Seorang gadis yang mengenakan gaun pengantin berwarna putih terduduk di bawah pohon rindang, kepalanya menunduk dalam menyembunyikan isak tangis yang terus menggema.
Kepalanya mendongak, tatapannya menyisir ke segala arah barangkali ada orang yang tengah memperhatikan kesedihannya. Namun, bukit ini memang sangat sepi. Dia tidak salah tempat bersembunyi di sana, tidak akan ada seorang pun yang tahu keberadaannya.
Air matanya terus berjatuhan mengingat hari ini adalah acara pernikahannya. Mungkin kekasih hatinya murka saat tahu jika dirinya pergi begitu saja. Semua ini memang bukan keinginannya, tapi takdir yang telah menentang kebahagiaannya.
"Aku mencintai kamu, Khalil."
Maura, gadis berkulit putih bagai salju kini meratapi nasibnya yang menghancurkan harapan Khalil juga dirinya. Bertahun-tahun mereka menjalin hubungan hingga kekasihnya berani ingin mempersuntingnya, tapi dalam satu hari dia menghancurkan segalanya.
Dia tidak kuasa membayangkan bagaimana ekspresi dari dua keluarga itu atas kepergiannya. Keluarga Khalil akan sangat membencinya juga keluarga besar umi, dan tanpa tega membatalkan pernikahan itu.
Mungkin betapa terpukulnya umi dipermalukan oleh banyaknya para tamu undangan yang datang. Pelaksanaan pernikahan itu dibatalkan setelah berkoar-koar memberikan undangan dengan pesta yang besar-besaran.
Akan tetapi, dia tidak bisa melanjutkan pernikahan itu karena merasa tidak pantas bersanding di atas pelaminan dengan seorang lelaki yang sangat dicintainya, sedangkan dirinya telah mengkhianati cinta mereka.
Gadis itu memukuli kepalanya, rambutnya sudah berantakan karena kedua tangannya sudah merusaknya. Bahkan make-upnya pun sudah luntur karena air matanya terus membanjiri permukaan wajahnya yang sudah dipoles oleh riasan pengantin.
"Khalil maafkan aku," ucapnya lirih. Bibir bawahnya dia gigit dengan kuat, ada rasa ngilu di bagian ulu hatinya.
"Aku tidak ingin kehilangan kamu," ucapnya lagi pelan nyaris tidak terdengar karena berlawanan dengan suara angin yang menerpa dedaunan yang saling bergesekan.
Pikirannya kalut dari satu hari sebelum pernikahannya dimulai. Dia tidak tahu harus bagaimana mengambil langkah, rasa takut selalu menyelinap dalam hatinya. Jika saja pernikahan itu terus berlanjut, maka akan semakin merasa bersalah pada pasangannya.
"Aku harus bagaimana?" tanya Maura lirih.
Dia tidak tahu harus kemana langkah selanjutnya. Belum berani pula jika harus kembali pulang menemui keluarga, pasti kehadirannya hanya akan menciptakan permasalahan baru yang membuatnya semakin tidak waras.
Untuk beberapa waktu dia akan menjauh dari mereka. Mencoba untuk berjuang seorang diri sambil menyelesaikan permasalahannya. Akan tetapi masalah sebesar itu sangat berat untuk ditanggungnya seorang diri.
"Apa aku bisa?" tanya Maura lirih.
Hatinya terus saja meyakinkan jika dirinya bisa melalui semuanya. Meski tidak mudah, tapi dia akan tetap mencobanya.
Perlahan dia bangkit dari duduknya, hendak pergi dari bukit itu. Mencari tempat perlindungan dari banyak tekanan. Semoga saja Khalil bisa memaafkannya dan kembali meraih genggaman tangannya.
Tangannya meraba perut yang masih rata dengan lembut. Tidak kuasa dia menahan buliran bening yang sedari tadi menggenang di pelupuk matanya. Akhirnya luruh begitu saja.
Mengapa hal itu terjadi pada dirinya, padahal dia sangat mencintai Khalil, tapi hatinya bersinggungan tergoda pada lelaki lain.
Berbuat yang tidak seharusnya dilakukan, hatinya kini ternodai oleh dosa yang telah diperbuatnya.
Raganya telah kotor oleh sentuhan lelaki bringas penuh nafsu, di malam itu entah apa yang terjadi. Pikirannya linglung tidak bisa berpikir jernih, aroma alkohol menguar tiap kali mulutnya terbuka memanggil nama sang kekasih.
Saat kedua matanya menangkap seseorang yang berdiri tepat di depannya, membelai rambutnya dengan mesra. Kala itu dia tersenyum saat menyadari kehadiran Khalil yang juga melemparkan senyuman terbaik untuknya. Nyatanya, semua itu hanyalah ilusi. Paras tampan sang kekasih hanyalah bayangan, karena sebenarnya seorang lelaki nakal tengah menyeringai jahat ke arahnya.
Samar-samar dia memandangi lelaki itu yang kini menggendongnya masuk ke dalam sebuah ruangan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Malam itu, entah apa yang terjadi setelahnya karena pandangannya buyar. Maura tidak mengingat apa pun lagi.
Maura meremas perutnya dengan penuh kebencian. Tenggorokannya yang sudah mengering kembali berteriak.
"Kenapa semua ini harus menimpaku?" teriak Maura frustasi.
Tubuhnya lunglai kembali terduduk di atas rerumputan, tangannya masih kuat meremas perutnya yang beberapa bulan lagi akan kian membesar.
Maura juga memukul beberapa kali perutnya dengan kesal juga amarah yang tertahankan. Di dalam sana sudah ada janin yang tidak diinginkannya. Seorang lelaki yang selama ini mengincarnya telah merusak hidupnya dan merenggut kebahagiaannya.
"Kenapa harus aku?" jeritnya lagi frustasi.
"Apa Khalil akan memaafkan kesalahanku? Apa dia akan kembali menerimaku setelah kesalahan besar yang kuperbuat?"
Gadis itu menggeleng lemah, mengusir segala praduga yang bermunculan dalam pikirannya.
"Apa Khalil sekarang sedang mencariku? Menunggu kepulanganku? Khalil apa kamu akan merengkuh tubuhku setelah tahu tubuhku telah dinodai sebelum dirimu?"
Isakan tangis tiada henti, terus saja menggema mengisi sekitar bukit. Burung-burung berkicau saling bersahutan menjadi saksi bisu atas kesedihannya.
Maura tidak tahu apa yang terjadi dalam kehidupan kekasihnya. Yang diketahuinya lelaki itu akan setia menunggu kepulangannya dan siap merengkuh tubuhnya yang telah ringkih.
Akan tetapi, di sisi lain hatinya menjadi risau jika saja Khalil tahu apa yang terjadi pada dirinya.
"Khalil maafkan aku," ucapnya lagi. "Aku benar-benar tidak ada niat untuk melakukannya."
"Semoga kamu menunggu kepulanganku, Khalil."
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGGANTI PERAN PENGANTIN ✔️
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA DAN SPAM VOTE JUGA KOMEN BIAR AKU TAMBAH SEMANGAT NGETIKNYA] Menikah dengan seorang pria yang tidak dicintainya karena menjadi pengganti pengantin kakak angkatnya. Walaupun tidak mencintainya, tapi Naluri mencoba untuk jatuh ci...