Sial. Pagi ini aku menemukan satu jerawat tepat di dahi kananku. Tampak besar seperti buah ceri. Aku segera mengambil kaca kecil di meja belajar dan berlari ke teras rumah untuk segera memencet jerawatnya dengan tanganku. Cahaya matahari yang menyinari rumahku memiliki tingkat penerangan yang sama seperti lampu sorot medis untuk kegiatan operasi pasien.
Aku menaruh kaca kecil di sudut kursi depan teras sambil menyiapkan tisu sebagai alat pendukung dalam memencet jerawat. Tepat di sebelah kursiku, ada Bang Jan yang sedang asyik membaca majalah otomotif.
“Mau ngapain lu?” tanya Bang Jan penasaran melihat tingkahku yang mondar-mandir mempersiapkan operasi pencet jerawat.
“Mencetin jerawat."
“Jorok sih, lu jarang mandi.”
“Diem deh! Gue nggak mau ribut pagi-pagi."
Tidak lama setelah aku dan Bang Jan beradu mulut, tiba-tiba Bu Yeni—blok B Nomor 2 datang bersama anaknya, Mbak Kiara. Rumah Bu Yeni persis di sebelah rumah si kembar.
“Jun, Bang Jan..” sapa Bu Yeni dan Mbak Kiara dambil mengangguk tersenyum.
“Eh, iya, Tan..” jawabku dan Bang Jan kompak.
“Ibu ada?” tanya Bu Yeni.
“Ada di dalam lagi masak. Masuk aja, Tan..” jawabku.
“Iya, Kiara mau pinjam widangan buat tugas menyulam. Ibu masih punya nggak, ya, Jun?” tanya Bu Yeni.
“Ada kayaknya, Tan. Masuk aja, Tan..” ucapku berdiri sambil mengantar Bu Yeni dan Mbak Kiara ke dalam rumah.
Mbak Kiara merupakan anak perempuan terkalem di Cluster Gardenia. Dia jarang sekali keluar rumah. Dia juga bersekolah di Nusantara. Usianya satu tahun lebih tua dari Bang Jan, yang mana sekarang sudah kelas 3 SMA.
“Jun, jerawat, ya? Jangan dipencetin. Nanti infeksi dan menghitam, loh. Nanti ikut aku ke rumah, ya. Aku punya obat jerawat biar cepat kempes jerawatmu," jelas Mbak Kiara sambil memegang bahuku.
Setelah mendapatkan widangan dari ibu. Bu Yeni dan Kiara mengajakku ke rumahnya. Mbak Kiara pamit dan menyapa Bang Jan dengan senyuman manisnya.
“Jan, makasih, ya..” ucap Mbak Kiara sambil menunjukkan widangan milik ibu.
Bang Jan salah tingkah. Wajahnya memerah seperti udang rebus yang baru matang dari kuali. Tampak malu-malu tahi kucing menatap mata Mbak Kiara. Ia tersenyum singkat. Baru kali ini aku melihat Bang Jan menjadi kikuk di depan perempuan.
“Hei, adikku Juni. Mau ke mana dikau..” teriak Mas Angkasa dari garasi rumahnya.
Sontak aku terkejut dan langsung menghadap belakang. Aku tertawa kecil dan menjawab, “Mau ke rumah Mbak Kiara.”
*Rumah keluarga Pak Abidin (Bapak Mbak Kiara) Blok B nomor 2.
“Eh, Kiara. Lama nggak ketemu. Gimana kabarnya? Sekarang udah kelas berapa?” tanya Mas Angkasa tanpa jeda sambil berjalan ke teras rumah Mbak Kiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gardenia Familia [COMPLETED]
General FictionKeluarga Bulan yang terdiri dari Ayah bernama Agus, Ibu bernama Septi, Kakak bernama Januar, Adik bernama Okta, dan aku bernama Juni. Tinggal di sebuah perumahan yang bernama Cluster Gardenia. Keluarga Pak Agus adalah penghuni pertama di Cluster Ga...