29 : Sandiwara

932 287 111
                                    

Bismillahirrahmanirrahim
.
.
.

Untungnya aku belajar agama, imanku terlatih untuk kuat, jadi seberat apa pun ujiannya, aku yakin aku mampu mengatasinya.

Untungnya aku belajar agama, imanku terlatih untuk kuat, jadi seberat apa pun ujiannya, aku yakin aku mampu mengatasinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tembakan terdengar setelah Irena menarik pelatuk ke arah lain, lebih tepatnya ke dinding gudang. Mengejutkan Ruslan yang nyaris kena tembak oleh istrinya sendiri.

"Berani-beraninya kamu mengkhianati aku." Sang suami mendekati istrinya yang sudah menurunkan senjata api di tengannya. Air muka menunjukkan kelegaan. "Apa mau kamu, Irena?! Kenapa kamu lepaskan anak itu? Bukannya dulu kamu sangat ingin membunuhnya?"

"Aku sudah berubah pikiran. Melihat dia tersiksa karena kehilangan ayahnya sudah cukup. Ternyata tanganku tidak sanggup untuk membunuh seperti anakmu."

"Oh jadi kamu lebih memilih untuk berkhianat?"

"Maafkan aku. Untuk kali ini saja."

"Seharusnya tadi kamu serahkan pistol itu untuk aku. Biar aku yang menarik pelatuk. Maka semuanya selesai."

Irena tidak menjawab dan berpikir bahwa keputusannya untuk menyelamatkan Aretha tadi adalah benar. Dia memang pernah sangat ingin membunuhnya, tapi ketika kesempatan itu datang ternyata ia tidak mampu. Rupanya naluri seorang manusia warasnya masih ada. Jika dipikir-pikir Aretha tidak bersalah atas perselingkuhan ayahnya. Dia juga korban. Kebencian dan sikap dingin yang selama ini ia tunjukkan hanya dijadikan sebagai tameng.

"Oh, begitu? Kamu sekarang sudah berani melawan aku?!" Ruslan memegang dua lengan sang istri. "Kamu mau melawan aku? Kamu mau berkhianat setelah apa yang aku lakukan untuk kamu selama ini? Ingat satu hal, kalau bukan karena aku, mana mungkin kamu bisa menjadi seperti sekarang? Mana ada laki-laki yang mau menikahi janda plus tidak bisa memberikan keturunan seperti kamu?!" Ruslan memegang dagu istrinya dan mengangkatnya. Irena hanya diam meski tekanan jemari sang suami sangat kuat. Yang penting Aretha sudah pergi. Sekarang terserah suaminya mau mengatakan atau berbuat apa pun.

"Istri yang tidak tahu tanda terima kasih!" Ruslan menampar pipi istinya dengan keras. "Beraninya kamu mengarahkan pistol ke arahku. Bisa-bisanya kamu melakukan itu! Kamu merusak semuanya!"

"Aku minta maaf," ucap Irena. "Aku benar-benar minta maaf." Ia bertekuk lutut di hadapan suaminya demi meminta sebuah kata maaf. "Untuk kali ini tolong maafkan aku. Keberanian aku tadi sempat hilang. Maafkan aku."

Ruslan mengeluarkan ponsel untuk menelepon seseorang. Waktunya sudah mendesak.

"Cari perempuan itu lagi, dia tadi kabur. Bawa lagi dia ke sini. Cepat!" Ia pun pergi dari hadapan Irena.

HEART BEAT √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang