Welcome To the Club

316 204 28
                                    

Hari ini aku kesiangan. Bang Jan sudah berangkat ke sekolah lebih dulu. Aku mulai panik karena jam sudah menunjukkan pukul 05.45 di mana kegiatan MOS akan dilakukan 15 menit lagi. Aku meneriaki Indra barang kali dia belum berangkat sekolah.

"Indra.. Indra.." aku memanggil Indra di depan pintu rumahnya.

Cluster Gardenia tidak memiliki pagar di setiap rumahnya dan hanya mengandalkan one gate system alias satu pintu utama untuk akses keluar masuk perumahan.

"Si kembar sudah berangkat, Kak," sahut Mami Rita.

Aku panik kalang kabut dan kembali ke rumah dengan perasaan takut. Bagaimana jika aku akan dihukum karena telat? Aku merengek di depan Bapak dan Ibu untuk membolos di hari pertamaku bersekolah. Bukannya mendapat persetujuan, yang kudapatkan adalah ocehan dari Ibu. Bapak akhirnya turun tangan mengantarkanku ke sekolah dengan motor matic.

Sambil menunggu Bapak berganti pakaian, aku celingak-celinguk melihat rumah tetangga sebelahku yang rencananya akan pindah hari ini. Betapa senangnya aku mengetahui keluarga Om Mardi akan pindah lagi ke sini.

Bapak mulai memanaskan motor, menggeser kaca spion, dan melihat kondisi ban depan. Sesuatu yang tidak kuharapkan terjadi. Ban motor depan bocor. Aku semakin beringsutan dan merengek di teras depan rumah.

"Bu, bilangin Bang Jan aku libur aja ya. Besok janji nggak kesiangan lagi," ucapku memohon-mohon di depan Ibu.

Bukan Ibu namanya kalau tidak mengoceh sambil memukul pantatku duluan.

Tiba-tiba Bapak memberi saran. "Mending kamu lari aja, Kak. Masih keburu sepuluh menit lagi."

Karena Ibu melarangku membolos, alhasil aku nekat berlari ke sekolah. Dan entahlah keburu atau tidak, karena aku pun lari dengan napas tersengal-sengal.

Sudah tidak diragukan lagi, seberapa cepat aku berlari, nyatanya tetap terlambat juga. Pagar sekolah sudah tertutup rapat. Percuma saja aku mengetuk pintu pagar karena tidak akan ada yang mendengar suaraku.

Aku tak punya pilihan selain kembali pulang. Atau setidaknya menunggu Bang Jan membukakan pagar sekolah. Itu pun kalau dirinya mau. Aku berusaha menelepon Ibu.

"Bu, Kakak pulang aja ya. Kakak nggak sekolah dulu hari ini. Pagar sekolah udah ditutup," ucapku mengadu.

Suara Ibu terdengar kencang sampai-sampai aku merasa perlu menjauhkan ponsel dari telingaku. "Nggak. Kamu harus sekolah. Bentar, biar Ibu telepon Abangmu dulu."

Tidak butuh lama sejak Ibu menelepon si sulung, akhirnya ia datang membukakan pintu pagar sekolah. Terlihat bayang wajahnya dari balik cahaya datang menolongku di waktu yang tepat.

Januar sudah mengancang-ancang posisi kakinya yang hendak menendang pahaku. Wajahnya yang galak itu datang dengan mata melototnya. "Lo nyusahin gue mulu ya. Udah tau hari ini sekolah, semalam malah begadang. Cukup hari ini aja gue nolongin lo. Awas lo bikin malu gue!" Gertaknya.

Diam-diam aku berbaris di barisan yang kosong. Untung saja kegiatan MOS belum dimulai sehingga keberadaanku tidak terlalu dicurigai kakak senior.

"Lo yang tadi telat, kan?" Tanya anak perempuan berambut bob.

Aku mengangguk.

"Sorry ya, gue tadi ngekor lo dari belakang. Gue juga terlambat," ucapnya seraya tersenyum malu.

"Santai. Nama lo siapa?" Tanyaku lagi.

"Serena, panggil Sere aja. Lo siapa?"

"Juni."

Seketika pandanganku langsung menangkap trio gapreters yang sedang asyik bercanda. Kulempar kerikil kecil yang ada di bawah kakiku mengenai punggung Jansen. Ia bertoleh ke belakang dan sorot matanya langsung mengarah ke barisanku. Tak lupa ia memanggil si kembar untuk menoleh ke arahku sambil meledekku yang berbaris di barisan belakang.

Gardenia Familia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang