[HaHa10]

76 30 36
                                    

What the hell

Masih di area dapur Raya ikut membantu Yeyen menyiapkan makanan. Sedangkan Lidya menyapu ruang tamu. Hanin tidak sengaja menumpahkan seisi keranjang sampah yang ingin ia buang dari kamarnya.

"Hei, hati-hati dong. Nggak liat apa saya lagi nyapu?"

Hanin melotot tajam mendengar ucapan Lidya. Sebenarnya siapa yang gaji? Dia pikir ini rumahnya? Seenaknya marah-marah. Dia lupa kalau Hanin anak Galih.

"Lah, Hanin 'kan nggak sengaja Mbak," protes Hanin.

"Kamu pasti sengaja 'kan. Dasar!"

"Heh Mbak, Hanin sudah bilang kalau nggak sengaja. Sebenarnya siapa sih yang bawa Mbak kerja disini. Baru kemarin aja masuk udah lancang banget." Suara Hanin naik satu oktaf.

"Dimas yang ngajak saya kerja disini!"

"Kamu nggak senang?" lanjut Lidya menantang Hanin.

"Iya Hanin nggak senang kenapa? Masalah buat Mbak? Orang ini rumah Hanin, Terus Mbak siapa? Datang-datang jadi pembantu dan buat onar!"

"Dimas suka sama saya gimana dong!"

"Hanin nggak perduli Bang Dimas suka sama Mbak atau nggak. Yang jelas Hanin mau Mbak pergi dari sini!"

Galih dan Sisil mendengar suara Hanin langsung keluar dari kamar untuk mengecek keadaan. Begitupun Dimas menuruni anak tangga ingin tahu apa yang terjadi.

"Ada apa sih?" tanya Galih.

"Ini loh Pa. Hanin nggak sengaja numpahin sampah soalnya kakiku kesandung. Terus Mbak Lidya ini marah-marah sama Hanin."

"Saya sudah minta maaf sama Hanin Pak. Tapi nggak di maafin," ujar Lidya menunduk terlihat mengalirkan air mata.

Hanin berdecih!

"Kapan Mbak minta maaf, Hah?"

"Jaga bicara kamu Hanin," bentak Dimas, tidak seperti biasanya.

Hanin kaget, kenapa Dimas membentak dia. Apakah dia punya masalah. Untuk apa dia membela Lidya? Atau benar kata Lidya kalau Dimas menyukai perempuan itu.

"Dimas," tegur Galih.

"Bang Dimas berani bentak Hanin cuma gara-gara perempuan ini," desis Hanin seraya menunjuk Lidya dengan telunjuk kanan.

Lidya masih sesenggukan dan menggenggam erat ujung bajunya. Dimas menggenggam jari telunjuk Hanin lalu menepisnya kasar. Hanin tersentak membuat jarinya terkilir.

"Dimas!" pekik Sisil.

Dimas bergeming.

"Mama sama Papa sudah berusaha buat nggak kasar sama Hanin dan juga Kamu. Tapi apa yang kamu lakuin. Demi membela Lidya kamu rela nyakitin adik kamu." Perasaan Sisil campuk aduk siapa yang harus ia bela sekarang.

"Hanin berhak Ma di gituin. Biar ga seenaknya sama orang lain. Bukan berarti kita kaya raya terus bisa menghina Lidya."

"Papa nggak suka ya ada keributan dirumah ini. Kamu juga Lidya baru masuk kerja sudah bikin masalah!" Galih geram ada apa dengan Dimas. Kan bisa di bicarakan baik-baik.

"Tolong berhenti! Sudah cukup," jerit Hanin.

Semua diam, jeritan Hanin mengejutkan Raya dan Yeyen yang berada di dapur. Hanin mendorong bahu Lidya kasar lalu membisikkan," Silahkan ambil perhatian keluarga Hanin. Kalau bisa sekaligus sama harta, tapi ingat kamu bukan siapa-siapa!"

"Nih ambil! Bela sampai puas." Hanin mendorong Lidya hingga menubruk badan Dimas.

"Kamu nggak Papa?" Pertanyaan Dimas bikin Hanin tambah muak dengan Lidya. Apalagi Lidya pura-pura kesakitan.

Hanan & Hanin {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang