KATAKAN DENGAN CINTA

14.4K 1.3K 35
                                    


"Assalamualaikum,” salam Dita ketika ia baru saja masuk ke dalam rumah orang tuanya sambil membawakan kue bolu talas kesukaan ibunya itu.

"Waalaikumsalam... Eh, Dit kamu tumben ke sini. Ayo masuk-masuk,” sambut Bu Siska tersenyum kepada putri sulungnya itu.

"Tadi abis beliin kemejanya Mas Fahri terus sekalian aja mampir ke sini, Ma,” ucap Dita sambil menaruh dus kue itu di atas meja dan duduk di sofa bersama ibunya kemudian pandangannya melihat-lihat ke sekitar rumahnya yang kelihatan sepi.

"Kok sepi, Ma?"

"Ya iyalah. Bapak kamu kan ada di koperasi. Feby juga sekolah. Ya, sepi,” jawab Bu Siska beranjak dari duduknya untuk mengambilkan piring dan pisau.

"Bukannya Mama bilang kemaren Anas nginep di sini?" tanya Dita lagi.

Bu Siska tak langsung menjawab meskipun ia mendengar pertanyaan dari anaknya itu di dapur. Ia segera berjalan kembali ke depan membawa piring, garpu, dan pisau untuk kue bolu talas yang dibawakan oleh Dita itu.

"Iya, Anas tuh sempat pulang sambil bawa koper. Mukanya tuh, keliatan sedih banget, Dit. Murung aja gitu... Bahkan sering keliatan bengong. Kalau ditanya apa ada masalah, selalu aja ga jawab. Bilangnya ga ada, gitu,” ucap Bu Siska jadi mengeluarkan semua kegelisahannya selama ini.

Sambil mendengarkan, Dita pun membantu ibunya memotong kue yang di bawanya.

"Waktu itu Agastya aja sampe nyamperin Anas ke sini, tapi Anas lagi liburan sama temen-temennya."

"Liburan?"

"Ya mungkin dia lagi ada masalah, Dit. Tapi nak Agas bilang kalau Anas ternyata sudah izin, cuma dianya yang telat bacanya,” jawab Bu Siska tiba-tiba membuat Dita menaruh pisaunya tak habis pikir.

"Anas tuh kebiasaan deh. Emang dia manja aja sama Mama. Apa-apa pulang, kalau ada masalah bukannya diselesain berdua malah kabur. Giliran ditanya ga jawab,” omel Dita kesal. Ia merasa adiknya itu memang sedang berbuat ulah karena ucapannya saat sebelum pernikahan itu terjadi.

"Dita... Kita kan ga tahu yang terjadi sebenernya di sana. Mungkin memang ada masalah, tapi kita ga bisa nyalahin Anas atau belain Anas. Kita liat juga dari pihak mereka, Dit... Kita harus melihat masalahnya dari dua sisi,” jawab Bu Siska menjelaskan pelan-pelan.

"Ya tapi, Ma... Anas tuh kaya anak kecil. Emangnya Dita ga pernah ada masalah sama Mas Fahri? Emangnya pernah Dita pulang atau kabur kalau lagi ada masalah sama Mas Fahri? Harusnya Anas tuh bisa berpikir dewasa. Apalagi udah punya anak yang harus dia urus."

"Dita... Kamu nih. Setiap rumah tangga itu kan berbeda. Masalah masing-masing rumah tangga dan penyelesaiannya pun pasti beda-beda, Dit... Lagian kamu ga perlu terlalu khawatir. Anas udah telepon mama kalau dia udah di rumah nak Agas lagi,” ucap Bu Siska pelan-pelan menjelaskan lagi.

Dita menghela napas panjang kemudian menaruh perhatiannya pada kue. Tiba-tiba ia khawatir, masalah apa yang terjadi?

"Nanti Dita main deh kesana, Ma,” ucap Dita yang disetujui oleh anggukkan kepala Bu Siska.

***

Begitu Anastasia masuk ke dalam kamar Renata, perempuan setengah baya itu mengisyaratkan Anastasia untuk duduk di sofa kamar tersebut.
Jadi, dengan kaku akhirnya Anastasia berhasil duduk di sana. Baru saja mulutnya ingin bersuara, tiba-tiba Renata sudah membuka suaranya lebih dulu.

"Anas, kamu tahu... Kemarin bisa saja Mama telepon atau menemui keluarga kamu untuk bicarain masalah yang terjadi di rumah ini dan menyelesaikan secara kekeluargaan,” ucap Renata menatap Anastasia dalam-dalam. Namun Anastasia kembali menundukkan kepalanya dengan rasa bersalah.

JATUH UNTUK MENCINTAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang