Surat 13

86 18 10
                                    

(Andam's PoV)
*
*
*

Sejak pagi, aku sudah mencari di sekitar rumah. Namun, tidak kutemukan satu ekor pun katak yang akan kami jadikan bahan pembedahan. Kalau begini, sudah pasti kami harus ke sawah. Biasanya, makhluk amfibi yang satu itu suka berkeliaran di sana.

Gema, ke sini!
Aku enggak nemu katak di sekitaran rumah. Kita harus cari ke persawahan.

Kukirim SMS ke Gema agar cowok itu datang. Setidaknya, kami harus mendapatkan satu ekor lagi meski Sarah bilang dia sudah mendapatkan satu ekor tadi pagi karena tidak sengaja menemukannya di dekat kolam ikan rumah. Kalau sampai katak punya Sarah hilang tiba-tiba saat hari H, bagaimana? Kan, gawat. Lagian tugas membawa katak, kan, jatuh ke aku dan Gema.

Ponselku kembali bergetar. SMS datang dari Gema.

Loh, kan Sarah bilang udah dapet.
Ngapain nyari lagi, sih?

Aku terkikik. Jelas saja dia menghindari momen mencari dan menangkap katak. Astaga! Aku malah ingin melihat bagaimana ekspresinya.

Buat cadangan.
Kita, kan, enggak tahu ujian apa yang menghadang di depan.
Siapa tahu tiba-tiba katak yang di Sarah hilang. Seenggaknya, kita masih punya satu.

Males, ah!

Aku coret, nih, dari daftar kelompok! Ajakin Yodha sama Kanala. Biar makin rame dam cepet ketangkep.

Au, ah!

Aku terbahak. Dasar cowok ini! Benar-benar antipati terhadap katak.

Tak lagi membalas SMS-nya, aku malah mengirim SMS ke Kanala dan Yodha. Dua anak itu langsung setuju menemaniku mencari katak di persawahan seberang jalan pintu masuk Gang Purnama II. Cukup dekat dari rumahku, jadi aku memilih yang di sana. Kalau harus ke persawahan dekat rumah Gema, jauh.

Setelah asar, Kanala dan Yodha datang duluan. Tumben akur. Mereka sampai berboncengan. Tidak berapa lama, Gema muncul sambil menekuk wajah. Bibirnya bahkan manyun beberapa senti.

"Yok, berangkat, Ndam! Biar enggak kesorean." Kanala berseru tanpa turun dari boncengan. Nikmat banget lagi sambil menyedot minuman di bungkus plastik. Dari warnanya yang shaby hijau, kemungkinan jenis minuman itu adalah milkshake alpukat. Salah satu minuman favoritnya.

"Bentar. Aku ambil sepeda dulu."

"Enggak usah!" Suara Gema menghentikan langkahku yang nyaris di depan pintu.

"Kenapa?"

"Boncengan aja biar cepet. Buruan!" Wajahnya masih terlihat bad mood.

Ingin rasa tertawa, tapi kutahan. Sudah habis dia kemarin kena bully Kanala.

"Sama kamu?" Aku mencoba mencairkan suasana hatinya.

"Sama Yodha. Tuh, di ban."

Kanala dan Yodha sama-sama menahan tawa saat melihat wajahku yang mencebik. Kenapa jadi marahin aku?

"Ya, udah. Aku ambil sepeda dulu." Ngapain bonceng ke orang kalau disuruh naik di ban? Kan, gelo.

"Ya, sama akulah, Andam." Gema tampak gemas.

Sejujurnya, boncengan tidak boncengan tidak berpengaruh, 'kan? Kalau mau cepat, ya, aku bisa ngebut.

Gema turun dari sepeda lalu menghampiriku. Tanpa permisi, salah satu tangannya meraih pergelangan tanganku untuk mengikuti langkah cowok itu.

Leaf LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang