Juni Vs. The Boyz

451 217 65
                                    

*Kamar Juni (aku) mode rapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Kamar Juni (aku) mode rapi.

Seperti biasa pagi ini aku dikejutkan dengan teriakan Bang Jan yang sudah mendobrak pintu kamarku. "Woy, kebo. Bangun!"

Aku gelagapan bangun dengan jantung yang berdegup kencang akibat suaranya yang keras itu. Nyawaku belum seratus persen berkumpul. Dan sialnya, wajahku dilempari sarung apek miliknya.

"Bantuin Ibu jemur baju. Awas lo tidur lagi!" Ancam Bang Jan sambil meninggalkan pintu kamarku yang sengaja dibuka lebar-lebar.

Mataku mengerjap, mengumpulkan tenaga untuk bangun. Aku berjalan ke dapur untuk mengambil minum. Baru seteguk minum tiba-tiba Ibu menyuruhku untuk membantunya bersih-bersih.

Seperti inilah rutinitasku setiap hari sebagai anak perempuan satu-satunya di Keluarga Bulan. Semua pekerjaan rumah menjadi tanggung jawabku, sementara adik dan abangku hanya tahu caranya memberantakan rumah.

Ibu dan Bapak memperlakukan kami dengan cara yang berbeda walaupun kami lahir pada rahim yang sama. Dan terkadang aku selalu merasa dianaktirikan oleh mereka. Bagaimana tidak, Bang Jan adalah anak kebanggan Bapak, sementara Dek Ta adalah anak kesayangan Ibu. Kalau mereka membuat kesalahan di rumah, pasti aku yang selalu kena imbasnya.

Sepagi ini aku sudah melihat mainan bungsu terkapar di depan TV. Entah si pemilik pergi ke mana, yang jelas aku kesal karena Ibu terlalu memanjakannya dan menyuruhku untuk membereskan mainannya. Padahal waktu aku seusia Dek Ta, aku sudah bisa membantu bersih-bersih rumah.

Lagi-lagi si bungsu tidak ada di rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lagi-lagi si bungsu tidak ada di rumah. Terpaksa aku merapikannya sendiri sambil ngoceh-ngoceh tidak karuan. Sedari tadi Bang Jan sibuk wira-wiri keluar masuk rumah sambil membawa gergaji yang entah untuk apa. Aku membuntutinya menuju teras. Rupanya ia sedang disuruh Bapak untuk memotong ranting daun pohon mangga yang sudah mulai tumbuh lebat.

Sekelebat pandangan Bapak menoleh ke arahku. "Tumben anak Bapak yang paling cantik udah bersih-bersih. Biasanya masih molor," ucapnya menggoda.

"Dibangunin Bang Jan pakai sarung apeknya," ucapku sambil menyapu teras rumah yang penuh runtuhan dedaunan pohon mangga.

Gardenia Familia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang