[HaHa1]

177 45 29
                                    

Kelemahanku Fisika!

Tidak terasa sudah satu tahun mereka menempati rumah sederhana itu. Keluarga yang penuh dengan kebahagiaan. Memiliki dua jagoan di dalamnya. Yang perempuan masih kelas Sepuluh. Sedangkan kakak laki-lakinya kuliah semester tiga.

Hanin Syahira Nisa. Manusia dengan sifat baik dan buruknya. Tidak mau terlalu banyak menjelaskan seperti apa dirinya. Karena mengenal seseorang dari apa kata orang itu sering tidak sesuai fakta. Jadi lebih baik kita ikuti saja alurnya.

"Kalau nanti aku nggak ada, kamu harus jaga diri baik-baik. Aku sayang banget sama kamu." Tangan cantik itu mengelus kepala Elang.

"Makan yang banyak biar nggak sakit. Badannya harus sehat dan kuat."

Yang diajak bicara hanya diam sibuk makan. Hanin menghela napas pelan sembari mengusap lengan tangannya sendiri. Cuaca malam ini memang cukup dingin. Banyak bintang yang bersinar terang dilangit. Gadis itu tersenyum tak kalah indah.

Kalau ada yang mengira Elang itu orang. Kalian salah besar karena Elang adalah ayam jago yang Hanin pelihara dua bulan yang lalu.

"Lang, aku masuk dulu ya. Kamu tetap dalam kandang jangan kabur," ucap Hanin memasukkan Ayam jago itu dalam kandangnya.

Tidak tahu mengapa Hanin sekarang mempunyai hobi baru yaitu memelihara Ayam Jago, dua puluh ikan cupang dengan warna yang begitu cantik-cantik. Dan sekarang ia ingin memelihara domba.

Setelah malam yang panjang akhirnya pagi pun tiba. Hanin yang masih dikamar mandi harus buru-buru karena pintu sudah beberapa kali digedor oleh Dimas-Abangnya.

"Dek, cepetan Abang kebelet," teriak Dimas.

"Sebentar lagi selesai kok," sahut Hanin dari dalam.

"Cepetan oi."

Hanin membuka pintu dengan baju seragam yang sudah melekat cantik di tubuhnya. Rambut basah masih terlilit handuk. Ia berdecak kesal saat Dimas menarik tangannya untuk menjauh dari pintu agar dia bisa cepat masuk kamar mandi.

"Biasa aja dong," kesal Hanin.

"Kebelet," ujar Dimas tak lupa meninggalkan cubitan kecil di lengan Hanin.

Hanin mendengkus kesal. Lengannya selalu saja dicubit oleh Dimas. Mungkin saking geramnya dengan Hanin sampai-sampai setiap ketemu harus dicubit. Untung tidak terlalu sakit.

"Nin, ikan kamu kenapa cuma sembilan belas?" tanya Sisil.

Hanin yang duduk di kursi bersiap untuk makan mengeryitkan dahinya. Perasaan ikannya ada dua puluh. Kenapa hilang satu?.

"Beneran Ma?"

"Iya, tadi Mama liat cuma sembilan belas," ungkapnya.

Memang benar ikan cupangnya hilang satu. Tetapi kenapa bisa? Mereka tidak memelihara kucing. Apakah ada yang mengambilnya? Ada satu aquarium yang kosong.

"Bang liat ikan Hanin nggak?"

"Oh, udah Abang buang," jawab Dimas enteng.

Mata Hanin melotot tajam," Kenapa Abang buang?" teriaknya ingin memukul Dimas.

"Ikannya udah mati."

"Pasti bohong 'kan?"

"Abang kamu nggak bohong, orang tadi Papa yang nyuruh buang," timpal Galih.

"Oke, awas aja kalo ada yang berani buang ikan-ikan Hanin."

Galih dan Sisil menggeleng melihat kelakuan putri mereka. Untung dirumah mereka muat menampung ikan-ikan Hanin.

Hanan & Hanin {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang