Surat 25

76 16 0
                                    

(Andam's PoV)
*
*
*


Turnamen sepak bola kabupaten akan segera digelar. Otomatis, Yodha dan Gema akan lebih sering di lapangan. Bahkan keduanya sengaja izin tak ekskul drama demi memaksimalkan porsi latihan. Tentu saja, aku dan Kanala menjadi Tim Hore mereka kalau kebetulan jadwal latihan tak bentrok dengan ekskul kami.

Kalau tidak salah, turnamen mulai digelar selama libur panjang kenaikan kelas nanti. Sebuah keberuntungan untukku dan Kanala karena kami akan stay tuned di lapangan untuk melihat aksi mereka. Jauh-jauh hari, aku juga sudah menabung agar bisa membeli tiket masuk. Ya, minimal jangan melewatkan duel-duel yang akan dilakoni Yodha dan Gema.

"Tahun lalu, tim yang harus diwaspadai adalah tim sepak bola kecamatan tetangga." Kanala menunjuk sebaris nama SMA dari bukunya.

"Itu yang kemarin sparing sama kalian, 'kan?" Dengan pipet masih di mulut, aku melempar tanya sembari menatap bergantian Gema dan Yodha yang duduk di seberang meja.

"Selama ada kami, mereka enggak akan sampai di podium tertinggi." Yodha menaikturunkan alis. Kepercayaan dirinya memang terkadang sangat over. Untung didukung skill yang mumpuni.

"Halah! Jangan takabur jadi orang! Kena batunya tau rasa kamu." Kanala mengesampingkan buku berisi daftar tim sepak bola sekolah yang ikut Turnamen Sepak Bola Kabupaten ke-30. Gadis itu sedang menilai tim-tim mana yang akan mempersulit tim sekolah kami.

"Kalian jadi nonton, 'kan?" Sambil menyeruput kuah bakso, Gema bertanya.

"Jadilah! Aku sampai ngirit uang jajan biar bisa beli tiket." Tanpa aba-aba, Kanala menusuk sebutir bakso dari mangkuk Gema dan langsung melahapnya.

"Enggak celamitan juga ujungnya." Tangan Gema sudah di udara untuk melayangkan geplakan, tetapi tidak jadi.

Sekesal-kesalnya para cowok ini ke kami, mereka tak akan melakukan tindak kekerasan. Ya, paling cuma mengacak rambut atau menyentil dahi. Justru kami yang sering melayangkan geplakan, cubitan, bahkan jeweran.

"Satu doang, Gem. Jangan pelit-pelit sama cewek cantik." Kanala menyeringai tanpa dosa.

"Cuma orang yang matanya minus yang bilang kamu cantik."

"Sialan!" Kanala melempar pipet ke arah Yodha yang bisa dihindari dengan baik oleh cowok itu.

"Desas-desusnya beneran, deh." Aku menyela.

"Desas-desus apaan?" Kenala menengok kepadaku.

"Kelas XII nanti ada perombakan kelas lagi."

"Kubilang juga apa. Kan, kelas baru udah mulai dibangun. Udah mau kelar malah."

"Entar kalau kita sekelas, kamu duduk sama aku aja, ya, Ndam." Gema melobi.

"Kenapa begitu?"

"Biar aku gampang nyontekin Fisika sama Kimia." Dia menyeringai.

"Huh! Maunya!" Kulempar pipet ke arah cowok itu. Sayangnya, dia berhasil menghindar.

Bel berakhirnya jam istirahat berdering. Kami beranjak dari meja di depan kios bakso dan mi ayam setelah membayar pesanan masing-masing.

***

Sore ini, tim sepak bola kami akan sparing dengan tim sepak bola SMK sebelah alias tim sekolah Jati. Seperti biasa, aku yang datang paling akhir ke lapangan. Kali ini tidak sesulit kemarin untuk menemukan di mana Kanala. Tentu saja. Gadis itu sudah menyabotase tempat di dekat coach.

Dua sisi lapangan menjadi dua kubu yang sangat terlihat perbedaannya. Bahkan, gadis-gadis berseragam SMK pun banyak yang hadir. Jelas mereka sangat setia kawan untuk mendukung tim sekolah.

Leaf LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang