Surat 28

66 16 0
                                    


Sesuai estimasi, kereta api yang membawa Sagita sampai di stasiun kota tepat pukul sebelas siang. Lima menit lalu, dirinya sudah mengirim SMS kalau kereta akan sampai. Tidak berapa lama, balasan Andam muncul dengan sebuah foto.

Namanya Gema Sagara. Dia yang bakal jemput kamu. Kamu tunggu di depan loket tiket aja, ya.


Sagita hanya mengiyakan perintah Andam. Sembari menunggu, wanita itu menengok ke sana kemari untuk memindai isi stasiun. Perutnya cukup lapar karena sepanjang perjalanan tadi tak sempat mengemil apa pun akibat tertidur. Namun, karena harus menunggu orang yang menjemput, Sagita tak bisa beranjak ke mana-mana.

***

Chika menelusurkan tatapan kepada Gema yang baru keluar kamar dengan aroma semerbak. Rapi. Bahkan rambut terlihat masih basah. Tumben pula hari Minggu begini dia keluar rumah. Ke mana? Kencan? Laku emang omnya itu?

"Tumben keluar, Bang. Mau ke mana?"

"Jemput Sagita."

Sagita? Hm ... namanya enggak asing? Di mana aku pernah denger, ya?

Gema balik menelisik ekspresi Chika yang mengernyit, pertanda gadis itu sedang memikirkan sesuatu.

"Itu, loh. Kenalannya Andam yang mau ikut camping sama kami tanggal 18 nanti."

Tatapan Chika membulat. "O, iya. Dia."

"Makanya, otak, tuh, dilatih. Kerjain banyak soal biar mikir terus. Biar enggak pikunan." Gema meraih kunci motor yang tergantung di sisi lemari berisi piring-piring Bunda. "Abang berangkat dulu. Kalau Bunda tanya ke mana, bilang aja mau cari calon mantu."

Chika mencebik. Selalu saja omnya menyuruh belajar, belajar, dan belajar. Sampai bosan telinga Chika mendengarnya. Sejauh ini, gadis itu selalu menurut apa yang diperintahkan Gema. Buku latihan soal UN saja sampai tandas. Semua sudah dia kerjakan.

"Kayak yang laku aja, sih, Bang." Chika mendumal di sela-sela mengerjakan tugas kembali.

Gema tak jadi keluar padahal sudah di ambang pintu. Pria itu kembali masuk, mendekati Chika yang lesehan menghadap meja yang berteberan buku-buku latihan UN, lalu tangan kanannya menyentil dahi gadis itu.

"Aduh!" Gadis itu mendongak. "Abang, ih!"

"Kalau ngomong, jangan jahat-jahat amat. Enggak Abang kasih saku tau rasa kamu." Gema segera bergegas sebelum sang keponakan melemparinya dengan bantal sofa.

Sambil mengelus-elus bekas sentilan, gadis itu memberengut. Memang sudah dipastikan kalau omnya tidak berperichikaan.

Mereka memang Tom and Jerry-nya Bunda Ayu. Heran. Antara om dan keponakan, kok, susah sekali akur.

***

Sesuai petunjuk dari Andam, Gema langsung menghampiri loket tiket untuk mencari wanita bernama Sagita. Langkahnya terhenti saat menemukan seorang wanita duduk mendekap ransel yang cukup besar dengan muatan penuh. Dari baju dan celana yang dipakai, penampilan wanita itu sangat mirip dengan foto yang dikirim Andam.

Apa dia?

Gema mendekat perlahan sembari terus mencocokkan sisi wajah wanita itu dengan foto dalam ponsel. Benar. Ini yang namanya Sagita.

Ketika jarak hanya menyisa beberapa sentimeter, tepatnya Gema berdiri di sisi kanan agak ke belakang, pria itu menepuk lembut bahu Sagita.

"Oh?" Ketika menoleh dan menemukan Gema dengan senyum di belakangnya, Sagita segera mencocokkan sosok pria itu dengan foto yang dikirim Andam. Sama.

Leaf LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang