06 - 30 Hari?

189 12 1
                                    

Follow dulu yuk akun author!

***

Kepergian Maura masih menjadi misteri, keluarganya sudah mencari ke sana-sini tapi hasilnya tetap sama, tidak ditemukan.

Khalil mengajak Naluri untuk segera tinggal di rumahnya, bukannya dia ingin berduaan di rumah seluas istana itu. Akan tetapi, jika hidupnya tetap di rumah umi angkat sang istri, batinnya akan terguncang.

Seperti saat ini, umi sudah menyapa mereka dengan panggilan pengantin baru, bahkan dia tidak segan menyampaikan keinginannya untuk segera menimbang cucu. Padahal dia tahu sendiri atas terjadinya pernikahan ini yang disebabkan oleh kebodohan putrinya meninggalkan puncak kebahagiaan yang selama ini dia idamkan.

Akan tetapi, umi seolah tidak mengingat kepergian putrinya yang menyisakan air mata setiap waktu. Keberadaannya bahkan tidak diketahui, tapi wanita paruh baya itu selalu menampilkan wajah cerahnya.

"Masa pengantin baru udah mau pindah gitu aja sih?" tanya umi Farida disela kunyahannya melahap sarapannya berupa, nasi goreng.

"Soalnya rumah saya jarang ditempati, Mi. Akan lebih baik jika kami segera pindah," jawab Khalil berusaha untuk tetap tenang, meski hatinya jengkel. Kenapa umi Farida seperti mendukung hubungannya dengan Naluri?

Rika, putri sulungnya menghidangkan beberapa piring di atas meja. Meski sudah banyak aneka macam masakan, tapi wanita berhijab instan itu kembali menyiapkan menu istimewa.

"Lho kok menunya sekarang banyak banget kak?" tanya Naluri bingung.

"Sekarang kan ada keluarga baru," ucapnya. "Suamimu, Luri."

Naluri hanya tersenyum samar menanggapi ucapan kakaknya, sesekali dia melirik suaminya yang tengah menikmati makanannya.

"Mau tambah lagi?" tanyanya pada Khalil, lelaki itu menggeleng pelan sambil menjauhkan piringnya, mengisyaratkan bahwa dirinya sudah kenyang.

Suasana di sana kembali hening bersamaan dengan jawaban dingin dari Khalil. "Udah.

"Umi ... gimana nanti urusan pesantren, Luri?" tanya Naluri memecah keheningan, suaranya begitu pelan sangat berhati-hati takut jika ada perkataannya yang kurang berkenan.

Khalil tidak mengalihkan pandangannya, dia tetap berfokus menatap piring yang tinggal bersisa beberapa sendok nasi serta lauknya.

"Kalau masalah itu ...," ujar umi menggantungkan ucapannya, kedua matanya melirik sang menantu yang tampak tidak peduli dengan pertanyaan istrinya.

Rika mengerti dengan suasana itu, dia cepat menimpali agar adik angkatnya tidak terlalu lama dilema memutuskan perihal pengabdiannya di pesantren yang belum usai.

"Jadi, gimana Khalil?" tanya Rika, menatap adik iparnya yang tampak santai.

Merasa diberi pertanyaan, Khalil mendongak memandangi beberapa pasang mata yang juga menatapnya lekat.

"Ada apa?" tanya Khalil polos. Benar apa kata Rika, lelaki itu tidak ada rasa peduli pada Naluri. Pernikahannya memang dilakukan karena keterpaksaan, tapi setidaknya dia beri pendapat karena bagaimana pun keduanya telah sah menjadi pasangan dalam ikatan halal.

"Naluri masih diijinkan untuk melanjutkan belajarnya di pesantren?" tanya Rika memastikan.

Khalil mengerutkan dahinya. "Kenapa harus tanya saya?"

Rika menghela napasnya pelan, bisa-bisanya lelaki itu bertanya seperti itu. Sesekali dia melirik ke arah Naluri, kepalanya tertunduk dalam seolah tengah menyembunyikan suatu hal yang membuat kedua matanya tidak kuasa untuk menahan buliran bening yang sedari tadi menggenang.

PENGGANTI PERAN PENGANTIN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang