamu ga mau kan tinggal lama-lama di dalam hutan. Bahaya," gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah sungai.
Hujan sudah berhenti, tapi hawa dingin tetap tak mau pergi. Reagan merapatkan tubuhnya dan mengunyah roti coklat yang rasanya amat lezat.
Sembari menyantap roti yang selembut kapas, mata Reagan tak lepas dari wajah gadis berbaju kuning dengan motif bunga-bunga. Tampilannya sangat manis, tapi tak sesuai dengan tenaga dan keberaniannya. Gadis itu seolah punya kekuatan super yang tak di miliki gadis biasa.
Reagan begitu tertarik ingin tau lebih dalam tentang gadis di hadapannya itu. Nampak sederhana, elegan, manis dan apa adanya.
"Mmm, apa kita bisa bertemu lagi?" gumam Reagan.
Gadis itu tampak sedikit tersentak, ia lalu menoleh dan mata indahnya tampak bercahaya.
"Kenapa mau ketemu lagi?" desisnya.
"Ya, karena menurutku kamu menarik," jawab Reagan jujur.
"Oh, nanti aku pikirkan lagi," gadis itu kembali membuang muka. Menghindari bersitatap dengan lelaki berparas tampan dengan lesung pipi menghiasi wajahnya.
"Jadi... suatu saat nanti kita bisa bertemu kembali? apa aku boleh tau di mana rumahmu?" selidik Reagan.
"Mmm, kau tak akan bisa menemukanku, Tuan. Kecuali jika kau memanggil namaku," gadis itu mengerling.
Reagan menelan ludah melihat wajah cantik gadis yang hanya terkena pantulan sinar rembulan malam. Tak ada penerangan apa pun.
"Oh, oke. Terima kasih sudah menolongku dan membuatku masih bertahan hidup hingga detik ini," Jelita berkedip mendengar desisan dari bibir tipis lelaki di sampingnya itu. Ia menangkap ada kekecewaan di sana.
Gelanyar halus dan getaran tiba-tiba menjalari tubuhnya. Harus ia akui, lelaki disampingnya ini selain tampan juga sangat menarik.
Matanya indah dan begitu sopan. Sesekali menggoda, tapi tidak frontal. Sedikit manja, tapi juga menggemaskan.
Tanpa sadar senyum maNis tersungging di wajah cantiknya. Reagan yang tak sengaja menatap seperti terhipnotis dengan kecantikannya.
Jelita yang tersadar langsung membuang muka ke arah aliran sungai yang tenang. Pantulan sinar rembulan menambah syahdu suasana. Meski terlihat liar, hutan ternyata amat hening ketika malam menyapa.
Rintik air hujan kembali jatuh tapi tak deras. Dingin kembali menusuk, Reagan merapatkan kakinya yang sudah baikan.
"Mmm, kau tak pulang? apa orang tuamu tak khawatir?" gumam Reagan saat tubuh Jelita masuk ke dalam pondok dan Reagan harus berbagi ruang dengannya.
"Tak masalah. Aku sudah terbiasa. Kau tidurlah, Tuan. Besok kita akan memulai perjalanan panjang. Kau pasti akan butuh energi banyak," Jelita bergeser dan memunggungi Reagan. Pengusaha muda itu memperhatikan sekilas dan ikut memunggungi gadis disampingnya.
Ia merebahkan tubuh dan saat tangannya baru saja mendarat diantara rerumputan dan daun kering tiba-tiba ...
"Awww! astaga!"
Reagan kembali duduk dan mengibas tangannya. Sesekali ia menepuk-nepuk tangannya. Wajahnya memerah seketika seperti menahan sesuatu.
Mendengar teriakan Reagan, Jelita lalu mendekat. Meraih tangan lelaki berkulit putih itu dengan cepat dan memeriksanya.
Warna merah dan bengkak membuat Jelita langsung menghisap tanda gigitan dan membuang bisanya.
"Kau di gigit kalajengking, Tuan. Ini bisa menyebabkan demam," ucapnya khawatir.
Reagan masih meringis menahan sakit. Ia tak dapat berkata-kata melihat gadis dihadapannya yang dengan sigap mengoyak ujung bajunya dan melilitkan di telapak tangan Reagan yang bengkak.
"Bisanya sudah keluar, tapi tetap akan menyebabkan sakit dan sedikit demam. Sekarang istirahatlah. Sepertinya hewan itu sudah pergi. Aku akan berjaga menunggumu malam ini," gadis itu mengibas-ibas rumput dan dedaunan dengan tangannya. Memastikan tak ada binatang melata dan serangga berbahaya.
Reagan menurut. Disamping rasa lelah dan sakit, ia merasa tubuhnya mulai merasa tak enak. Seperti mulai terbakar.
Jelita menatap iba. Ia tau, lelaki di sampingnya ini bukan orang sembarangan. Pastinya, lelaki itu tak pernah mengalami hal seperti yang ia hadapi hari ini.
Gadis itu menatap dengan awas. Tak lama lelaki tampan itu mulai mendengkur pelan. Sesekali ia mengigau.
Jelita merasa amat heran. Ia mendekat, mengira Reagan masih terjaga.
Ia menyentuh dada Reagan dan tanpa ia sangka tangan Reagan mencengkram tangannya.
Tap!
Tubuh Reagan gemetar hebat. Bola mata Jelita membulat. Salah satu tangannya menyentuh kening lelaki berlesung pipi itu dengan gerakan pelan dan lembut agar ia tak terbangun.
Panas. Bak menyentuh bara api. Jelita gusar. Tepat seperti ucapannya tadi, Reagan demam tinggi. Pelan ia melepas tangannya dari genggaman Reagan yang ternyata masih tertidur lelap.
Gadis itu lalu berlari ke dalam hutan, mencari tumbuhan perdu sebagai penurun panas yang ia ketahui.
Menembus kegelapan malam dan suara hewan menyeramkan. Menggunakan mata elangnya, gadis itu dengan mudah menemukan batang perdu yang di cari.
Mengambil beberapa helai daun dan berbalik arah, mempercepat langkah kakinya menuju pondok, di mana Reagan terbaring lemah.
Saat sampai di tempat, Jelita meremas daun berwarna hijau pekat yang mengeluarkan lendir persis seperti minyak goreng. Ia membalurkan lumatan daun di kening Reagan dan melepas pakaian yang melekat di tubuh atletisnya.
Sempat tertegun saat melihat liukan dada nan keras dan menantang, lelaki itu bukan cuma punya paras di atas rata-rata, bibir tipis, beralis tebal, berahang tegas dan mata setajam elang.
Jelita meneguk liurnya saat melihat betapa sempurna tubuh Reagan. Gadis itu meski sungkan membalurkan sisa daun perlahan pada dadanya.
Jemarinya bergetar saat menelusuri lekuk tubuh lelaki berkulit putih itu. Reagan sempat bergerak saat merasakan kesejukan menyentuh kulitnya. Namun, matanya tak juga mengerjap.
Jelita kemudian menutup kembali tubuh lelaki itu dengan jas. Menunggunya hingga matahari menyembul dan memperlihatkan keindahan sinarnya.
Gadis itu kembali memeriksa tubuh Reagan, menyentuh dahinya pelan. Suhu tubuh Reagan perlahan kembali normal.
Jelita bernapas lega. Rasa kantuknya hilang seketika. Ia kemudian bangkit dan kembali masuk ke dalam hutan.
Matanya yang awas dengan mudah menemukan buah-buahan hutan semacam buah berry berwarna merah dan hitam. Anggur hutan dan juga markisa yang tergantung dan merambat dari satu pohon ke pohon lain.
Jelita mengangkat wajahnya menatap langit. Perlahan ia menghirup udara pagi yang memang sangat ia sukai.
Aroma hutan, daya tarik tersendiri baginya. Begitu menyegarkan dan membuatnya betah berlama-lama.
Tiba-tiba ia teringat Reagan. Lelaki tampan itu pasti sedang kebingungan dan kelaparan.
Gegas Jelita berlarian untuk pulang kembali ke pondok. Sesampai di pondok, matanya terbelalak.
Netranya menyisir sekitar, memastikan lelaki tampan itu masih berada di tempat.
Srekk-srekkk!
Jelita mematung saat ia melihat wajah lelaki itu menyembul dari balik semak.
Kancing bajunya tiga terbuka hingga memamerkan dada bidangnya. Lelaki itu kian mendekat meski terpincang.
Jelita ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Saranjana I'm In Love
WerewolfKisah seorang Pengusaha yang terpaksa masuk ke dalam kota gaib demi menolong karyawannya yang hilang. Bagiamana nasib Reagan selanjutnya?