Surat 10

105 20 11
                                    

Malam menjelang pukul delapan, Andam sudah bersiap dan sedang menunggu kedatangan Kanala di ruang tamu. Tampilannya masih sesimpel saat remaja dengan memadukan celana berbahan denim di bawah lutut dan T-shirt bersablonkan gambar Tweety. Tidak lupa melapisi dengan jaket jeans yang warnanya sudah cukup pudar karena sering dipakai. Toh, mereka hanya akan makan di kedai mi. Tidak perlulah penampilan yang aneh-aneh apalagi bling-bling.

Pak Cakra yang baru saja menandaskan teh tawar, kini beranjak menghampiri Andam dan duduk di sofa seberang wanita itu. Menatap lekat ke gaya berpakaian putrinya yang benar-benar sederhana.

"Mbok, ya, dandan sedikit feminin, toh, Ndam. Mau malam mingguan, kok, cuma pakai kaos sama celana belel begitu." Pak Cakra memperhatikan dari atas sampai bawah penampilan Andam. Menggeleng tidak habis pikir saat menemukan kakinya hanya beralas sandal jepit.

"Begini lebih nyaman, Yah. Lagian enggak pergi jauh-jauh. Cuma makan mi di G&C." Memangnya Andam harus berpenampilan bagaimana? Pakai gaun bling-bling? Sepatu hak tinggi? Riasan full colour? Big no! Bukan style Andam.

"Berangkat sama Kanala?"

"Sama siapa lagi memang? Temanku, kan, cuma dia di sini." Andam meringis. Meski bukan wanita pendiam, Andam memang tidak punya kawan seumuran di gang mereka. Atau memang mungkin Andam tidak menemukan teman lain yang lebih cocok dengannya selain Kanala.

Deru kendaraan bermotor terdengar berhenti di depan pagar rumah. Andam dan Pak Cakra beranjak; membuka pintu dan menemukan Kanala berjalan riang mendekati mereka. Bahkan style wanita itu tidak jauh berbeda: T-shirt berwarna hitam dengan tulisan Love You, celana denim belel yang panjangnya di bawah lutut sedikit, lalu sandal jepit Swallow yang tampak baru atau baru saja dicuci. Rambut Kanala yang sedikit berbeda. Agaknya, wanita ini mengalami sedikit perombakan hairstyle. Helai-helainya tak lagi sehitam arang, malah keunguan bercampur merah dan sedikit perak yang dibiarkan memanjang sepunggung.

Waktu Andam melihat pertama kali style rambut Kanala, wanita itu hanya bisa bergeleng-geleng.

Epik, sih, warnanya. Namun, jika Andam ditawari untuk melakukan hal yang sama, dia akan menolak keras. Baginya, rambut hitam dan tebal yang wanita itu miliki adalah dambaan kebanyakan perempuan. Jadi, tidak perlu diapa-apakan.

"Selamat malam, Pak Cakra." Kanala langsung meraih tangan Pak Cakra lalu mencium takzim.

"Malam. Ganti lagi, nih, rambut? Perasaan beberapa minggu lalu warnanya pirang."

Andam membelalak. Pirang? Bahkan wanita itu tidak segan memilih warna yang nyentrik. Kontras dengan warna kulitnya yang cenderung cokelat.

Kanala terkekeh. "Ganti gaya, dong, Pak. Bosen pirang mulu."

Pertemuan terakhir mereka beberapa bulan lalu, sebelum Andam kembali. Makanya, Pak Cakra cukup terkejut dengan perubahan Kanala.

"Kamu, sih, memang nyentrik, Kan."

Wanita itu terkekeh. "Kita mau pulang agak larut, nih, Pak Cakra. Dibolehin enggak?"

"Asal enggak ke tempat aneh-aneh."

"Siap!" Kanala memberi hormat. "Cuma di kedai G&C, kok."

"Andam pamit, Yah. Enggak usah nungguin Andam. Udah bawa kunci serep, kok." Andam memperlihatkan kunci bergantungan bola berwarna emas di tangannya.

"Ya, sudah. Hati-hati dan jangan macam-macam." Meski kedua wanitu itu telah berusia 28 tahun, tetap saja wanita. Salah pergaulan justru akan menyakiti mereka.

Setelah menyalami Pak Cakra, mereka mengendarai Scoopy yang dikemudian Kanala. Andam mengernyit bingung saat laju motor justru mengarah ke Gang Purnama IV.

Leaf LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang