"Mami masih belum memutuskan apakah beliau akan melalukan rangkaian pengobatannya atau membiarkan begitu saja makhluk itu menggerogoti tubuh." Sagita mendesah. "Tolong Mbak Andam bujuk Mami. Mungkin kalau Mbak Andam yang membujuk, Mami mau melakukan tindakan yang dipinta dokter."
Kalimat Sagita terus terngiang. Andam dan Gema masih tertahan di kafe. Ah, lebih tepat mereka menyilakan Sagita lebih dulu untuk menemui Marlian.
"Bagaimana bisa cinta anak manusia serumit itu?" Andam mendesah. Tatapannya terhunjam ke barisan aglonema yang berjajar di salah satu sisi kafe.
"Begitulah romantisnya Tuhan. Selalu punya cara tersendiri untuk mengukirkan cinta bagi setiap anak manusia." Gema sudah berpindah duduk menghadap wanita itu.
"Kamu tahu kenapa sampai hari ini aku belum memikirkan pernikahan?"
"Kenapa?"
Andam tak langsung menjawab. Tatapannya kini beralih keluar jendela. Jalanan mulai padat merayap di sana. Pekik klakson dari kendaraan beroda dua dan empat saling sahut. Beberapa pengendara tampak tak sabar dengan laju yang hanya berkisar 20 km/jam atau lebih lambat lagi. Beberapa lagi nekat menerobos antrean, salip sana salip sini, tak takut mati di arena jalan raya.
"Aku takut gagal, Gem. Aku takut seperti Ayah dan Ibu. Aku takut dengan perpisahan."
Gema meneguk ludah. Sedikit banyak bisa mengerti ketakutan wanita di hadapannya. "Kamu pernah pacaran? Pernah mencoba membangun sebuah hubungan?"
Kembali Andam menghela napas. Tatapannya kini jatuh ke cangkir kopi yang telah tandas. "Aku enggak pernah kepikiran untuk menikah. Jadi, sebelum terlanjur melukai orang, aku memilih untuk membatasi diri dari pergaulan dengan lawan jenis sehingga memutus kemungkinan aku menyukai satu di antara mereka."
Rumit. Kalau begitu cara berpikir Andam, bagaimana dengan rencananya?
Gema menggaruk kepala yang tak gatal. "Enggak perlu buru-buru. Tuhan udah kasih waktu tertentu kepada setiap hati kapan harus merasakan jatuh cinta. Enggak perlu dipaksa dan memang enggak akan pernah bisa dipaksa."
Ya, rasanya itu tanggapan yang cukup bijak.
Andam tersenyum simpul. Jawaban Gema tak salah.
"Cinta itu serta-merta, Ndam. Kita manusia enggak pernah bisa merencanakan untuk mencintai siapa. Tiba-tiba aja datang. Tau-tau aja suka. Semuanya kejutan." Gema membuang tatapan ke jalanan sekarang. Tampak dua pengemudi ojek online--terlihat dari jaket yang terpakai--sedang terlibat adu argumen.
"Kalau kamu?" Andam tak pernah mendengar kabar Gema sedang menjalin hubungan dengan seorang wanita. Bahkan saat mereka masih sekolah dulu, pria itu tak pernah menanggapi dengan serius deretan fans perempuan yang antre untuk dijadikan pacar.
"Aku?" Gema menoleh ke Andam sambil menunjuk diri.
"Kanala enggak pernah sekalipun cerita kalau kamu jalan sama wanita. Terlalu sibuk sampai enggak memikirkan menjalin hubungan?"
Jika alasannya terlalu sibuk, itu masuk akal. Selain membantu di Kedai G&C, Gema memiliki usaha lain; mengelola kanal YouTube yang memproduksi film-film pendek serta membuka jasa foto dan videografi untuk acara-acara spesial. Gema dan Yodha, mereka bekerja sama membangun usaha tersebut. Sangat bestie sekali mereka ini.
"Aku memang belum pernah menjalin hubungan dengan wanita mana pun."
"Karena?"
Gema tersenyum samar. "Aku sudah memiliki wanita impianku."
Andam membulatkan mata. "Serius? Siapa? Apa aku kenal dengan wanita itu?"
Sebuah berita menarik. Sungguh! Sejak dulu, Andam selalu penasaran dengan kisah hati pria itu. Tidak mudah menebak siapa gadis yang dia sukai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leaf Letter
RomanceAndam kembali. Wanita itu memutuskan untuk menebus kerinduan sang ayah yang dia tinggalkan sepuluh tahun lalu. Kepulangannya ke rumah tempat dia tumbuh hingga usia 18 tahun membuka kembali memori lama. Dari dalam kotak berwarna merah keoranyean, An...