"Han...cepetan bangunin abang kamu. Arbin nanti katanya ada yang mau diurus. Sam juga harus berangkat lebih pagi."
Suara bariton lembut milik tuan Christopher Archandra Sutomo yang menggelegar itu menembus kesunyian pagi seperti biasa. Han atau Johan, yang namanya disebut hanya bisa menghela nafas pasrah. Padahal baru saja dia menginjakkan kakinya di dapur, namun harus rela kembali naik ke lantai dua untuk membangunkan para kakaknya yang kalau sudah tidur gonjang-ganjing bumi pun tak akan dirasakan.
Langkahnya pertama kali menuju ke kamar yang berada di dekat tangga. Kamar dengan papan nama bernuansa gelap hitam yang dihiasi beberapa stiker tengkorak dan stiker lainnya. Tanpa mengetuk, Han mencoba membuka pintu kamar kakak sulungnya. Bukannya tidak sopan, tapi memang kalau dia mengetuk pintu, bisa-bisa tangannya patah duluan.
Untungnya pintu tidak dikunci. Begitu pintu terbuka, suara musik rock yang tak kalah menggelegar dengan suara sang ayah langsung menyapa rungunya. Inilah alasan Han tidak mau mengetuk pintu. Karena kamar Arbin itu dipasangi peredam suara. Hal itu dilakukan setelah sang ayah pusing dengan protes tak berujung kakak keduanya yang mengaku terganggu dengan suara musik tidak manusiawi dari kamar si sulung.
"Loh... Han... Kamu ngapain disini?"
Arbin baru saja keluar dari kamar mandi masih dengan handuk yang menutupi kepalanya. Wangi sabun tercium menandakan kakak sulungnya itu baru saja mandi. Han bersyukur karena tidak perlu mengeluarkan tenaga dalam untuk membangunkan salah satu kakaknya.
"Disuruh ayah bangunin bang Bin. Katanya mau ada keperluan."
Arbin mengangguk.
"Iya. Mau nyelesein urusan daftar mendaftar."
"Ya udah. Aku mau bangunin bang Sam dulu."
Arbin mengangguk, lalu Han segera pergi melanjutkan tugasnya. Kini langkahnya menuju kamar yang berada hampir di sudut. Sebenarnya Han sedikit bingung dengan kakak keduanya itu. Katanya takut dengan segala yang berbau dengan horor dan kegelapan. Tapi malah memilih kamar di ujung yang jauh dengan kamar lainnya.
Lagi-lagi tanpa mengetuk, Han membuka pintu dengan papan berukiran nama Sam. Berbeda dengan kamar Arbin yang berisik, kamar ini sungguh kebalikannya. Benar-benar tenang. Jika kamar Arbin dan kamarnya beraroma wangi yang maskulin akibat parfum yang sering dipakai, kamar ini beraroma lebih lembut. Dan jangan lupakan, kamar ini adalah kamar paling rapi diantara kamar anak-anak Sutomo.
Han langsung mengambil remote untuk mematikan pendingin ruangan. Tak habis pikir dengan kakaknya yang tetap menyala AC padahal sendirinya juga memakai selimut tebal untuk tidur. Tangannya dengan cekatan mematikan lampu dan air purifier yang masih menyala. Lalu menyibakkan korden agar sinar matahari pagi segera memasuki ruangan.
"Euhh.. Han..."
Suara serak-serak manja itu menyapa pendengarannya. Terlihat gundukan dalam selimut itu keluar, mengulat seperti bayi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Home (SKZ)
FanfictionKeinginan Samudra tidak banyak. Dia hanya tidak ingin merepotkan ayah, bunda, dan saudaranya. Serta ingin memiliki keluarga utuh seperti yang lainnya. ▶️Cerita berpusat pada Samudra. ▶️Saya hanya meminjam tokoh. Tapi nama, ide, dan jalan cerita adal...