Selesai
Setelah dua minggu mengikuti ujian tulisan maupun lisan begitupun dengan praktek. Kelas XII merasa lega, meskipun anak IPS tidak terlalu banyak praktek seperti IPA. Tetapi hapalan mereka tentang sejarah begitu luar biasa banyaknya. Sudahlah, yang peting sekarang mereka sudah menunggu hasil dan acara perpisahan.
Kelas X dan XII sudah mempersiapkan diri untuk mengikuti PAS minggu depan. Tetapi, ternyata kata kepala sekolah ulangan mereka di undur dua minggu lagi. Jadi pertengahan bulan mereka baru PAS karena ada sedikit kendala. Mereka hanya belajar mengulang materi.
Waktu terus berjalan, tepat dimana mereka harus mengikuti PAS dengan keringat dingin. Pengawasan yang begitu ketat hingga tidak bisa kita menoleh untuk bertanya kepada teman apa jawabannya.
Naila yang tidak mau peringkatnya turun dengan semangat ia mengerjakan ujian. Jangan sampai ada orang yang menggeser posisinya. Apalagi dia khawatir dengan kecerdasan Hanin.
"Nai, bisa pinjam buku catatan nggak?" kata Hanin dengan ragu.
"Memangnya catatan kamu kenapa?" tanya Naila jutek.
"Ada, tapi nggak lengkap. Kali aja catatan kamu lengkap," ujar Hanin.
"Gue lagi belajar, lo nggak lihat. Pinjam sama yang lain, ganggu gue aja," jawab Naila ketus.
Hanin menggertak gigi rasanya dia ingin memukul Naila. Namun ia urungkan karena bel sudah berbunyi dan semua siswa memasuki ruang ujian.
"Semoga aja peringkatnya aku geser. Biar tahu rasa, sombong banget jadi orang," ucap Hanin dalam hatinya.
Hanin berbeda ruangan dengan Vena dan Renja. Naila di samping Hanan, dan Ia berada di belakang Hanan. Jangan lupa kalau Nama Naila itu Habibah Naila Fadilah. Tentu saja ia ada di ruang satu bersama dengan Hanan dan Hanin.
Sedari tadi Naila cari perhatian kepada Hanan, tanya ini dan itu. Hanin menatap Naila tajam, ia memberi isyarat untuk tidak terlalu dekat dengan Hanan. Ia juga menendang pelan kaki kursi yang di duduki Hanan hingga membuat lelaki itu tersentak kaget dan menoleh kearah Hanin.
"Kenapa?" tanya Hanan ketus.
"Masih aku pantau belum aku lempar!" jawab Hanin judes.
"Nggak usah cemburu kali, aku sama Naila nggak ada apa," ucap Hanan mempertegas kalau cuma ada Hanin di hatinya.
"Awas aja sampai macem-macem, aku bakal tinggalin kamu!" ancam Hanin.
"Emang siap ninggalin aku," goda Hanan.
"Tau ah, bodo amat!"
Hari pertama cukup menegangkan dengan mata pelajaran Kimia dan Matematika. Hanan dengan tenang mengerjakannya.
***
Sebentar lagi akan libur panjang setelah pembagian raport kenaikan kelas. Tidak berharap banyak dengan hasil nilai tahun ini. Apalagi Hanin adalah siswa pindahan. Meskipun di sekolah lama ia selalu juara pertama. Untuk saat ini biarkan saja sebagaimana baiknya Tuhan memberikan.
"Gue yakin lo masih peringkat dua," ucap teman Naila.
"Iya dong, siapa dulu. Naila gitu loh. Nggak ada yang bisa nandingin kecerdasan seorang Naila," balas Naila dengan angkuh.
"Jangan sombong dulu Nai. Gimana kalau Hanin yang juara dua dan kamu juara lima," timpal Renja.
"Kita lihat aja nanti!" tantang Naila.
"Okelah," jawab Renja bersedekap dada.
Para siswa dan siswi kelas sepuluh dan sebelas dikumpulkan di lapangan untuk pengumuman juara kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanan & Hanin {End}
Teen FictionIkan cupang berbagai macam jenis selalu menjadi prioritas utama Hanin. Siswi SMA Himalaya yang selalu diremehkan guru karena mendapat peringkat terbawah. Jarak tempuh ke sekolah pun sangat jauh. Kalau bukan karena Papanya ia tidak mau masuk ke SMA t...