Surat 5

166 27 10
                                    

(Andam's PoV)
*
*
*

Selamat pagi.
Selamat menyambut bulan Kemerdekaan.
Jangan lupa untuk ikut keseruan lomba di sekolah, ya.
Kamu enggak akan bisa menemukanku untuk saat ini.

Mr. Leaf

Aku tersenyum lebar. Jadi, dia juga tahu kalau aku sedang mencarinya? Bagaimana bisa?

Beberapa hari terakhir, aku memang selalu menyelesaikan sarapan lebih awal sehingga bisa masuk ke kamar sebelum pukul enam. Namun, aku tetap tak bisa memergoki si pengirim surat daun. Harus dengan cara apa lagi agar aku bisa menemukan Mr. Leaf ini? Hm ... kalau dengan tidak membuka jendela, bagaimana? Mungkin aku bisa menemukannya.

Aku menemukan Kanala tidak sendiri di depan pagar. Dua cowok yang salah satunya kukenal berada di belakang gadis itu. Dari seragam yang dipakai, mereka jelas murid sekolah kami. Ah, kalau yang satunya Gema, berarti yang satu lagi si Yodha itu, ya? Mereka anak Gang Purnama IV.

"Tumbenan rame-rame." Setelah menutup pintu pagar yang hanya setinggi pinggang, aku menyejajarkan sepeda di samping Kanala.

"Tau, nih. Dua makhluk ini tiba-tiba udah nongol di depan rumah sebelum aku nyamper kamu." Kanala melirik skeptis ke arah dua cowok di belakangnya.

"Mau barengan, Kan. Lagian kita searah. Masa enggak boleh?" Cowok dengan rambut agak keriting terpangkas rapi, menjawab.

"Pelit Kanala, tuh. Enggak bersyukur udah dianterin sama dua cowok ganteng seantero sekolah." Gema mendengkus--yang kupikir itu hanya cara cowok itu mencandai Kanala.

Kanala pura-pura muntah. "Ganteng dilihat dari bolongan sedotan."

"Kamu, tuh, dendam apa, sih, Kan? Dari dulu enggak pernah mau mengakui kegantengan kami." Kini, Cowok Keriting yang mendengkus.

Aku tidak salah menebak. Dari bordiran nama di kemeja bagian kanan, cowok keriting itu bernama Yodha. Yodhasukma Abintara. Ho ho. Namanya gagah sekali, tetapi tidak sesuai postur. Dia begitu kerempeng dan cukup tinggi. Hanya saja kalau dibandingkan dengan cowok satunya, jelas masih kalah. Gema memiliki postur yang selain tinggi juga cukup berisi. Jatuhnya terlihat gagah.

"Udah, udah. Ayo berangkat! Enggak mau Mang Aan keburu nutup gerbang, 'kan?" Aku mendahului mengayuh sepeda sekaligus melerai ketiga orang yang sangat intim dalam percekcokan.

Angin berembus menerbangkan helai-helai rambutku yang pagi ini hanya dikepang setengah, sedangkan yang setengah lagi dibiarkan tergerai. Aroma amis membaur dengan padi yang menguning sepanjang kami melalui jalan menuju sekolah. Tampak gerombolan telur keong berwarna merah muda menempel di dinding-dinding selokan yang memanjang sepanjang rute.

Gema dan Yodha menghentikan sepeda di depan pohon kresem. Otomatis, aku dan Kanala yang tepat berada di belakang mereka harus mengerem. Kedua cowok itu turun lalu mendekati pohon yang tampak sedang berbuah lebat. Gerombolan bulatan mungil berwarna merah tersebar di sepanjang ranting.

"Ngapain, sih? Mendadak berhenti bikin kaget tau!" Kanala memasang wajah sebal.

"Mau enggak? Lagi banyak, nih. Mumpung belum banyak yang ambil." Gema begitu lihai menaiki batang pohon, bersender di salah satu batang besar lalu mulai mencomoti buah kresem berwarna merah atau hijau kemerahan.

Biasanya, buah kresem sudah bisa dimakan jika kulitnya telah berwarna merah. Rasanya sangat manis dan unik. Yang warna hijau kemerahan juga sudah bisa dimakan, tapi agak ada efek sepat.

Yodha yang berbadan cukup tinggi hanya mengandalkan postur untuk mengambil buah di area yang mudah terjangkau.

"Masa kecil kurang bahagia!" Kanala mencebik, tapi tubuhnya juga ikut beranjak dan mendekati Yodha.

Leaf LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang