part 3

408 45 2
                                    

Bismillah

Saranjana I'm In Love

#part_3

#by: R.D.Lestari

Saat mereka melewati beberapa lampu, siluet bayangan wanita tampak samar di bawah temaram lampu.

"Dod, apa kamu lihat cewek di sana?" tunjuk Umar. Dodi mengangguk ragu.

"Kita tolongin, yuk,"

"Jangan Bang, ingat kata Ibu tadi, jangan pernah keluar dari mobil apapun yang terjadi," cegah Dodi yang perutnya sudah mulai membaik.

"Kasihan, Dod, kayaknya dia nunggu dan butuh tumpangan," Umar mulai keras kepala.

"Bang, kita ini berada diantara hutan lebat, mana ada penduduk di sini, Bang. Yakin itu bukan wanita asli,"

Umar tak bergeming, ia kemudian menepikan mobilnya. Dodi terkesiap dan tangannya tiba-tiba mencekal tangan Umar saat akan membuka pintu mobil.

"Ba--bang, li--liat ... i--itu ...," suara serak Dodi terdengar bergetar dan tangannya menunjuk ke arah gadis yang sedang berdiri menunggu.

Gadis itu perlahan mengawang, menciptakan jarak dengan tanah. Rok coklat yang di pakainya menyibak dan nampak kaki putih pucat yang tak menapak. Perlahan, kepalanya bergerak dan mengangkat wajahnya yang semula menunduk.

Seperti Dodi, tubuh Umarpun bergetar. Keringat dingin mulai mengucur. Tangan kanannya susah payah ia gerakkan demi untuk memutar kunci mobil agar bisa segera pergi dari gadis yang wajahnya mulai kelihatan.

Sekitar mata menghitam dengan tatapan tajam dan wajah pucat. Bibirnya perlahan menyunggingkan senyum sinis dan rambutnya berkibar tertiup angin.

Perlahan tangannya mengangkat dan menunjuk ke arah Umar. Kuku-kuku panjang menghiasi tangan putih dan ia membuka mulutnya.

Sayangnya, Dodi dan Umar seperti terhipnotis, tak mampu bergerak sama sekali.

Mulut mungil itu perlahan menganga hingga mengoyak wajahnya, memamerkan gigi tajamnya yang bak mata pisau yang siap mengunyah makanannya.

Darah mengalir deras diantara pipi yang terkoyak. Lengkingan menyayat hati membuat jantung Dodi dan juga Umar berdegup kian kencang.

Dari dalam mulut belatung sebesar jempol orang dewasa keluar dan berjatuhan, begitu pun cacing dan lintah, juga kelabang yang ukurannya besar-besar.

"Ba--Bang, nyebut Bang, minimal baca bismillah, mu--mudah-mudahan ki--kita bisa keluar dari sini!" suara Dodi seketika membuat Umar tersentak dan mengucap asma Allah berulang kali.

Gadis itu semakin mendekati Dodi dan Umar yang saat itu mulai mengucap doa yang mereka ingat.

Slappp!

"Aaaaaaa! ma ... ti! ba... ji ... ngan!"gadis itu terbang dan menempel di kaca mobil depan dengan bola mata yang amat besar, hampir saja keluar dari tempatnya, lidahnya yang panjang dan berdarah menyapu kaca dan binatang melata mengerikan perlahan berjatuhan. Desisan peringatan keluar di balik lengkingan mengerikan yang bukan saja membuat bulu roma berdiri, tapi jantung yang berpacu semakin kencang.

Beruntung bagi Umar dan Dodi, di detik-detik mengerikan itu mobil bisa hidup dan sontak Umar menginjak pedal gas. Sembari berpegangan, gadis itu terkekeh dan membiarkan tubuhnya terbawa derasnya angin dan masih menempel di mobil.

Dodi yang ketakutan memejamkan mata. Seketika itu juga wajah anak dan istrinya kembali terbayang. Membuat semangatnya bangkit untuk terus berdoa dan meminta perlindungan dari Sang Maha Pemberi Kehidupan. Ia hanya ingin pulang kembali ke rumah dan memeluk orang-orang terkasih.

Bibirnya semakin kencang mengucap Asma Allah, dan bertepatan saat ia mulai membuka mata, perlahan pegangan gadis itu merenggang dan begitu saja lepas. Ucapan alhamdulillah begitu saja meluncur jelas di bibir kedua lelaki dewasa yang saat ini di dera rasa takut yang teramat sangat.

Deru napas memburu perlahan mereda disamping dada yang naik turun karena menahan sesak yang teramat sangat. Peluh mengucur deras di sela anak rambut yang basah.

Umar mengusap peluh dengan tangan gemetar, pandangannya sempat mengabur tapi kini perlahan kembali jelas. Dodi masih terus komat-kamit mengucap doa, walau debaran jantungnya kini mulai kembali normal.

***

Di mobil lain, Asep dan Tohir sempat terheran melihat mobil Damar yang meliuk-liuk di jalan bagai tanpa kemudi, terkadang keluar jalur, tapi anehnya tak satupun mobil yang berlalu lalang tertabrak dengannya.

Padahal, banyak mobil-mobil truck berisi batubara yang datang dari arah berlawanan.

"Se--sep! Asep!" dengan suara bergetar, Tohir mencekal tangan Asep yang sedang fokus di jalan.

"Apaan sih, Pak? saya sedang nyetir, nih," ketus Asep yang merasa terganggu.

"Tuh mobil-mobil yang lewat pantes ga numbur Umar,"

"Pantes kenapa, Pak?mobil Umar juga udah normal, tu," sahut Asep cuek.

"Sep, loe lihat ini ke samping, tu mobil kagak ada pengemudinya," Tohir menatap Asep dengan raut ketakutan.

Asep bergeming dan seolah tak percaya, saat sebuah mobil truck pasir yang kosong muatannya lewat, ia sengaja menoleh dan ...

"Wuahh gilaaa ! mobil ha--hantu!" pekik Asep saat melihat dengan jelas mobil yang lewat benar-benar kosong tak ada pengemudinya.

"Ya Allah, kita di mana sebenarnya?" desis Asep ketakutan.

Belum sempat Asep dan Tohir menghilangkan rasa takutnya, tiba-tiba kabut tebal menyelimuti mobil mereka. Jarak pandang di perkirakan hanya beberapa meter saja membuat mereka di cekam rasa takut yang teramat besar.

"Ce--cepat telpon Do--Dodi, Pak! kita menepi sekarang!" ujar Asep dengan tubuh yang gemetar hebat.

Tohir mengangguk. Susah payah ia menelpon temannya, rasa takut kian merajai pikirannya, disamping bulu di sekujur tubuh yang meremang.

["Dod! suruh Umar menepi sekarang juga!"] titah Tohir dengan nada penuh penekanan.

["Baik, Pak,"] hanya itu yang keluar dari mulut Dodi. Tohir menyimpulkan bila temannya itu juga mengalami nasib yang sama seperti mereka, terbukti dari suaranya yang bergetar.

Jempol Tohir kembali lincah bermain di atas layar. Mencari nomor kontak Jodi yang di aplikasi berwarna hijau.

["Halo, Jodi, kau baik-baik saja,"]

["Ha--halo ... Pak .....,"]

["Aaaaaaa!"]

***

Jodi berdecak geram kala melihat mobil di hadapannya yang semula bergerak pelan kini melaju dengan teramat kencang.

Matanya yang saat itu sempat mengantuk terbelalak seketika saat melihat di spion ada yang menempel seperti seorang wanita berpakaian putih dengan wajah rata yang rambutnya berkibar.

Dada Jodi bergemuruh hebat. Ekor matanya tak bisa lepas dari pemandangan mengerikan di belakangnya.

Drrrt-derrrt!

Fokusnya terpecah saat suara dering dari kantongnya mengalun cukup kencang.

Dengan susah payah Jodi meraih benda pipih yang kini sudah berada tangannya.

Baru saja ia menjawab panggilan dari ujung sana, tiba-tiba ...

Duk-duk-duk!

"Astaghfirullah!"

Makhluk yang tadi menempel di belakang mobilnya, ia rasakan merangkak di atas mobil, hentakan demi hentakan hingga mobil sempat bergoyang. Benda pipih yang tadi ia genggaman seketika terjatuh, bertepatan dengan wajah datar yang perlahan menampakkan wajah asli di balik rambut yang terurai panjang.

"Baaaaa!"

Seru makhluk itu dengan terkikik seolah mengejek Jodi yang wajahnya berubah tegang. Hanya memamerkan wajah rusak bernanah yang separuh telah menjadi tengkorak dengan belatung yang menggeliat di antara mata yang salah satunya hanya lubang dan hidung serta mulut yang menjulurkan lidah penuh darah, sedang tubuh masih diatas kap mobil.

"Aaaaaa!"

***

Saranjana I'm In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang