End : The Last Story

133 17 18
                                    

Andra tidak bisa berlama-lama di Gardenia karena izin cutinya hanya seminggu. Begitu juga dengan Tisha dan Jansen yang harus kembali merantau untuk pekerjaannya.

Aku, Leo, Serena, dan Indra mengantarkan mereka ke Bandara Soekarno Hatta. Kami berpelukan seraya melakukan salam fist bumps dengan mengenakan gelang GAPRETERS buatan Tisha. Gelang persahabatan kami.

"Le, gue duluan ya sama Sere," ucap Indra mengangkat kunci mobilnya. "Jun, lo nggak apa-apa kan sama Leo? Gue sama Sere mau ke BSD."

Aku mengangguk dan menyengir kaku. Indra dan Sere pergi begitu saja setelah berpamitan. Kini tersisalah aku dan Galileo di depan pintu masuk Bandara.

Aku dan Leo terdiam cukup lama saling curi-curi pandang.

"Le, gue naik taksi online aja ya," ucapku pelan.

"Kenapa, Jun? Lo mau ke mana?" Leo menatapku serius.

"Mau pulang, sih." Aku terdiam sejenak. "Takutnya lo mau pergi atau balik ke apartemen. Soalnya nggak searah."

Leo terkekeh dan mengacak-acak rambutku. "Santai aja. Kayak orang baru aja lo. Gue juga mau pulang ambil baju."

Aku langsung menaiki mobil SUV Leo yang berwarna hitam. Meletakkan tasku ke dalam jok belakang. Dan tanpa kusadari posisi Galileo tepat berhadapan begitu dekat denganku. Bahkan aku bisa merasakan deru napasnya. Bola mata kami berserobok penuh kekikukan. Aku segera menyenderkan bahuku ke belakang dan Leo langsung menarik sabuk pengamanku dan mengencangkan pengaitnya.

Hatiku berdegup kencang melihat perlakuan Galileo barusan. Rupanya rasa cinta ini masih ada. Kami tidak banyak mengobrol di sepanjang jalan.

Tiba-tiba Leo membuka obrolan. "Jun, jadi gimana tawaran gue waktu itu? Mau nggak?"

Aku terdiam sepersekian detik untuk menjawabnya. "Gue pikir-pikir dulu ya."

Galileo pernah menawariku untuk membuat sebuah platform e-commerce sportswear  dengan brand namaku sendiri. Tentu saja aku tertarik dengan tawarannya yang fantastis itu. Tapi, entah mengapa aku selalu takut jika suatu saat nanti akan mengecewakannya.

"Jun, lo nggak usah pikirin soal modal. Gue bakal bantu lo semuanya. Dari website sampai gudang nanti gue bakal siapin. Yang penting lo mau mengembangkan bakat lo." Suara Leo begitu yakin.

"Gue mesti belajar dulu soal bahan-bahan sportswear. Gue harus cari referensi dulu karena basic gue kan selama ini di dress," ucapku.

Leo tersenyum menatapku dan mengacak-acak rambutku. Wajahnya begitu sumringah. "Siap!" Jempolnya diangkat setinggi mungkin.

Setibanya di rumah Leo, aku melihat seorang wanita berambut brunette--memakai high-heels sepuluh senti--sedang lompat-lompat bahagia menanti kedatangannya. Baru kali ini aku melihat wajahnya secara nyata. Bahkan aslinya lebih cantik dibandingkan di channel YouTube-nya. Aku sampai bengong terkesima melihat kecantikan Chelsea Soebagjo.

"Leo, We've been two hours waiting on you." Chelsea terlihat manja di depan teras rumah Leo.

Aku memberikan senyum sapa kepadanya, tetapi yang kudapati hanyalah sebuah lirikan singkat yang tak digubris keberadaannya. Sial. Kepribadiannya berbeda sekali dengan yang ada di layar kaca!

"Le, thanks ya. Gue duluan. Salam buat Bunda," ucapku menutup pintu mobil.

Terlihat wajah Leo berubah menjadi sungkan di hadapanku. Ia langsung masuk ke dalam bersama Chelsea. Suara Bunda Lia terdengar antusias mendapati tamu seperti Chelsea. Kulihat supirnya membawakan tentengan barang-barang branded untuk diberikan ke keluarga Leo.

Gardenia Familia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang