14 - Mencoba

125 8 0
                                    

***
Khalil memijat pelipisnya yang terasa pening, kegiatannya hari ini memang tidak begitu melelahkan. Akan tetapi, pemikirannya terus tertuju pada Maura membuat jiwanya rapuh.

Setiap hari dia memutari jalanan untuk mencari sang kekasih yang menghilang begitu saja bagai ditelan bumi. Sosoknya bagai bayangan semu yang dicarinya, tapi tidak pernah ditemukan jejaknya.

Entah ke mana langkah Maura terhenti hingga membuat wanita itu tidak kembali ke dalam dekapannya lagi. Apa mungkin dia melupakan segala hal termasuk hari pernikahannya sehingga dia pergi begitu saja meninggalkannya.

"Aku enggak tahu harus ke mana lagi cari kamu, Maura." Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Meresapi segala hal yang terjadi dalam hidupnya.

Tidak lama suara ketukan pintu terdengar pelan, membuatnya terkesiap mengembalikan posisinya seperti biasa. Tubuhnya tegak lurus seolah menandakan dirinya berwibawa.

"Masuk."

"Maaf, Pak. Permisi." Seorang wanita yang mengenakan rok sebatas lutut menyunggingkan bibirnya, menyapa bosnya dengan ramah.

"Ada apa, Resa?" tanya Khalil.

"Bu Naluri ingin menemui Bapak." Begitu yang diucapkan Resa.

Semua karyawan di kantornya memang sudah mengetahui jika Khalil sudah menikah karena mereka datang ke acara pernikahannya menyaksikan rangkaian pelaksanaannya.

"Biarkan dia masuk." Khalil menghela napasnya pelan, awalnya dia ingin menolak kedatangan istrinya. Akan tetapi, mana mungkin dirinya membiarkan Naluri begitu saja. Apa yang akan dikatakan para pekerjanya jika melihat kelakuan bosnya yang tidak baik?

"Baik, Pak." Wanita itu kembali keluar.

Beberapa saat kemudian, seorang wanita bertubuh mungil memasuki ruangannya. Pandangan Khalil dilemparkan ke sembarang arah, dia seolah malas jika harus memandangi istrinya sendiri.

"Ada apa kamu ke sini, Luri?" tanya Khalil tanpa mengalihkan pandangannya.

"Aku ke sini hanya ingin mencari Kak Maura bersama-sama dan juga mengajak ke rumah Umi." Naluri sudah memantapkan hatinya untuk mencoba berdamai dengan suaminya meski perlakuan Khalil tetap saja dingin seperti kulkas. Akan tetapi, dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk belajar mencintai lelaki itu dengan tulus.

"Saya bisa cari Maura sendiri." Begitu yang diutarakannya.

"Kita cari sama-sama saja ya, Kak."

"Saya bilang enggak ya enggak!" sergah Khalil.

"Tapi, aku yakin kalau kita cari bersama-sama Kak Maura akan segera ditemukan." Sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman.

"Apa harus mencari kekasihku denganmu, Luri?" tanya Khalil, kali ini kedua netranya menatap tajam ke arahnya.

Naluri menghela napasnya pelan mencoba bersabar meski perkataan Khalil sungguh menyakitkan. Dia memang bukan istri yang dinikahi karena cinta, tapi penyebabnya terpaksa tidak ingin adanya konflik yang terjadi di antara kedua belah pihak.

"Umi terus saja menangis ingin Kak Maura segera kembali. Aku tidak bisa membiarkannya. Aku juga adiknya, Kak." Naluri mencoba meluruskan semua permasalahan tersebut.

"Tentu saja Umi terus menangis karena dia tidak tega kalau saja menjelaskan pada Maura jika kekasihnya sudah menikahi putri angkatnya. Kamu sudah mengambil semua yang dimiliki Maura, Luri!" Khalil membentaknya, kedua matanya menatap Naluri dengan tajam.

"Aku tidak pernah mengambil apa yang menjadi hak milik orang lain, Kak." Naluri mencoba untuk bersabar menghadapi pria di depannya.

Dia berulang kali melafalkan istighfar agar emosinya tetap terkontrol. Naluri mencoba mengembuskan napasnya mengembalikan ketenangannya seperti semula.

Khalil hendak beranjak dari duduknya, ingin menjauh dari istrinya sendiri. Akan tetapi, Naluri cepat mencekal pergelangan tangannya seolah menahannya untuk tetap bersamanya.

"Ke mana pun kamu pergi, aku akan tetap di samping kamu, Kak."

Lelaki itu menepis tangannya dengan kasar, seolah tidak ingin di genggamnya. Beberapa saat kedua mata mereka saling beradu, tapi cepat Khalil melepaskan kontak matanya lebih dulu.

"Apapun keinginanmu lakukan saja, Luri. Saya tidak peduli." Khalil menatapnya dengan tajam.

Kali ini Naluri hanya menyunggingkan bibirnya, menampakkan dirinya seolah baik-baik saja. Padahal hatinya hancur seketika mendapati perlakuan dari suaminya sendiri yang menyakiti hatinya.

Kedua matanya mulai memanas, karena pertahanannya nyaris runtuh begitu saja. Akan tetapi, Naluri mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri berusaha tegar juga sabar.

Khalil membuka knop pintu, lalu dia keluar dari ruangannya begitu saja. Tanpa mengatakan sepatah kata pun pada Naluri yang kini mematung di tempat.

Akan tetapi, Khalil kembali mundur beberapa langkah mendekati istrinya lagi. Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu, sehingga membuatnya berdiri di samping sang istri.

"Perlu saya tegaskan lagi, saya tidak akan bisa mencintaimu. Jangan pernah berpikir jika hati saya akan terbuka, dan tolong singkirkan mimpi tinggimu itu, Luri!" sergahnya.

Naluri menunduk, bulir bening air matanya berjatuhan mengenai permukaannya. Dia menghela napasnya pelan mencoba untuk menahan rasa sakit yang dirasakannya.

"Aku akan tetap mencoba mencintaimu, Kak. Meski kamu tidak sama sekali mencintaiku."

PENGGANTI PERAN PENGANTIN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang