Umi Farida memandangi sebuah bingkai foto keluarga, jemarinya mengelus lembut pada bagian kaca yang menunjukkan gambar putrinya juga almarhum suaminya.
"Abi ... Umi rindu." Wanita paruh baya yang mengenakan hijab panjang itu memeluk bingkai foto tersebut penuh cinta.
Di sana juga ada Maura yang tengah tersenyum mengarah pada kamera, dia menggenggam tangan adik angkatnya yang berada di sampingnya. Rika saat itu belum menikah sehingga tampak Evan di sampingnya.
Rehan, merupakan putra tunggal Rika juga suaminya memandangi neneknya yang tengah menangisi Maura. Dia masih mematung di balik pintu belum memberanikan dirinya menghampiri Farida.
Tangisan Umi Farida terisak tiada henti, air matanya cukup terkuras dengan banyaknya rasa sakit yang dirasa. Hingga pada akhirnya Rehan menghampiri mengusap lembut wajah neneknya.
"Oma kenapa nangis?" tanyanya. Suaranya cempreng dan terdengar nyaring membuat siapa saja yang mendengarnya tertawa geli. Rehan anak berusia lima tahun yang sangat menggemaskan, selalu memecahkan keheningan di antara keluarganya.
"Eh, Sayang. Cucunya Oma." Umi Farida menjawil dagunya pelan.
"Oma kangen sama tante Luri ya?" tanyanya.
Dia mengangguk pelan membenarkan perkataan yang diucapkan Rehan. "Oma juga kangen sama tante Maura, Sayang."
Anak laki-laki itu mengangguk seolah memahami apa yang diucapkan Umi Farida. Lalu, dia mendekap neneknya dengan erat seolah meringankan beban berat yang dimiliki Farida.
Farida memang beruntung mempunyai cucu seperti Rehan, yang selalu saja bisa menghiburnya di kala sedih juga meleburkan lara kala kondisi dalam keluarga tidak sejalan dengan harapan. Anak itu selalu bisa membuat siapa saja mengembangkan senyumannya.
"Nanti Rehan coba bilang sama tante Maura biar cepat pulang, dan mau telpon tante Luri juga biar main ke sini jenguk Oma." Bibir tipisnya kali ini mengembang seolah memberi semangat pada Umi Farida yang sebelumnya merasa jika dirinya tidak lagi mempunyai pegangan.
Kehilangan Maura membuatnya limpung kebingungan harus mencarinya ke mana, dia juga memutuskan jalinan kasih antara putri kandungnya dengan sang kekasih, dan malah menyatukannya dengan Naluri yang tidak lain adalah putri angkatnya.
Kedua matanya kembali memanas begitu Rehan mengatakannya. Anak itu seolah mengerti dengan situasi Farida yang begitu sangat merindukan kedua putrinya. Biasanya setiap kali Maura pergi bekerja, dia akan ditemani Naluri. Namun, sekarang suasana rumahnya menjadi sunyi.
"Oma kok nangis lagi?" tanya Rehan, dia kembali mengusap air mata Farida dengan lembut.
"Iya. Oma janji enggak akan nangis lagi." Farida berusaha untuk tegar menghadapi hidupnya yang bisa dibilang sangat pahit. Dia juga mencoba tersenyum, meski rasanya sulit.
Setelah tangisan Farida reda, Rehan pergi begitu saja tanpa berpamitan. Entah ke mana anak itu pergi, wanita paruh baya yang kembali meletakkan bingkai foto keluarga di atas nakas menggeleng pelan melihat tingkah cucunya yang sangat menggemaskan.
Kepergian Rehan ternyata ke arah kamar orang tuanya. Ibunya sedang berada di dapur menyiapkan makanan untuk sarapan. Ayahnya juga tengah bersiap di dalam kamar mandi karena sebentar lagi akan segera berangkat bekerja.
Hari ini Rehan libur sekolah karena ada suatu hal yang harus segera dibereskan oleh guru TK-nya melalui rapat. Hal itulah yang menjadi penyebab kenapa dirinya berada di rumah.
Ponsel ibunya tergeletak di atas nakas, dia meraihnya hingga kini beralih dalam genggamannya. Jemarinya berselancar di atas layar canggih yang menampilkan foto sebuah keluarga antara orangtuanya dengan dirinya sendiri.
Anak laki-laki itu mencari sesuatu di tanda pencarian kontak. Dia mencari nama kedua tantenya yang sampai saat ini tidak terlihat lagi.
Nama Maura tertera di atas layar, membuatnya meyakini jika itu memang benar nomer ponsel tantenya yang pertama.
Dia mulai menghubungkan sambungan telepon tersebut dengan menekan nomernya dan memencet tanda hijau. Akan tetapi, tiada jawaban terdengar dari telepon tersebut.
"Ke mana tante Maura ya? Kok akhir-akhir ini aku tidak pernah melihatnya lagi?" Rehan pada akhirnya menyerah tidak menghubungi Maura lagi karena percuma saja tantenya tidak menerima panggilannya.
Tinggal hanya satu orang yang belum dia coba untuk dihubungi. Siapa lagi jika bukan Naluri yang kini tinggal dengan suaminya. Rehan sangat merindukan tantenya karena dia memang lebih dekat dengan wanita berusia delapan belas tahun. Alasannya karena lebih mengasyikan daripada dengan Maura yang seringkali melarangnya melakukan segala hal. Akan tetapi, dia tetap menyayangi keduanya bagaimana pun sikap keduanya. Perlakuan mereka pada Rehan karena bentuk kasih sayang juga menggemaskan karena tidak ada lagi anak kecil di antara keluarganya. Kalau pun ada, Rehan tetap selalu di hati karena yang lebih dulu memberikan segala warga dalam hidup mereka.
Panggilan pada tante Naluri ternyata terhubung, membuat Rehan menyunggingkan bibirnya senang. Pada akhirnya ada juga orang yang menerima telponnya.
"Halo, Mbak?" Pertanyaan Naluri langsung menanyakan pada poin inti, karena sendirimya saja bingung harus berkata apa.
"Tante ini aku Rehan."
"Rehan?" tanya Naluri di seberang sana.
"Ini benarkan tante Naluri?" tanya Rehan memastikan.
"Iya, Sayang. Ada apa?" tanya Naluri mengajukan pertanyaan.
"Tadi Oma nangis." Anak itu memberitahu lawan bicaranya, agar Naluri tahu bagaimana kondisinya ibunya kala tidak ada siapapun di rumahnya.
"Kenapa Oma nangis?" tanya Naluri terkejut dengan apa yang disampaikan keponakannya.
"Katanya Oma kangen tante sama Tante Maura."
Lama sekali Naluri terdiam begitu kedua telinganya kembali menangkap nama yang tidak familiar.
"Sama tante Luri juga kangen. Tante main ke sini dong." Rehan ingin sekali kembali bermain dengan Naluri lagi seperti dulu, maka dari itu dia mengajak tantenya untuk segera kembali. "Tante ke sini ya sama Om baru."
"Iya, nanti tante main ke sana ya. Tante juga kangen banget sama kamu, Sayang. Sama Oma juga tante kangen." Begitu yang disampaikan Naluri pada Rehan melalui telepon.
"Tante ...," panggilnya pelan.
"Ada apa, Sayang?" tanya Naluri pelan.
"Bisakah tante sampaikan sama tante Maura?" Rehan berkata pelan, tapi terdengar lugas seolah tidak ada keraguan dalam perkataannya.
"Apa, Sayang?" tanya Naluri.
"Sampaikan sama tante Maura, dia cepat pulang ya. Oma sangat merindukannya, dia saja sampai menangisi tante Maura saat melihat foto dalam bingkainya. Rehan kasihan sama Oma."
Entah kenapa perkataan Rehan menyentuh kalbu Naluri, dia cukup terharu dengan keinginan keponakannya yang sangat menginginkan Maura kembali lagi. Dia juga ingin kakak angkatnya kembali di tengah-tengah keluarga mereka. Jika Maura benar-benar kembali lagi, itu artinya Naluri akan menjadi seorang janda karena Khalil sudah menekankan padanya untuk mengakhiri pernikahan mereka kala kekasihnya kembali.
"Tante akan sampaikan ya, Sayang." Naluri hanya bisa membohongi anak laki-laki itu, dia ingin sekali mengatakannya pada Maura saat itu juga. Akan tetapi, bagaimana caranya dia mengatakannya bahkan keberadaannya pun tidak diketahuinya dengan pasti.
Naluri membatin, "kak Maura di mana? Kenapa menghilang begitu saja?"
***
Ada yang mau ikut gabung di grup WA khusus pembaca karya tulisan Clovy?
https://chat.whatsapp.com/GVid3I1QEBz1kNRAuX9cKy
Yuk gabung 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGGANTI PERAN PENGANTIN ✔️
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA DAN SPAM VOTE JUGA KOMEN BIAR AKU TAMBAH SEMANGAT NGETIKNYA] Menikah dengan seorang pria yang tidak dicintainya karena menjadi pengganti pengantin kakak angkatnya. Walaupun tidak mencintainya, tapi Naluri mencoba untuk jatuh ci...