Tisha memasuki kelas dengan raut wajah bahagia. Senyumannya kian merekah yang serta-merta merangkul lengan teman sebangkunya, Selly.
"Tish, serius lo jadian sama Leo?" Tanya teman sekelasku.
Senyumannya mengembang. Wajahnya tersipu malu dan mengangguk yakin di depan kami semua yang sedang mengelilinginya.
Kami semua terkejut mendengarnya. Beberapa teman sekelasku ada yang langsung memberikan ucapan selamat--dan ada juga yang masih tidak percaya. Bahkan temanku lainnya diam-diam membisikkan sesuatu ke telingaku, "Gue kira Leo suka sama lo, Jun. Secara dia yang paling care sama lo. Bisa-bisanya ya dia jadian sama anak baru." Aku hanya menyunggingkan senyuman tipis.
Berita tentang hubungan Leo dan Tisha yang berpacaran rupanya langsung menyebar secara kilat ke penjuru kelas lainnya. Bisa kulihat beberapa perempuan dari kelas lain mengintip dan berbisik-bisik di depan pintu seraya menatapi Tisha. Hebatnya, Tisha tak menanggapi kehebohan mereka yang sedang memperhatikannya.
Barisan patah hati fans Leo seketika buyar karena didorong oleh Jansen yang sedang mencariku. Ia langsung menarik tanganku dan membawaku menuju balkon lantai dua. "Jun, Leo sama Tisha beneran jadian? Kok bisa?" Jansen panik dan terus mondar-mandir kebingungan.
Aku mengangguk pelan. "Kan, udah gue bilang dari tadi. Tisha emang berencana nembak Leo. Nyesal kan lo nggak ngungkapin duluan?" Padahal aku pun juga sama menyesalnya.
"Bukan gitu, tapi gue tau orang yang Leo suka tuh bukan dia. Tapi, kenapa dia bisa mendadak berubah?" Jansen menaikkan alisnya.
Aku mengedikkan bahu. "Nggak tau, deh. Dia kan paling tertutup kalau bahas cewek. Kenapa nggak coba lo tanya langsung aja?"
"Masalahnya habis kejadian itu, Leo ditelepon coach-nya suruh latihan buat persiapan SEA Games. Bahkan dia udah ngajuin izin sebulan ke wali kelas. Gue nggak bisa tanya lebih jelasnya karena dia tadi buru-buru banget." Jansen menatapku dengan bola mata yang resah.
"Serius lo? Berarti dia nggak bakal sekolah selama sebulan? Balik ke rumah nggak?" Aku ikut terkejut mendengarnya.
"Kayaknya nggak, deh. Mungkin di asrama. Kalaupun pulang pasti cuma sebentar." Jansen menarik napas panjang. "Gue ditanyain anak-anak mulu soal rumor tadi. Masalahnya ini mendadak. Padahal tadi kita berangkat bareng, tapi Leo nggak ada omongan apa-apa ke gue. Kapan mereka jadiannya?"
"Tadi pagi sebelum bel bunyi," jawabku memperjelas.
"Lah, pas gue sama si kembar sarapan di kantin?" Sorot matanya mengarah menatapku.
"Iya. Tadi pagi gue lihat mereka ngobrol berdua di kelas. Gue lihat dari jendela kelas lo, Tisha lagi menggenggam tangan Leo. Terus, nggak lama ada Selly yang lihat dan langsung menyebarkan berita mereka berpacaran." Aku berusaha menerangkan semaksimal mungkin.
"Tapi, kan, pegangan tangan belum tentu jadian. Ya, kan, Jun?" Jansen masih terus menyangkal.
"Awalnya gue kira gitu. Tapi, Tisha udah konfirmasi kalau mereka jadian." Aku menepuk bahu Jansen dan menenangkannya. "Sabar ya, Sen. Semoga secepatnya lo dapat pengganti yang lebih baik lagi."
Jansen mengangkat tangannya dan merangkul bahuku. "Gue nggak nyangka mereka benar-benar pacaran. Gue pikir seiringnya waktu berjalan, Tisha bakal suka sama gue. Dan gue pikir Leo nggak akan menerima cintanya. Ternyata dugaan gue salah selama ini." Jansen menatapku dengan wajah yang lesu. "Jun, jangan kasih tau anak-anak gapreters ya kalau gue sedih lihat Leo sama Tisha pacaran."
Tanganku langsung membalas rangkulan Jansen yang mengarah ke bahunya. "Tenang! Rahasia lo aman sama gue. Dan gue yakin suatu saat nanti, Tisha akan menyesal udah mengabaikan lo, sahabat gue yang keren ini bak Andhika Kanjen Band," ucapku meledek Jansen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gardenia Familia [COMPLETED]
General FictionKeluarga Bulan yang terdiri dari Ayah bernama Agus, Ibu bernama Septi, Kakak bernama Januar, Adik bernama Okta, dan aku bernama Juni. Tinggal di sebuah perumahan yang bernama Cluster Gardenia. Keluarga Pak Agus adalah penghuni pertama di Cluster Ga...