BAB 4

172 43 95
                                    

Haifa duduk di sofa ruang tamu dengan sebuah Al-Qur'an kecil yang tadi ia bawa dari kamar. Sore ini, Haifa memutuskan untuk murojaah hafalannya sambil menunggu kepulangan Afzal. Namun, beberapa saat kemudian, terdengar suara notifikasi dari ponsel yang berada di atas meja dan menampakkan sebuah pesan masuk dari Afzal.

Mas Afzal

Saya sebentar lagi pulang

Mau nitip sesuatu?

Boleh?

Di depan sekolah masih ada penjual lumpia basah enggak?

Kayaknya masih ada. Mau?

Mauuuu

Sekalian beli makanan buat Mas. Haifa enggak masak, belum berani ke warungnya

Terus tadi siang makan apa?

Mii

Hmm

Kamu mau lumpia basah aja? Terus nanti makannya gimana?

Nanti lumpia basahnya pake nasi

Minumannya mau?

Gak usah, Mas. Air mineral di rumah juga banyak

Ya udah. Di tunggu, ya.

Iyaa, makasih, Mas.


Setelah tak ada balasan lagi, Haifa kembali menyimpan ponselnya di atas meja dengan senyum tipis. Hari ini, Haifa memang tidak memasak karena belum ada bahan-bahan. Seharusnya, tadi pagi Haifa ke warung untuk berbelanja, tetapi ia masih belum berani keluar rumah sendiri. Ia pun belum tahu di mana letak warung di sekitar perumahan ini.

Haifa memang orang yang cukup pemalu. Ia tak bisa dengan mudah berbaur dengan orang-orang baru, termasuk dengan para tetangganya sekarang, bahkan seharian ini Haifa sama sekali tak keluar rumah. Terakhir ia keluar hanya waktu mengantar Afzal berangkat kerja tadi pagi. Bukan tak mau bersilaturahmi, hanya saja Haifa belum berani.

🌹🌹🌹

"Pak, saya beli satu porsi yang spesial, ya," ujar Afzal setelah ia sampai di tempat penjual lumpia basah yang berada di depan gerbang sekolah.

"Baik. Ditunggu sebentar," sahut penjual tersebut.

Afzal pun hanya balas mengangguk, lalu duduk di kursi kayu yang memang disediakan untuk para pembeli. Kali ini, tidak ada pelanggan lain selain Afzal. Mungkin karena memang hari sudah sore dan para siswa pun sudah sejak satu jam yang lalu bubar. Wajar saja jika para penjual di sini telah sepi pembeli.

"Pak, satu porsi itu telurnya dikasih berapa?" tanya Afzal sambil beranjak dan memperhatikan bapak penjual yang kini sedang mempersiapkan pesanan Afzal.

"Satu," jawabnya.

"Saya mau minta dikasih dua telurnya. Terus sosis, bakso, sama ayamnya juga tambahin, ya, Pak. Nanti harganya lebihin aja," pinta Afzal pada bapak penjual lumpia basah tersebut.

Bapak tersebut tersenyum sambil mengangguk. "Ini mah jadinya spesial banget, A. Ini buat Aa sendiri?"

"Buat istri saya," jawab Afzal dengan sedikit senyum.

"Aduh pengertian banget. Pasti nanti istrinya seneng dibeliin yang spesial kayak gini."

Afzal hanya balas tersenyum canggung. Ia jadi malu sendiri karena ucapan si Bapak tadi. Afzal sangat tahu kalau Haifa begitu menyukai jajanan yang satu ini. Jadi, Afzal hanya berinisiatif untuk membelikan dengan porsi yang lebih banyak.

Pilihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang