Indra berjalan mundur dengan wajah penuh keterkejutan. Ia langsung menyeret tanganku dan membawaku ke depan gapura Gardenia.
Rahangku menganga melihat Bang Jan dan Mbak Kiara sedang berduaan di warung Mang Ujang. Gawat, rahasia yang selama ini kututupi harus terbongkar oleh kelakuan mereka sendiri.
Aku garuk-garuk kepala mencari alasan yang tepat untuk menyanggah. Tapi rasanya, gapreters juga tidak akan percaya dengan sangkalanku karena sudah terbukti jelas Bang Jan dan Mbak Kiara saling berpegangan tangan.
"Cukup kita aja yang tau. Awas ya kalian--terutama Indra dan Jansen. Sampai kalian ember ke para orangtua. Habis lo berdua di tangan gue," ancamku menunjuk wajah Indra dan Jansen.
"Loh, kenapa emang? Kan malah bagus udah pacaran," Indra bingung.
"Mbak Kiara nggak dibolehin pacaran sama Om Abidin."
"Jadi selama ini mereka backstreet?" Sanggah Jansen.
"Iya. Ibu Bapak di rumah juga nggak ada yang tau. Cuma gue doang saksinya. Itu pun karena mereka ketangkap basah di depan gue. Kalau nggak, mereka juga bakal diam."
"Aneh, lagian Mbak Kiara kan udah gede. Kenapa masih nggak dibolehin pacaran ya?" Indra dengan segala pertanyaannya.
"Biasalah anak tunggal. Lagi pula Mbak Kiara kan harus fokus kuliah. Mungkin orangtuanya nggak mau nilai anaknya turun gara-gara punya pacar," jawabku.
Terdengar suara klakson mobil berwarna hitam hampir saja menabrakku dan Indra yang berdiri di tengah jalan. Mobil Grand Livina hitam melaju kencang disertai dengan Bang Jan yang ikut berlari mengejar mobil itu.
Langkah Bang Jan mulai memudar mengejar arah mobil yang berhenti di parkiran rumah Blok B nomor 2. Mobil itu sudah pasti milik Om Abidin, Ayah Mbak Kiara.
Kami mendekati Bang Jan yang langkahnya terhenti di depan taman Gardenia. Melihat dengan jelas wajahnya yang penuh keringat dan kegelisahan. "Bang, ada apa?"
"Gue ketahuan Om Abidin, Jun," suaranya terdengar pecah. "Gue takut Kiara dimarahin Bokapnya habis-habisan. Ini semua salah gue. Andai aja gue nggak ngajak dia makan di warung Mang Ujang. Pasti Om Abidin nggak akan tau ini semua," tatapannya nanar menatap rumah Mbak Kiara.
"Ini bukan salah lo, Bang. Mau sekarang atau nanti, hubungan kalian pasti akan ketahuan juga," jawabku menenangkannya.
Leo mengiyakan ucapanku. "Benar, Bang. Justru lebih bagus kalau semuanya tau, supaya hubungan kalian nggak sembunyi-sembunyi lagi."
"Nggak segampang itu, Le." Bang Jan menarik napas panjang. "Gue nggak yakin kelanjutan hubungan gue setelah Bokapnya tau ini semua."
Tak lama dering ponselnya berbunyi. Pandanganku mengintip pesan dari Mbak Kiara.
Tubuh Bang Jan lemas tak berdaya. Meratapi pesan terakhir dari Mbak Kiara. Bang Jan sama sekali tidak menangis, tatapannya terlihat kosong, dan seketika wajahnya berubah seperti tersambar petir dan badai. Walaupun tak ada air mata menetesi pipinya, kuyakin ada banyak luka sayatan yang mengais hatinya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gardenia Familia [COMPLETED]
General FictionKeluarga Bulan yang terdiri dari Ayah bernama Agus, Ibu bernama Septi, Kakak bernama Januar, Adik bernama Okta, dan aku bernama Juni. Tinggal di sebuah perumahan yang bernama Cluster Gardenia. Keluarga Pak Agus adalah penghuni pertama di Cluster Ga...