"Jun, kenapa lo nggak ngaku aja kalau Bang Jan itu abang lo?" Andra geram sambil mengarahkan kaca spionnya ke hadapanku.
"Percuma. Mereka nggak akan ada yang percaya."
"Lambat laun orang-orang juga akan tau lo adiknya. Mending terus terang aja. Kalau misal mereka masih gangguin lo gimana? Lo nggak bisa ngalahin mereka sendirian," tegas Andra.
Aku ketakutan. Diam-diam aku menangis di motor. Andra mengecek dari kaca spionnya.
"Jun, lo nggak apa-apa?" Andra memelankan mesin motornya dan meminggirkan ke bahu jalan.
"Gue takut, An." Aku menangis tersedu-sedu. Menutup wajahku rapat-rapat dengan kedua tanganku.
"Udah, nggak usah takut. Kalau mereka ganggu lagi, lo harus lari atau telepon gue. Ngerti?"
Aku mengangguk dan menyeka air mataku. Andra menyalakan mesin motornya dan berjalan ke arah lain--bukan arah pulang.
"Kita mau ke mana?" Tanyaku bingung.
"Lapar. Gue mau makan. Temenin ya."
Motor Andra terparkir di Cafe Teddy Bear. Yang kutahu, cafe ini baru buka beberapa hari lalu. Cafe ini terkenal hits karena memiliki interior yang menggemaskan.
"Lo yakin mau makan di sini?" Tanyaku memastikan. Karena Andra bukanlah orang yang suka keramaian. Kebetulan cafe ini sedang ramai-ramainya oleh pengunjung anak muda.
"Iya, di sini aja. Suka nggak?"
"Banget. Dari kemarin gue pengin banget ke sini sama Sere. Andai dia bisa ikut."
Aku dan Andra memasuki cafe. Ruang utamanya menampilkan boneka Teddy Bear lengkap dengan pakaian-pakaian boneka yang disusun berderet di etalase.
Andra berjalan mendahuluiku. Langkahnya terhenti karena aku tidak berjalan di sampingnya. Aku masih terpukau dengan keindahan baju-baju Teddy yang gemas. Andra memundurkan langkahnya dan menggandeng tanganku secara tiba-tiba. Aku terkejut digenggamnya.
"Jun, duduk di pojok situ aja ya," pintanya dengan suara lembut.
Aku mengangguk dan berjalan dengan tangan yang masih digenggam erat Andra.
Kami duduk berhadapan. Tak lama pramusaji datang membawa menu.
"Selamat sore, Kak. Mau pesan apa?" Ucap pramusaji ramah.
Tanpa membolak-balikkan menu. Andra langsung memesan dengan cepat. "Nasi goreng satu, jus melon satu."
"Mbak, aku pesan leker pisang keju satu sama milkshake stroberi satu."
"Jun, lo belum makan nasi dari siang loh. Pesan nasi aja lah," Andra menginterupsi pesananku.
"Lagi nggak nafsu makan. Udah itu aja cukup kok," ucapku yakin.
Andra langsung membolak-balikkan menu dan menambahkan satu menu lagi. "Mbak, tambah satu kentang goreng ya."
"Baik. Saya ulang lagi ya pesanannya. Nasi goreng satu. Jus melon satu. Leker pisang keju satu. Milkshake stroberi satu. Dan kentang satu. Ada tambahan lagi?" Ucap pramusaji seraya mengambil menu yang ada di meja.
"Cukup, Mbak," ucap Andra.
"Tunggu, Mbak. Nasi gorengnya jangan pedas ya. Jangan dikasih acar. Kasih irisan timun aja yang banyak," tambahku untuk melengkapi pesanan Andra yang ia tidak sampaikan tadi. Aku sampai hafal dengan pesanan Andra yang monoton.
Pramusaji tersenyum manis menatapku dan Andra. Ia meninggalkan kami.
"Ih, gemes banget," ucapku menatap Teddy Bear krem berukuran medium di samping Andra. "An, bawa sini bonekanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gardenia Familia [COMPLETED]
General FictionKeluarga Bulan yang terdiri dari Ayah bernama Agus, Ibu bernama Septi, Kakak bernama Januar, Adik bernama Okta, dan aku bernama Juni. Tinggal di sebuah perumahan yang bernama Cluster Gardenia. Keluarga Pak Agus adalah penghuni pertama di Cluster Ga...