31 : Dua Garis

1.2K 251 53
                                    

Bismillahirrahmanirrahim
.
.
.

Jika meninggalkanmu adalah sebuah kejahatan, maka aku akan mendapatkan hukuman, yaitu rasa rindu yang tidak berkesudahan.

Jika meninggalkanmu adalah sebuah kejahatan, maka aku akan mendapatkan hukuman, yaitu rasa rindu yang tidak berkesudahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Besoknya Rendy betulan kembali. Ia membawakan beberapa pakaian untuk Aretha. Dari mulai atasan hingga bawahan. Tidak lupa dengan kerudungnya.

"Aku mempelajari outfit kamu. Jadi aku beli baju-baju ini. Dipakai, ya?"

Aretha termangu.

"Kamu baik banget sama aku."

"Aku pernah bilang kalau aku cinta sama kamu, Tha. Jadi aku mau nanya, apa aku masih punya kesempatan?"

"Luka aku masih basah. Nggak mudah untuk membuka hati lagi, Rend. Meskipun dia pernah mengkhianati aku, rasa cintanya masih ada."

"Aku bakal buat kamu lupain dia dan mencoba untuk belajar membuka hati," ucap Rendy sungguh-sungguh. Ia tatap mata Aretha dengan serius.

"Kalau semisal suami kamu kembali, apa yang bakal kamu lakuin?"

"Oh, iya, aku lupa, aku lagi masak." Aretha malah mengalihkan pembicaraan. "Aku liat nenek kamu seharian kerja. Kasian aja. Sebentar, ya."

Aretha berdiri dan berjalan menuju dapur. Ia meneruskan aktivitasnya yang sedang memotong bawang merah. Isi kepalanya melayang, berpikir apakah ia sanggup untuk terus berpura-pura di hadapan Rendy?

"Mau aku bantu?"

Suaranya mengejutkan Aretha dan refleks ia memekik. "Aw!"

Rendy sama terkejutnya.

Aretha meringis lantaran jarinya terluka terkena sayatan pisau.

Rendy langsung meraih tangan Aretha.

"Ya ampun, kok kamu nggak hati-hati? Sini aku obati."

"Nggak pa-pa, nggak pa-pa. Ini cuma kecil, kok.

"Ya udah, sini cuci dulu." Rendy membantu Aretha membasuh jemarinya di wastafel untuk membersihkan darah yang keluar. Air yang keluar dari kran mengaliri ujung telunjuk Aretha yang berdarah. Setelah bersih, ia tiup-tiup jari Aretha yang kini terdapat bekas luka sayat yang sangat kecil.

Melihat pemandangan itu Aretha tersenyum tanpa sadar.

Betapa pedulinya lelaki ini.

Alden.

Sama saat seperti dulu kala dia menyuruhnya untuk jangan minum sambil berdiri. Aretha menyukainya.

Rendy mengangkat kepala, melihat senyum Aretha. Ia merasakan gelenyar aneh di dada. Senyum yang Aretha sunggingkan seperti hipnotis yang merasuki jiwanya. Kapan lagi melihat Aretha tersenyum tulus seperti ini?

"Kamu udah nggak pa-pa?" tanya Rendy.

Tatapan mata Aretha seketika berubah, lamunannya buyar, pertanyaan Rendy sukses membuatnya kembali terlempar ke realita.

HEART BEAT √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang