Surat 27

72 16 0
                                    


(Andam's PoV)
*
*
*

Selamat pagi.
Bagaimana hari ini?
Jangan lupa bersenang-senang!
Setelah libur panjang, kita akan menjadi anak kelas XII.
Hari-hari akan jauh lebih merepotkan dari sebelumnya.
Tetap semangat dan selalu tersenyum, ya.

Mr. Leaf

Padahal, Mr. Leaf tak pernah memberikan kalimat-kalimat manis atau romantis. Namun, kenapa aku selalu sukses tersenyum-senyum setiap membaca pesan pagi hari dari sosok ini? Aneh. Apa aku mulai gila karena seseorang yang tak pernah kutahu?

Kring! Kring!

Aku bergegas menutup jendela dan menyimpan surat daun ke dalam laci meja; Meraih ransel yang menggeletak di atas ranjang; Beranjak keluar dengan tidak lupa menutup pintu kamar lalu menutup pintu utama.

Dahiku mengernyit saat melihat keranjang sepeda Kanala yang tidak hanya berisi ransel. Karton yang tergulung ... apa isinya?

"Kamu bawa karton buat apa, Kan?" Aku menaiki jok, berada persis di samping Kanala.

"Spanduk."

"Hah?"

"Ini bentuk totalitas seorang sahabat." Dia mengerling. "Yuklah, berangkat! Biar enggak ketinggalan." Kanala mengayuh pedal. Sepedanya meluncur duluan membelah jalanan gang.

Aku mengekor, membiarkan Kanala memimpin. Aku tak begitu ingat rute menuju stadion kabupaten. Karena tak satu pun dari kami bisa mengendarai sepeda motor, maka aku dan Kanala sepakat bersepeda menuju lokasi turnamen sepak bola sekabupaten yang ke-30. Seingatku tidak begitu jauh. Kemarin Kanala bilang kalau waktu tempuhnya bisa 45 sampai 50 menit. Lumayan untuk membakar kalori pada Minggu yang semringah.

"Kita lewat jalan tikus, Kan?" Aku berteriak agar Kanala yang melaju di depan bisa mendengarnya.

"Iya. Jangan lewat jalan raya. Rame. Males aku jubel-jubelan sama pesepeda motor dan angkot."

"Lebih cepet enggak, nih?"

"Lebih cepet. Tenang aja. Kita, kan, udah punya tiket. Enggak perlu ikut ngantre nanti. Tinggal masuk."

Aku mengangguk-angguk. Menyerahkan semuanya ke Kanala yang jago menghafal rute. Lagi pula, benar kata gadis itu. Berkat bekerja sama dengan Duo Tiang Listrik, kami mendapat tiket menonton final spesial. Yodha dan Gema mendapat tiket khusus dari pelatih untuk diberikan kepada siapa pun yang mau menonton final mereka. Karena Bunda Ayu dan Bunda Monica tidak bisa datang, jadilah kedua tiket itu diserahkan ke kami. Sekaligus sebagai balas jasa karena kami tak melewatkan sehari pun pertandingan mereka.

Bahkan, mereka tidak sesedih itu saat Bunda Ayu dan Bunda Monica tak datang menonton final.

"Mending enggak dateng. Percuma. Mereka enggak ngerti. Riweuh juga. Entar sibuk teriak-teriakin nama kita. Yang ada pecah konsentrasi." Begitu kata Gema kemarin lusa saat kami hampiri di ruang ganti setelah menaklukan tim SMANSA yang terkenal bermain kasar.

Seaneh itu mereka. Orang, mah, berharap banget ditonton sama orang tua ketika anak-anaknya melakukan pertandingan dan akan mengharumkan nama sekolah. Lah, mereka malah begitu.

Kanala berhenti di depan lahan yang sudah dijejali puluhan sepeda dan sepeda motor. Lokasi khusus untuk parkir para penonton turnamen. Rupanya, bukan cuma kami yang naik sepeda.

Setelah mengunci sepeda dan menyimpan kartu parkir, kami beriringan menuju stadion yang berjarak seratus meter dari lokasi penitipan kendaraan. Bahkan kami bergabung dengan beberapa teman satu sekolah yang juga ikut menonton. Sarah dan anak Mading lainnya yang bertugas meliput pun ada. Meski kami berbeda lokasi. Tentu saja. Anak-anak Mading yang liputan akan berada di sisi paling dekat dengan para pemain.

Leaf LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang