19 - Usaha Naluri

128 10 0
                                    

Update yeayyy

***
"Kak, Bangun."

Beberapa kali Khalil mengerjapkan kedua matanya, begitu terbuka sempurna dia mendapati Naluri tepat berada di depannya.

Pria itu melirik ke arah jam dinding yang tidak jauh dari pandangannya. Sesekali dia mengucek matanya, begitu netranya sudah mulai terbuka hingga tampak jelas jarum jam menunjukkan pukul satu malam.

"Ngapain jam segini kamu bangunin saya?" tanya Khalil, dia tidak habis pikir dengan Naluri yang mengganggu waktu istirahatnya.

"Kita salat tahajud yuk, Kak."

"Kamu aja sendiri. Saya ngantuk." Khalil mengucek matanya karena terasa berat, dia masih mengantuk.

"Kita sama-sama berdoa, Kak." Naluri memegang lengan suaminya. Khalil meliriknya tidak suka.

"Saya kan sudah bilang kamu jangan menyentuh saya!" sergahnya. Walaupun Khalil mengantuk, masih saja dia menyempatkan untuk memarahi istrinya.

Naluri mengembuskan napasnya pelan, selalu saja suaminya berbicara dengan nada tinggi. Memangnya pria itu tidak bisa lemah lembut begitu? Wanita itu menjauhkan tangannya dari sang suami, dia mencoba untuk menjaga jarak dengannya agar tidak ada perdebatan lagi di antara mereka. Bukankah gadis itu akan mencobanya jatuh cinta dalam waktu tiga puluh hari terhitung dari awal pernikahannya?

Wanita itu pun berlalu ke arah kamar mandi untuk mengambil wudhu, sedangkan Khalil tetao terbaring di tempat tidurnya. Kepribadian Naluri memang pantas diacungi jempol karena dia selalu menomorsatukan ibadah seperti apa yang dilakukannya sekarang.

"Dia memang sholehah." Tanpa disadari kalimat itu meluncur dari mulutnya. Akan tetapi, bagaimanapun sikap wanita itu yang pastinya bisa memikat hati pria mana pun, tapi entah kenapa Khalil belum mencintainya sedikit pun.

Setiap kali dia menyadari jika Naluri adalah istrinya, maka sosok Maura pun membayang dalam pikirannya. Hatinya memang hanya untuk sang kekasih meski wanita itu pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak bahkan tiada kabar yang mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

"Kamu di mana, Maura?" tanyanya serak.

Ucapan Khalil bersamaan dengan keluarnya Naluri dari kamar mandi yang memang tersedia di dalam ruangan tersebut. Mendengar hal itu membuat wanita itu merasakan nyeri tepat di ulu hatinya.

Mau bagaimana lagi usaha Naluri untuk membuat suaminya mencintai juga dirinya membalas cintanya layaknya kebanyakan pasangan yang sudah halal. Jika pria itu mencintai wanita lain yang merupakan kakak angkatnya, apa yang bisa dilakukannya? Perjuangannya memang baru beberapa hari, masih ada waktu untuk membuatnya terjatuh ke dasar relung hatinya yang paling dalam.

***
Rika dan Evan memutuskan memboyong Umi Farida untuk menengok putri bungsunya yang kini sudah menjadi seorang istri.

Kedatangan mereka tidak akan dibicarakan lebih dulu pada Naluri, anggap saja ini sebuah kejutan teruntuk pengantin baru. Rehan tampaknya bersemangat begitu ibunya mengatakan akan mengunjungi rumah tantenya, dia jingkrak-jingkrak karena saking senangnya akan kembali bermain dengan Naluri. Anak laki-laki itu memang sangat dekat dengan tante keduanya, permainan apapun pastinya akan dimainkan bersama dengan keseruan yang tiada habisnya. Itu sebabnya, Rehan pagi ini sudah siap merapihkan dirinya.

"Nanti kalau di sana Rehan jangan nakal ya. Jangan sentuh benda apapun. Bagaimana coba kalau nanti aja yang jatuh terus Om Khalil marah? Ayo?" Rika lebih dulu memberitahu putranya, karena walaupun di rumah adik iparnya, dia harus tetap mendidik putranya agar perbuatan tersebut tidak menjadi kebiasaannya setiap kali di rumah temannya.

Rehan mengangguk memahami apa yang disampaikan ibunya. Evan mengusap puncak kepala putranya yang kini sudah mulai besar.

"Umi makan dulu ya." Rika menyediakan nasi dan lauk pauk di atas piring teruntuk ibunya.

Umi Farida terdiam saja seolah mengabaikan panggilan putri sulungnya. Dia terlalu banyak memikirkan Maura yang meninggalkannya begitu saja bahkan mengecewakan calon keluarga barunya. Mungkin, Khalil sangat patah hati mendapatkan perlakuan dari putrinya. Begitu juga dengan Naluri yang merupakan anak angkatnya, mungkin dia menderita karena harus menggantikan posisi Maura. Seharusnya Naluri itu masih menempuh pendidikan di pondoknya bukan untuk mengurusi suami yang sama sekali tidak mencintainya. Dia seolah tidak berdaya saat ini apalagi Maura belum saja kembali di tengah-tengah mereka.

"Umi." Rika menggoyangkan lengan ibunya pelan, mencoba menyadarkan Umi Farida dari lamunannya.

"Oma kenapa diam terus?" tanya Rehan, membuat wanita paruh baya itu tersadar jika sedari tadi anak dan cucunya terus memanggil.

"Eh? Ada apa, Sayang?" tanya Umi Farida, dia mengelus puncak kepala cucunya lembut.

"Kita jadi kan pergi tengokin Luri, Mi?" tanya putri sulungnya, dia menelan sepotong roti panggang yang sudah masuk ke dalam mulutnya.

Umi Farida mengangguk, tampaknya dia menyetujui keinginan yang diajukan putrinya.

"Umi udah siapin salad kesukaan, Luri."

"Asik Rehan ketemu sama Tante Luri." Rehan bersorak senang, Evan mencubit gemas hidung putra tunggalnya.

"Tante Luri sekarang udah punya Om Khalil. Makanya Rehan jangan terlalu asik main sama tante Luri ya." Evan memperingati putranya sambil terkekeh-kekeh. Umi Farida dan Rika juga ikut tertawa dengan candaan pria berkumis tipis itu. Di sela tawanya, wanita paruh baya itu menyempatkan menepis air matanya yang hendak berjatuhan.

Umi Farida membatin, "Maura ... kamu di mana, Nak?"

***
Jangan lupa follow,vote, komen

Ig : itsclovy

PENGGANTI PERAN PENGANTIN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang