Rinai hujan mulai membasahi tanah dan rumput di kawasan sekolahnya. Sesekali suara petir terdengar. Namun Sam tidak menghiraukan karena telinganya kini tersumpal earphone yang kini tak lupa dibawanya. Kelas mulai sepi karena bel telah berdentang sepuluh menit yang lalu. Siswa yang masih menunggu redanya hujan memilih di kelas sambil bermain hape atau sekedar bergibah ria dengan temannya.
Sam sendirian. Tak masalah. Sendiri lebih baik baginya. Sejak peristiwa dia pingsan tempo lalu semakin banyak yang menjauhinya. Sebagian karena hasutan Lia yang memang menyukai Nakula dan tak terima jika Nakula dipersalahkan atas sakitnya dirinya saat itu. Padahal dia tak menyalahkan siapapun. Entah siapa yang menyebar berita hingga salah paham seperti ini. Bangkunya yang dulu paling depan juga sekarang ditempati oleh siswa lain. Sam akhirnya mengambil bangku paling belakang meski dia tak dapat melihat jelas tulisan di papan tulis.
Siapa yang bilang asal modal tampang, semua bisa dilakukan. Nyatanya tidak demikian. Sam yang gantengnya diatas rata-rata saja tetap disingkirkan karena tak bisa apa-apa. Tapi bagi Sam itu semua tak masalah. Dia tidak butuh teman bermuka dua atau sejenisnya.
Tepukan di dapat dan Sam menoleh pada Sannan, si pelaku.
"Ndak pulang?" Tanyanya.
"Eum...nunggu reda." Balas Sam sambil melepas salah satu earphone yang dipakainya.
"Mau bareng? Aku bawa mobil."
"Ndak usah. Nanti ngrepotin."
"Apa sih...orang rumah kita juga searah."
Ya, rumah Sannan memang searah dengan rumahnya. Tapi rumahnya masih satu blok dengan rumah Sannan.
"Kelamaan mikir, keburu ujan deres nanti malah ndak bisa pulang."
Sannan langsung menarik tangan Sam yang tak bisa dicegah olehnya. Sempat melirik, ada yang memandang mereka dengan pandangan mencibir dan sinis. Sam tidak peduli, dia memilih menunduk dan mengikuti Sannan. Hujan masih gerimis dan awan diatas terlihat makin gelap. Bisa dipastikan akan turun hujan lebih deras. Adik-adiknya memang pulang lebih dulu karena ada kerja kelompok dan urusan masing-masing. Mau minta jemput Arbin juga tak mungkin. Kakaknya ada kelas di jam sekarang. Mungkin ikut Sannan bukan keputusan yang buruk.
Di sekolahnya, siswa memang diperbolehkan membawa kendaraan pribadi seperti mobil asal sudah memiliki surat izin mengemudi. Selain itu, sebenarnya juga ada bus sekolah. Tapi bisa sekolah biasanya ramai, dan Arbin tidak mengijinkan Sam menaikinya. Dia tahu adiknya tidak suka keramaian.
Hanya hening menemani sepanjang perjalanan. Sannan bukan orang yang banyak bicara, begitupun dengan Samudra. Remaja itu banyak mendengar jika sebenarnya teman-teman sekelasnya tidak begitu setuju Sannan menjadi ketua kelas. Mereka inginnya Nakula saja. Namun karena Nakula sudah cukup sibuk dengan OSIS, makan remaja pendiam itu adalah satu-satunya kandidat yang cocok. Lagipula, Sannan juga pilihan Nakula dan wali kelas mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Home (SKZ)
FanfictionKeinginan Samudra tidak banyak. Dia hanya tidak ingin merepotkan ayah, bunda, dan saudaranya. Serta ingin memiliki keluarga utuh seperti yang lainnya. ▶️Cerita berpusat pada Samudra. ▶️Saya hanya meminjam tokoh. Tapi nama, ide, dan jalan cerita adal...