Krrrriiiinnnggggg...
Hatiku berdegup kencang. Dering alarm berbunyi tepat di sebelah telingaku. Mataku terbelalak melihat jarum jam menunjukkan pukul 06.40.
Aku terbangun dan segera mencuci muka. Tidak sempat mandi. Yang penting sudah menggosok gigi. Tidak ada orang di rumahku. Aku baru teringat, hari ini ibu mengantar Dek Ta ke sekolah jam 06.00 pagi karena hari ini ada rekreasi di sekolah.
Bapak juga sedang tidak ada di rumah karena ada dinas di luar kota. Ah, jangan tanya soal Bang Jan. Dia tidak akan mau membangunkanku jika tidak benar-benar dipaksa Ibu Bapak.
Aku buru-buru memasukkan buku dan segera memakai kaus kaki. Tidak lupa mengunci pintu dan menaruhnya di rak sepatu depan teras. Aku berlari kencang ke sekolah hingga kakiku rasanya mau copot.
Dewi fortuna memihak langkah kakiku. Aku berhasil menginjakkan kakiku di gerbang sekolah pada saat Pak Satpam sudah stand by di depan pagar untuk menutup pagar sekolah. Dengan segera aku berlari menuju kelas di lantai dua dengan tergopoh-gopoh.
"Astaga dragon! Lo kenapa keringetan gitu, sih?" Tanya Serena sambil mengipas-ngipas wajahku dengan buku sampul cokelat miliknya.
"Kesiangan gue. Lari dari rumah ke sekolah. Untung pagar belum ditutup," jawabku yang masih ngos-ngosan.
Serena memberikanku botol air minum yang ia bawa dari rumah.
Tidak lama sejak aku duduk di bangku, guru Biologi datang memberikan ulangan harian.
Aku memukul kepala dengan jemariku. Lupa, kalau hari ini ada ujian. Semalam aku menghabiskan waktu untuk menonton drama korea Boys Before Flowers. Tidak menyentuh buku sama sekali. Aku pasrah menghadapi ujian hidup dan ulangan harian hari ini.
Ulangan harian berakhir. Jam istirahat berbunyi. Perutku berdisko bak sedang terjadi hura-hura. Sejak pagi aku memang belum sarapan. Energiku terkuras habis dengan berlari dan mengerjakan ulangan. Aku merogoh saku kiri berlogo OSIS dan mencari uang jajanku yang akan kugunakan untuk membeli nasi ayam di kantin.
Semakin dalam merogoh saku, aku tidak menemukan uang sepeser pun di dalam saku seragamku. Aku membongkar isi tasku, barangkali masih ada uang jajan yang terselip. Ternyata, tetap tidak ada.
"Ser, pinjam uang sepuluh ribu dong, buat gue beli nasi," tanyaku kepada Serena yang sedang mengisi pensil mekaniknya.
"Duit gue tinggal goceng, Jun. Tadi pagi udah gue beliin roti. Goceng nanti mau gue beliin susu. Lo nggak bawa duit?" Tanya Serena serius.
"Ketinggalan di ruang tamu deh kayaknya," jelasku sambil mengingat-ingat.
"Kenapa nggak minta abang lo aja, Jun?" Ide aneh dari Serena.
"Ah, enggak lah! Dia rentenir macem tuan Krab. Gue ngutang sepuluh ribu ke dia sama aja kayak gue kerja di zaman penjajahan Belanda. Dikadalin mulu," cibirku kesal.
"Tega amat sama adek sendiri," Serena menaikkan sudut bibirnya ke atas.
"Ser, lo ke kantin duluan aja. Gue mau minjem duit dulu ke Leo atau Jansen," jelasku sambil berpencar di depan kelas.
Aku mengintip ruang kelas X-5 dari pintu kelas. Mencari keberadaan si kembar, Jansen, atau Leo.
Bola mataku mengarah di meja tengah depan papan tulis. Jansen tidak ada di tempat duduknya. Bola mataku berpindah lagi ke barisan ujung dekat jendela. Si kembar juga tidak ada. Raut wajahku semakin memelas karena menahan lapar.
Tiba-tiba seseorang dari belakang mencolek punggungku. Aku membalikkan badan. Ada Andra yang mencolek. Senyum di wajahku mulai merekah. Tanda kehidupan mulai terlihat. Dengan semangat aku langsung memegang kedua tangan Andra untuk segera menolongku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gardenia Familia [COMPLETED]
General FictionKeluarga Bulan yang terdiri dari Ayah bernama Agus, Ibu bernama Septi, Kakak bernama Januar, Adik bernama Okta, dan aku bernama Juni. Tinggal di sebuah perumahan yang bernama Cluster Gardenia. Keluarga Pak Agus adalah penghuni pertama di Cluster Ga...