Surat 33

77 14 0
                                    


(Andam's PoV)
*
*
*


Sesuai kesepakatan, aku duduk satu jok dengan Gema. Tidak masalah. Tidak ada larangan cewek duduk bersebelahan dengan cowok selama tidak neko-neko. Lagian, siapa yang mau bertingkah macam-macam? Guru yang mengawas setiap bus saja ada lima orang. Dua mengawas depan, dua mengawas belakang, dan satu mengawas bagian tengah. Kami diawasi dari berbagai arah.

Aku duduk sama Yodha.
Lebih tepatnya dipaksa duduk sama dia :'(

SMS Kanala muncul saat bus mulai berangkat dari area parkir sekolah. Berhubung kami berangkat malam hari agar sampai di Yogyakarta keesokan pagi, maka aku tak bisa membuka jendela bus. Hal paling menyenangkan dari melakukan perjalanan adalah memperhatikan panorama yang terlewati sepanjang bus membelah jalanan. Pohon-pohon yang kami tinggalkan. Bentangan sawah yang menghampar di sepanjang sisi kanan dan kiri jalan tol. Sungai-sungai dan jembatan yang kami lewati. Tak ketinggalan, hutan-hutan yang menemani tebing dengan jurang. Tidak jarang hati ketar-ketir saat melewati jalur yang cukup mencuatkan adrenalin.

Lumayan.
Kalau bobo, bisa sandaran ke bahunya.

Apaan!
Dari tadi dia ngusilin aku terus -_-

Tanda sayang

Pret, ah! :-(

Aku tak membalas lagi pesannya. Memilih menonaktifkan ponsel untuk menghemat baterai. Besok, seharian kami akan menjelajah lokasi-lokasi wisata. Kalau sampai baterai keburu habis, bagaimana aku bisa mengabadikan momen-momen seru di sana?

Belum jam tidur, jadilah bus ini ramai oleh celoteh para murid dan guru. Bahkan kudengar petikan gitar di bagian jok belakang. Aku dan Gema kebagian jok dua di area tengah. Satu dua murid hilir mudik untuk menawarkan camilan masing-masing. Meski kelas kami merupakan kelas yang baru dihimpun, soal kebersamaan, kami bisa dengan mudah menegakkannya. Kelas ini cukup asyik dan tidak begitu ketat dalam persaingan belajar. Tidak jarang kami saling berbagi sontekan untuk pelajaran-pelajaran tertentu. He he he.

"Kanala kena sial." Gema kembali. Sejak tadi, cowok ini sibuk membagikan camilan ke anak-anak IPA 5.

Seharusnya, aku ikut membantu. Namun karena malas bergerak, jadilah kuserahkam tugas itu kepada Gema.

"Mereka itu sepaket. Apalagi sekarang sekelas. Makin enggak bisa lepas." Aku menggeser sedikit tubuh untuk lebih mepet ke dekat jendela agar ruang duduk Gema lebih lapang.

Tangannya merogoh kantong plastik hitam tempat camilan kami tersimpan. Karena dia mengajakku duduk satu jok, maka saat kami membeli camilan sebagai bekal perjalanan study tour, aku menyarankan untuk menyatukan saja camilan kami ke dalam satu tempat.

Dia mengeluarkan sebungkus Taro ukuran besar lalu membukanya. Mencomot sebilah lalu mengangsurkan ke hadapanku.

"Kamu enggak mabuk kendaraan, 'kan?"

"Enggak, dong. Kamu tenang aja. Aku aman, damai, dan sentausa."

"Aku enggak mau ngurusin orang yang mabuk kendaraan." Tatapannya begitu sarkas.

"Dasar minim kepedulian!" Aku menyenggol rusuk cowok itu.

"Becanda." Dia terkekeh. "Mas Gema yang tampan ini akan mengurus Mbak Andam, kok. Tenang aja." Dia menaikturunkan alis.

"Cih! Sok banget."

Aku menengok jendela bus yang mengembun. Rupanya, di luar sana sedang gerimis. Pantas udara yang menusuk jauh lebih dingin.

Leaf LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang