11 : Masa Lalu

953 248 73
                                    

Bismillahirrahmanirrahim
.
.
.

Kenapa aku ketemu sama kamu saat kamu udah berubah jadi es? Ini nggak adil banget buat aku. Kalau begitu, izinkan aku jadi matahari untuk membuatmu kembali meleleh. Jangan keras kepala, ya. Harus meleleh pokoknya!

"Aku nggak bisa gini terus, Al

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku nggak bisa gini terus, Al."

Aretha menghentikan langkah. Alden ikut berhenti, melirik ke belakang. Mereka sedang ada di bandara Internasiona Radin Intan II untuk kembali pulang ke Jakarta. Aretha yang hanya diberikan jatah cuti dua hari menyayangi kepulangannya hari ini padahal ia masih ingin berkeliling di desa Wana. Semoga saja nanti ia ada tugas liputan ke desa itu. Sekaligus menjenguk Tasya dan nenek-kakeknya lagi.

"Kita harus selesaikan hari ini."

Apa yang harus diselesaikan? Kira-kira begitulah ekspresi Alden sekarang.

Kalau yang dimaksud Aretha soal kejadian Subuh tadi, bukankah urusannya sudah selesai? Alden berhasil meyakinkan kakek Tasya bahwa mereka tidak melakukan apa pun, semua terjadi karena kebetulan. Salah listriknya yang kenapa tiba-tiba padam di waktu tidak tepat.

Andai ketahuan warga lain, sudah pasti ceritanya akan lebih panjang.

'Kecelakaan' yang terjadi tidak sefatal di film-film yang kepergok bersama dalam ruangan yang sama tanpa busana kemudian dipaksa warga setempat untuk segera melangsungkan pernikahan.

Sang kakek yang tidak mau terjebak dosa menuduh orang lain berzina pun akhirnya mau memercayai tamunya. Bagaimanapun ia tidak bisa. Jikalau Aretha dan Alden berbohong, itu urusan mereka dengan Tuhan.

Kejadian tadi Subuh bisa dilupakan dan Aretha sudah memohon ampun. Salahnya juga karena tidak memakai kerudung saat keluar kamar. Sudah tahu ada non mahram. Lengah sedikit Allah langsung memperingati dengan membiarkan rambutnya terlihat, juga matanya melihat apa yang seharusnya tidak dilihat. Untungnya hanya sebatas itu saja.

Tandanya Allah masih melindungi. Allah masih ingin menjaga kesucian mereka.

Karena di mata Aretha itu semacam teguran dari Allah. Aretha sadar, ia sudah sering bersama Alden, bahkan sering secara tidak sengaja bersentuhan. Dan ia terlalu menyepelekan itu.

Aretha tidak tahu lagi harus meminta bantuan siapa untuk menyelidiki kasus ini, tapi mungkin ia salah telah mengambil langkah. Karena dengan begitu, intensitas pertemuannya dengan Alden akan lebih besar. Terlebih rasa tertariknya yang mendorong lebih dekat.

Allah melarang hamba-Nya mendekati zina. Mendekatinya saja sudah dilarang, apalagi melakukannya. Ibarat zina adalah kobaran api dalam sebuah rumah, menginjak halamannya pun sudah membuat panas meradang. Hal itu sudah menjadi alasan besar betapa bahayanya zina.

Bayangkan zina begitu. Allah jahat, kah? Allah jahat kah melarang berzina? Jahat kah Allah ingin melindungi kita dari api neraka?

Tapi kenapa banyak orang yang tidak mengerti kasih sayang Allah? Ke mana perginya rasa takut itu? Aretha saja yang hanya seperti tadi takutnya setengah mati. Ia bersyukur masih diberi rasa takut dan marah pada diri sendiri jika tidak sengaja berbuat dosa meski latah melakukannya lagi di kemudian hari.

HEART BEAT √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang