TESTPACK

15.9K 1.5K 48
                                    

"Arini ... Cucu yang selama ini ga dekat dengan papa aja kelihatan sayang sekali sama Papa," ucap Adam setelah selesai tahlilan di rumah mereka dan mulai mengistirahatkan dirinya sejenak bersama Tio dan keluarganya.

"Walaupun anakku ada di Indonesia, belum tentu dia mau mencium jenazah kakeknya," lanjut Adam tak habis pikir. Pandangannya kosong, dan pikirannya masih tak bisa lepas dari kejadian hari ini yang begitu menyentuh hatinya.

Sementara Tyas tak berkomentar apa-apa. Ia hanya diam sambil menyenderkan tubuhnya di sofa karena kelelahan.

"Itu kan karena Agastya yang menyuruh," sahut Tio dengan santai.

"Tetep aja, aku juga ga mau anakku terlalu dekat sama orang yang sudah mati. Apalagi sampai dicium," sahut Hilda sambil memeluk putra kecilnya yang sudah tertidur di pangkuannya.

Adam melirik kedua orang itu sejenak dan tak mau menanggapi lagi. Ia sudah malas berdebat malam ini.

"Aku mau istirahat sekarang, besok pagi sudah harus pergi ke Semarang," sahut Tyas beranjak dari duduknya.

"Ke Semarang? Besok kan masih ada acara tahlilan papa, Yas," sahut Adam.

"Yang penting kan aku sudah hadir di tahlilan pertama. Lagian besok ada meeting penting di Semarang sama investor dari Jerman," jawab Tyas sambil berjalan menaiki tangga menuju kamarnya dulu sebelum ia memiliki apartemen sendiri.

Adam menghela napas panjang dan menyenderkan kepalanya lagi di sofa.

"Kalau gitu, aku juga pulang ya. Kasian Dika sudah tidur," ucap Tio beranjak dari sofanya bersama sang istri dan juga anaknya.

Mereka berpamitan kepada Adam yang sepertinya tak akan pulang ke rumahnya malam ini. Toh istri dan anaknya masih berada di Amerika.

"Mas Tio," panggil Adam sebelum Tio benar-benar keluar.

"Apa?"

"Hak warisan bagian Arini, jangan diganggu. Meskipun aku yakin Arini ga terlalu membutuhkan saat ini karena kekayaan Agastya, tetap saja itu hak Arini. Terserah mereka akan disimpan atau disumbangkan, dan itu  amanah dari Papa," sahut Adam menegaskan.

Tio hanya berdecak kesal tanpa mengatakan apa-apa, kemudian kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan rumah tersebut.

***

Pelan-pelan Anastasia membuka matanya dengan suara-suara yang memenuhi telinganya. Tubuhnya terasa sangat lemah dan kepalanya sedikit sakit.

"Pa... Mama kok belum bangun?"

"Biarin Mama istirahat ya, sayang. Kasian Mama kecapean."

"Gas, ini udah sejam lebih. Apa ga sebaiknya kita bawa ke rumah sakit? Atau minimal telepon dokter?"

"Tenang aja, Ma. Denyut nadi Anas normal kok. Suhu badannya juga normal. Anas cuma kecapean aja."

JATUH UNTUK MENCINTAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang