"Sudah siap?"
Lino muncul dari balik pintu. Dia menatap putra keduanya yang kini telah rapi dengan seragam sekolahnya. Rambut Sam yang memanjang dibiarkan saja. Disisir rapi dan ditata. Wajahnya yang pucat tetap nampak tampan dipandang mata.
"Kamu udah yakin sama keputusan mu?"
Lino menatap wajah Sam dari pantulan kaca. Jemari lentiknya mengusap bahu lebar sang putra. Tangan kanan Sam membalas usapan sang bunda.
"Yakin. Lagipula, aku baru disana beberapa bulan. Ndak bakalan ada juga yang kangenin aku."
Mungkin Sam ingin bercanda. Tapi Lino lebih dari sekedar tahu bagaimana perasaan anaknya.
Samudra keluar dari rumah sakit tepat satu Minggu yang lalu, setelah berada disana selama kurang lebih dua bulan. Ujian semester ganjil juga telah dia selesaikan dengan baik setelah berkonsultasi dengan pihak sekolah. Lino mencoba berbicara pada wali kelas Sam agar putranya itu bisa mengikuti ujian semester. Meski awalnya sang wali kelas hampir tidak mengijinkan karena khawatir pada nilai Sam.
Siswanya telah melewatkan banyak jam pelajaran selama perawatan di rumah sakit. Juga takut jika Sam kembali drop jika mengikuti ujian. Namun Lino tetap meyakinkan jika putranya tidak ada masalah pada pelajaran jika diijinkan mengikuti ujian. Dan yah... akhirnya Sam tetap bisa mengikuti ujian semester meskipun dalam perawatan.
"Aku yakin, bunda. Aku juga serius ndak apa. Aku ndak mau bikin repot orang lain lebih banyak. Lagipula kalau sekolah di rumah, aku bisa atur jadwalnya biar ndak tabrakan sama jadwal terapi juga, kan?" Ucap Sam lagi.
Lino mengangguk dan tersenyum. Dia memutar kursi roda Sam dan berlutut di depannya.
"Bun..."
"Kamu boleh berusaha keras, tapi jangan pernah coba-coba buat maksain keadaan. Ndak ada yang namanya merepotkan. Kamu masih anak ayah sama bunda dan tanggung jawab kami."
Sam mengangguk, Lino tersenyum manis dibuatnya.
"Bunda pengen banget meluk. Tapi takut nanti kena tangan kamu."
Sam menggunakan tangan kanannya yang sehat untuk menarik pelan tubuh bundanya. Dia juga ingin memeluk sang bunda.
"Makasih ya bunda... Makasih udah mau jadi bunda aku sama bang Arbin."
"Sama-sama. Makasih ya udah mau percaya sama bunda."
Pelukan itu bertahan hingga beberapa menit. Lino yang pertama melepaskan pelukan. Wanita itu berdiri dan segera merapikan kembali seragam putranya.
"Ayo ke depan. Ayah pasti udah nungguin."
"Iya bunda."
Lino mendorong kursi roda Samudra menuju ke depan. Ada Chris dan Arbin yang sudah menunggu sambil memanasi mesin mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Home (SKZ)
FanfictionKeinginan Samudra tidak banyak. Dia hanya tidak ingin merepotkan ayah, bunda, dan saudaranya. Serta ingin memiliki keluarga utuh seperti yang lainnya. ▶️Cerita berpusat pada Samudra. ▶️Saya hanya meminjam tokoh. Tapi nama, ide, dan jalan cerita adal...