Artisha's POV (3) : Reflection

77 30 13
                                    

Gue masih bertanya-tanya mengapa Juni selalu marah tiap kali gue jodohkan dengan Andra. Ia selalu menjawab singkat, "Galak." Hanya itu. Alasan yang sulit dimengerti.

Gue menguliknya lagi dengan umpan yang sudah gue siapkan, "atau, jangan-jangan lo suka sama Leo?"

"Enggak." Walaupun jawabannya singkat, gue bisa melihat gelagat kegelisahannya.

Semakin menyangkal maka semakin yakin kalau Juni juga menyukai Leo. Kini gue menunjukkan foto profil BBM Leo dan memperbesar fotonya. "Leo ganteng, kan?"

Juni melirik sekilas dan mengangguk cepat. Walaupun gue masih menebak-nebak perasaan Juni, gue tidak mau langkah gue tersalip olehnya. Maka gue harus utarakan keinginan gue sekarang. 

Jika Juni tidak bisa menjodohkan gue dengan Leo maka Juni harus menjauh dari Leo. Sebagai imbalannya gue akan memenuhi apa yang Juni inginkan dari gue.

Alih-alih mendapat persetujuan, justru gue mendapat tatapan tajam. Juni menolak keras permintaan gue. Satu hal yang ia katakan kepada gue adalah tipe perempuan yang disukai Leo adalah Shandy Aulia. Awalnya gue terkekeh mendengar ucapan Juni, tapi ia tidak tertawa sama sekali. Apa mungkin benar kalau kriteria Leo seperti itu? Kalau pun iya, seharusnya Leo juga suka dengan gue karena gue punya kemiripan yang serupa, seperti berkulit putih, berambut panjang, dan cantik. Walaupun Juni juga hampir mirip dari segi postur, tapi kulit Juni tidak seputih gue atau pun Shandy Aulia.

***

Kini gue dan Selly menjadi akrab. Lebih tepatnya saling bersepakatan dalam sebuah tujuan. Gue akan memberikan Selly contekan PR, sementara ia harus membantu gue agar bisa berpacaran dengan Leo.

Gue dan Selly sudah merencanakan ini semua. Gue akan menembak Leo di saat tidak ada gapreters di sekelilingnya. Tugas Selly adalah membantu gue untuk menyebarkan berita ke seluruh kelas bahwa gue dan Leo telah berpacaran.

Hati gue berdegup kencang saat memasuki ruang kelas Leo. "Leo, gue boleh ngomong sesuatu?"

Galileo menatap gue ragu, "Kenapa, Tish?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Galileo menatap gue ragu, "Kenapa, Tish?"

"Gue suka sama lo," permulaan yang singkat dan cepat. Butuh keberanian besar hingga gue bisa berkata demikian. "Udah lama sejak gue pindah ke Gardenia." Gue mengeluarkan cokelat Toblerone yang ada di saku gue. "Lo mau nggak jadi pacar gue?" Ucap gue pada intinya.

Leo terdiam sepersekian detik sampai akhirnya ia membuka suara. Alisnya naik penuh keheranan seraya menatap gue. Bahkan cokelat yang gue kasih pun tidak ia ambil. "Tish, sori, gue nggak bisa--"

Gue langsung menyanggah, "Kalau lo masih shocked, nggak usah dijawab sekarang. Lo bisa pertimbangin omongan gue dulu." Gue menambahkan, "Gue pengin banget bisa mengenal lo lebih dekat."

"Gue tetap nggak bisa, Tish. Selama ini gue menganggap lo hanya sebagai teman--nggak lebih."

Gue menitikkan air mata. "Sesulit itukah menembus ruang hati lo? Padahal lo adalah orang yang banyak mengubah hidup gue. Berkat lo, gue bisa merasakan apa arti cinta. Sejujurnya, gue nggak pernah senekat ini untuk nembak orang. Gue berani nurunin ego gue demi lo." Gue refleks menggenggam tangan Leo.

Gardenia Familia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang