BAB 18

87 21 4
                                    

Haifa benar-benar terkejut saat membuka pintu kamar dan mendapati Afzal tengah tertidur sambil bersandar ke dinding di samping pintu. Haifa tadinya ingin mengambil wudu untuk melaksanakan sholat tahajud, tetapi tanpa diduga Haifa malah melihat hal mengejutkan seperti ini. Perempuan itu benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan Afzal.

"Mas." Haifa kini berjongkok di depan Afzal untuk membangunkan pria itu. Namun, saat tangannya menyentuh pipi Afzal, ia malah merasakan hawa panas yang cukup tinggi. "Astagfirullah, Mas. Kamu demam?" pekik Haifa.

Saat ini, Afzal tampak membuka mata perlahan. Pria itu mengerjap beberapa kali untuk memperjelas penglihatannya. Saat Afzal yakin yang ia lihat sekarang adalah Haifa, Afzal tanpa aba-aba langsung memeluk Haifa sampai membuat perempuan itu hampir terjengkang karena tidak siap dengan gerakan Afzal yang tiba-tiba itu.

"Haifa, maafin saya," ucap Afzal lirih sambil mengeratkan pelukannya.

Perempuan itu balas memeluk Afzal, lalu mengusap lembut punggung pria itu. Saat ini, Haifa bisa merasakan hawa panas pada tubuh Afzal. "Mas kenapa tidur di sini? Mas jadi demam, kan."

"Saya nungguin kamu. Saya enggak mau sendirian."

Mendengar penuturan Afzal barusan, Haifa kembali merasa bersalah karena semalaman ini mengabaikan Afzal hingga membuat pria itu seperti ini. Haifa benar-benar tak menyangka jika Afzal sampai rela tidur di luar kamar hanya untuk menunggu dirinya.

"Maafin Haifa, Mas," ucap Haifa, "sekarang kita ke kamar aja, ya. Di sini dingin."

Afzal menggeleng pelan, lalu merenggangkan pelukannya. Ia mendongak, lantas menatap Haifa lekat. "Sekarang jam berapa?"

"Jam dua pagi, Mas."

"Kamu mau sholat tahajud?" tanya Afzal yang langsung dibalas anggukan oleh Haifa. "Saya juga mau."

"Mas serius? Mas, kan, lagi demam."

"Sakit bukan alasan untuk enggak sholat, Haifa. Saya tetep mau ikut sholat tahajud."

Haifa pun mengembuskan napas pelan dan memilih mengalah. Afzal memang tak pernah mau meninggalkan sholat tahajud meskipun hanya satu malam saja. Dalam keadaan apa pun, Afzal selalu berusaha tetap melakukan sholat sunnah yang satu itu.

"Ya udah, iya." Haifa tersenyum sambil mengacak gemas rambut Afzal. "Ayo wudu sama Haifa."

Afzal balas mengangguk, lalu dengan susah payah berusaha bangkit dari duduknya. "Kamu masih mau dengerin penjelasan saya, kan?"

"Udah, Mas, enggak usah mikirin itu dulu."

"Tapi, Fa—"

"Udah, Mas. Ayo wudu atau mau Haifa tinggal?"

"Iya-iya."

Dengan langkah lemas, Afzal pun akhirnya berjalan menuruni tangga dengan Haifa yang menggandeng tangannya. Sesekali ia melirik ke arah perempuan itu sambil tersenyum getir. Kamu enggak bakal ninggalin saya, kan, Haifa?

🌹🌹🌹

Afzal kini sudah berbaring di atas ranjang dengan mata terpejam. Entah Afzal benar-benar tidur atau tidak. Pria itu sejak tadi tak lepas menggenggam tangan Haifa sampai membuat Haifa tak bisa ke mana-mana. Haifa bergerak sedikit saja, Afzal langsung terbangun dan menarik tangannya untuk tetap mendekat. Afzal seolah tak mau Haifa pergi barang sedetik pun.

Seperti sekarang, Afzal langsung membuka mata perlahan saat merasakan gerakan Haifa yang berusaha melepaskan genggamannya. Afzal menoleh ke samping dan menatap Haifa yang kini malah nyengir sambil garuk-garuk kepala.

"Mau ke mana?" tanya Afzal dengan wajah datar.

Haifa balas tersenyum malu karena ketahuan ingin kabur. "Haifa mau ke dapur sebentar, mau ngambil kompresan buat Mas supaya demamnya cepet turun. Boleh, ya?"

Pilihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang