Minor Problems

114 39 59
                                    

Hari ini aku sudah bisa bersekolah lagi. Keadaanku kian memulih. Ruam-ruam mulai tak terlihat, hanya menyisakan bekas cacar yang hampir mengering. Aku sudah tak sabar bertemu Serena dan teman-teman lainnya.

Pagi ini aku menunggu para gapreters di depan rumah Jansen. Rencananya, aku ingin mengejutkan mereka bahwa aku sudah sembuh. Sepuluh menit berlalu, para gapreters kian tak menampakkan batang hidungnya. Aku celingak-celinguk sekitar dan melihat Bu Ningsih keluar rumah untuk membuang sampah, "Jun, nungguin siapa?"

"Jansen," jawabku polos.

"Loh, Jansen sudah berangkat duluan tadi sama anak-anak. Kamu udah sembuh, Jun?" tanya Bu Ning.

Aku mengangguk singkat seraya berpamitan. Aneh, tumben sekali mereka berangkat lebih awal.

Akhirnya aku berjalan kaki sendirian ke sekolah. Setiba di kelas, Serena heboh menyambut kedatanganku. "Suamiku, Juni, akhirnya sekolah juga!"

Aku tergelak mendengar celotehannya. Tak lama Tisha datang memasuki kelas. "Jun, udah sembuh?" Tanya Tisha seraya memegang buku tulisnya.

"Udah, emang hari ini ada ulangan?" tanyaku penasaran melihat Tisha yang sibuk sendiri.

Tisha menaruh bukunya di kolong meja. "Enggak. Tadi gue habis dari kelas sebelah, pinjam catatan Geografi Leo."

Aku dan Serena bergeming saling bertatapan. "Jun, are you okay?" Bisik Serena saat Tisha sudah tak ada di dekat kami.

Aku mengangguk. "Mereka makin dekat ya, Ser?"

Serena menghela napas. "Nggak taulah. Sejak lo nggak masuk, dia banyak caper sama anak-anak gapreters. Gue tadi lihat mereka berangkat bareng. Kirain ada lo juga. Ternyata nggak ada."

Aku termenung. Rupanya karena ini mereka berangkat lebih awal. Perasaanku kian tak menentu selama pelajaran berlangsung.

Saat jam istirahat, aku menolak ajakan Serena untuk ke kantin bersama. Aku tak berselera makan. Lalu, sorot mataku tertuju pada Tisha yang sedang keluar kelas membawa tempat makan merah berukuran sedang. Ia tampak senang dan terburu-buru keluar kelas.

Tak ada kegiatan yang kulakukan selain menyenderkan kepala tepat di atas meja. Memejamkan kedua mataku untuk tertidur sejenak. Belum ada lima menit tertidur, siku tanganku tersenggol oleh anak laki-laki yang sedang berlari di dalam kelas hingga menjatuhkan buku yang kujadikan sebuah alas tidur. Aku tersadar dan segera memasukkan buku ke dalam tas.

Sebuah buku bersampul cokelat di dalam tas, dengan tulisan tangan berukuran kecil membuatku tersadar bahwa aku belum mengembalikan buku milik Andra. Aku bergegas ke kelasnya.

Namun, langkah kakiku terhenti tepat di depan pintu kelasnya. Biasanya aku selalu keluar masuk kelas mereka sesuka hati, tapi kali ini terasa asing. Sorot mataku tajam mengarah Tisha yang sedang duduk di kursi Leo dan sedang tertawa dengan para gapreters di sana. Hal itu membuatku mematung di depan pintu kelas X-5.

Kuurungkan niatku untuk mengembalikan bukunya. Aku membalikkan badan untuk kembali ke kelas. Nahasnya, kepalaku tertabrak salah seorang murid di kelasnya hingga membuatku merintih kesakitan. Leo yang saat itu sedang memandang arah pintu kelas, tiba-tiba menyadari kehadiranku di sana. "Juni?"

Aku gelagapan panik dan segera melemparkan buku tulis Andra ke anak laki-laki yang tadi menabrakku. "Tolong kasih Andra, ya," ucapku singkat seraya berlari meninggalkan kelas.

Nampaknya Leo menghampiriku, hanya saja aku sudah berlari jauh menuruni anak tangga. Aku tak berani menoleh ke belakang dan terus berlari menghindarinya.

Langkah kakiku mulai melambat. Sepertinya, Leo tak mengejarku lagi. Aku berpikir sejenak. Mengapa aku harus berlari menghindari mereka? Mengapa juga terasa kikuk di depan mereka? Aku terus memukul-mukul kepalaku dengan pelan dan kembali ke kelas.

Gardenia Familia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang