We Love You!

60 14 0
                                    

Sebuah pesan BlackBerry Messenger. Tanda pesan dari Jansen Adimulja Wiratama.

Setiba di rumahnya, mataku terbelalak mendapati seluruh anggota gapreters berkumpul--tanpa Tisha dan Serena

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setiba di rumahnya, mataku terbelalak mendapati seluruh anggota gapreters berkumpul--tanpa Tisha dan Serena. Hanya kami berlima. Aku, Leo, Andra, Indra, dan Jansen.

Perasaan kikuk dan canggung menyelimuti kami semua. Suasana mendadak dingin dan mencekam seperti sedang berada di wahana rumah hantu.

"Duduk, Jun." Jansen terlihat tegas dengan tangan bersedekap.

Aku mengedikkan bahu dan mengikuti ucapan si pemilik rumah.

"Gue nggak habis pikir ya sama kalian. Kenapa sih susah banget buat kita semua berkumpul? Perasaan dulu fine-fine aja. Mau sesibuk apa pun kita, tetap aja punya waktu seminggu sekali berkumpul. Kalian ada masalah apa?" Ucap Jansen dengan nada tinggi.

Masih tak ada yang menjawab.

"Kalian ini kenapa kemarin berantem?" Jansen menatap Leo dan Andra yang duduknya saling berjauhan. "Seumur-umur gue nggak pernah lihat kalian bertengkar. Baru kemarin gue lihat kalian bersumbu pendek. Kalian mempermasalahkan apa?" Jansen menegaskan. "Masalah cewek? Juni atau Olivia?"

Leo mendelik menatap Jansen seakan-akan tak mau nama Olivia terseret dalam permasalahan ini.

"Jun, lo juga. Gue tau lo putus sama Leo. Tapi kenapa lo menjauh dari kita semua? Dari awal kalau niat lo mau pacaran sama Leo, lo harusnya tau apa konsekuensinya pacaran sama sahabat sendiri. Jangan egois gitu dong lo jadi orang. Pisahin urusan percintaan sama urusan pertemanan." Tatapan Jansen begitu berapi-api.

"Cukup, Sen!" Leo menengahi pertikaian. "Nggak usah salahin Juni. Ini semua salah gue."

"Udah lah, Le. Nggak usah lo jadi tameng buat Juni. Lo sendiri juga salah." Jansen menunjuk-nunjuk jemarinya tepat di wajah Galileo. "Dan lo, Andra. Gue juga heran. Lo itu sebenarnya ada masalah apa?"

Butuh waktu sekitar dua menit sampai Andra bisa menjawab rentetan pertanyaan Jansen. "Lo cuma mau kita semua kumpul, kan? Lo juga tau kalau kita semua sibuk. Sekarang kita udah punya urusan masing-masing. Kita bukan anak SD atau anak SMP lagi yang kalau pulang sekolah selalu main. Gue punya kesibukan. Dan lo juga begitu. Apa yang dipermasalahin lagi?"

"Gue juga sibuk, Bangsat! Tapi gue masih bisa buat diajak kumpul sama kalian. Sekarang kalian semua itu udah beda. Dimulai dari putusnya Leo sama Juni, kita semua udah nggak kayak dulu lagi. Itu yang gue permasalahin!" Jansen masih bersikeras dengan argumennya.

Semua terdiam mendengar bentakan Jansen.

"Udah, Sen. Mereka lagi butuh waktu buat selesain masalahnya. Jangan makin memperkeruh suasana," ucap Indra menenangkan.

"Nggak bisa gitu, In! Mau sampai kapan nunggu mereka bertiga jelasin semuanya? Gue butuh jawaban dari kalian. Gue nggak mau persahabatan kita hancur cuma karena ulah kalian. Bullshit about triangle love!" Jansen menunjuk wajahku dengan jari telunjuknya. "Lo egois, Jun. Kalau bukan karena lo, kita semua nggak akan pecah seperti ini."

Gardenia Familia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang