First Date

212 158 16
                                    

Jansen berlari menuju kamar Leo—markas kedua kami setelah rumah si kembar.

Dengan nafas terengah-engah, Jansen merampas Coca-Cola milikku dan meminumnya dengan cepat.

Kami semua kompak memicingkan mata ke arah Jansen. Sudah bisa ditebak, pasti dia punya gosip terpanas.

"Kenapa lo?" Tanya Indra yang sudah penasaran.

“Akhirnya, kakak gue putus sama cowoknya!” ungkap Jansen bahagia sambil menutup botol Coca-Cola.

“Serius? Tau dari mana lo?” tanya Andra yang sama-sama terkejutnya.

“Gue saksinya. Jadi, seharian dia ngurung diri di kamar. Gue kira lagi ada masalah di kampus atau dimarahin bokap. Nggak taunya, si Gunawan nelepon ke nomor telepon rumah gue—" ungkap Jansen yang belum selesai menceritakan namun sudah kupotong pembicaraannya.

"Berani banget. Nggak takut kalau yang angkat bokap lu?"

"Dia nekat karena HP kakak gue nggak aktif. Dan kebetulan gue yang angkat teleponnya. Dia nyuruh gue buat sambungin teleponnya ke Kak Dana," Jansen mendelik.

"Terus, terus?"

"Ya gue sambungin aja ke kakak gue. Diam-diam gue ke kamar nyokap buat nguping pembicaraan mereka," jelas Jansen sambil mengambil bungkus kuaci di atas meja belajar Leo.

"Terus si cowok bilang apa?" Tanyaku semakin penasaran.

"Ya, gitu. Si tokek sawah mohon-mohon ke kakak gue buat balikan. Dia bilang menyesal udah selingkuhin kakak gue,” ucap Jansen sambil membuka biji kuaci dengan menggigit kulitnya.

“Emang cowoknya kayak apa, sih? Sok ganteng banget pakai segala selingkuh,” aku ikutan geram.

“Kayak bopung pinggir rel kereta, deh. Gue juga heran kenapa kakak gue bisa cinta mati sama dia. Untungnya dari dulu kakak gue megang prinsip nggak bakal balikan sama mantan yang selingkuh. Syukurlah, dia nggak bisa deketin kakak gue lagi,” jelas Jansen yang terus mengunyah.

“Hahaha mampus tuh cowok! Selamat, Bro!” ucap Indra sambil memberikan salam tinju ucapan selamat.

“Berarti tugas kita tinggal nyatuin Kak Dana sama mas lo doang, Le,” ucap Andra dengan menaikkan alisnya.

“Eh, abang gue juga. Bantuin, dong!” tambahku.

“Siapa dulu, nih? Abang lo dulu apa Kak Dana?” Andra bingung.

“Abang gue aja dulu. Bentar lagi kan doi ulang tahun.” imbuhku dengan raut wajah memohon.

“Lo udah punya rencana belum?” tanya Indra.

Aku menggelengkan kepala dengan kencang.

Kami mulai memikirkan aksi perjodohan ini. Bagimana cara menyatukan Kak Dana yang kelakuannya seperti preman dan Mas Angkasa yang kelakuannya lembut selembut semprotan pelicin pakaian. Ditambah lagi, ada abangku yang super ketus dengan Mbak Kiara alias Rapunzel Gardenia yang pendiam dan jarang keluar rumah. 

"Bukannya mau ngajakin nonton Ne-Yo, Jun? Tanya Andra yang mengingat-ingat ucapanku kala itu.

“Tadinya gitu. Cuma Mbak Kiara udah beli dua tiket. Satu buat dia, satunya lagi buat Mas Angkasa,” ucapku lesu.

“Masa? Tapi, waktu itu Mas Angkasa ngajakin gue nonton Ne-Yo juga, cuma gue tolak karena gue nggak tahu banyak lagu-lagunya,” jelas Leo sambil menyeruput es teh.

“Terus satu tiketnya gimana?” tanyaku sambil menggoyangkan bahu Leo.

“Masih di rumah,” jelas Leo dengan suara lempengnya.

Gardenia Familia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang