Lagi dan lagi...terbangun dalam ruangan serba putih berbau obat yang sangat Samudra benci. Apalagi dengan jarum infus yang menancap di tangan kanan, serta selang oksigen yang membantu pernapasannya. Tubuhnya begitu lemas tanpa tenaga. Hal-hal seperti ini yang terkadang membuat Sam merasa hidupnya sungguh merepotkan. Tapi mengingat perjuangan mamanya hingga berkorban nyawa, Sam merasa sangat berdosa.
Jam digital di atas menunjukkan pukul tiga dini hari. Pantas saja udara terasa lebih dingin dan suasana sangat sepi. Memandang atap kamar rawatnya, Sam menerawang apa yang terjadi hingga dia bisa berakhir disini. Seingatnya, setelah makan malam, dia tidur ditemani oleh sang bunda. Pagi-pagi, perutnya terasa mual hingga memuntahkan seluruh isi perutnya hingga tak ada lagi yang bisa dikeluarkan. Setelah itu, Sam tidak lagi mengingat apa yang terjadi.
'Kangen ayah...'
Biasanya, setiap kali dia terbangun di kamar rawatnya di rumah sakit, orang pertama yang dia lihat adalah ayahnya. Memang tidak setiap saat, tapi lebih sering sang ayah. Ayahnya yang sibuk akan selalu meluangkan waktu untuk menjenguknya terlebih dulu meskipun nanti akan kembali bekerja dan akan meninggalkannya bersama Arbin atau Han.
Tapi kini...tidak ada siapa-siapa dalam kamar rawatnya. Hatinya merasa sedih dan tiba-tiba merindukan ayahnya. Arbin juga tidak ada disini untuk menemaninya. Abangnya itu pasti masih marah padanya. Sam tidak menyukai suasana yang terlalu sepi seperti ini. Membuat suasana hatinya juga ikut berdrama. Belum lagi, ayahnya belum bisa dihubungi sampai sekarang.
Sam rindu suasana rumahnya di Jakarta. Rindu kamar yang menjadi saksi bagaimana kesehariannya yang biasa-biasa saja. Tempat dia bisa menunjukkan bagaimana perasaannya yang sesungguhnya. Sam juga merindukan sarapan yang dibuat oleh ayahnya. Rindu bagaimana Arbin selalu mencibir masakan ayahnya yang kadang hambar atau terlalu asin. Rindu Han yang hanya tertawa bersamanya ketika ayah dan Arbin berbuat konyol.
Disini ada bunda Lino dan saudaranya yang lain. Tapi Sam yang terbiasa dengan ayahnya tetap merasa berbeda. Sam tetap memiliki rasa sungkan karena tahu Lino adalah ibu tirinya. Dengan saudara yang lainnya pun begitu. Tetap ada batasan yang dibuatnya. Lebih tepatnya, Sam membatasi dirinya sendiri.
"Loh Sam... Udah bangun..."
Suara pintu terbuka terdengar sebelum suara lembut lainnya menyapa gendang telinga. Lino datang membawa tas kresek kecil entah berisi apa, langsung bergegas menghampiri putranya. Kresek yang dibawa ditaruh atas meja. Tak lupa sanitizer dipakai setelahnya.
Lino mengambil duduk di sebelah ranjang. Sam melirik sang bunda. Tanpa banyak tanya tangannya menghapus sisa air mata. Ingin bertanya tapi diurungkan. Sam lebih butuh semangat dan dukungan.
"Minum dulu ya?"
Anggukan kecil diberikan. Lino kembali berdiri dan membantu Sam untuk sedikit bangun, lalu memberikan minum yang telah diberi sedotan agar lebih mudah. Setelah selesai, Lino kembali mengatur posisi putranya agar lebih nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Home (SKZ)
FanfictionKeinginan Samudra tidak banyak. Dia hanya tidak ingin merepotkan ayah, bunda, dan saudaranya. Serta ingin memiliki keluarga utuh seperti yang lainnya. ▶️Cerita berpusat pada Samudra. ▶️Saya hanya meminjam tokoh. Tapi nama, ide, dan jalan cerita adal...