BAB 25

74 16 5
                                    

Pukul tujuh pagi, seharusnya Afzal sudah berada di sekolah untuk bersiap berangkat ke Jakarta. Namun, nyatanya sekarang Afzal justru masih berada di teras rumah dengan Haifa yang sejak tadi tak berhenti memeluknya. Perempuan itu seolah tak memberi celah untuk Afzal lepas, bahkan pria itu sampai susah bergerak karena perlakuan Haifa kali ini.

Umi Yamila dan Abi Arsyad yang memang sejak kemarin sudah berada di sini hanya bisa tertawa pelan melihat Afzal yang kini nampak kewalahan dengan sikap Haifa. Memang sangat wajar Haifa seperti ini karena perempuan itu tak pernah ditinggal lama oleh Afzal, ditambah sekarang ia tengah hamil dan membutuhkan sosok suami untuk menemaninya.

"Haifa, saya udah telat, lho, ini. Kasian yang lain udah nunggu," ucap Afzal dengan lembut sambil berusaha melepaskan pelukan Haifa. Pria itu melirik sekilas ke arah sang umi sebagai kode agar ia membantunya untuk membujuk Haifa.

Umi Yamila yang mengerti maksud Afzal pun perlahan mendekati Haifa, lalu memegang pelan pundak perempuan itu. "Haifa, kamu sama umi dulu, ya. Afzalnya udah harus berangkat, lho," ucapnya.

Kali ini, mereka memang seperti tengah membujuk anak kecil yang tidak mau ditinggal ayahnya bekerja. Namun, nyatanya memang begitu. Meskipun umur Haifa sudah mau menginjak 22 tahun, tetapi sikapnya masih seperti anak-anak, apalagi ketika di depan Afzal. Walaupun begitu, apakah Afzal sedikit saja pernah keberatan dengan tingkah Haifa yang seperti itu? Tentu saja tidak.

"Maaf, Mas." Akhirnya, Haifa melepaskan Afzal dari pelukannya. Ia menatap pria itu dengan wajah cemberut. "Haifa beneran enggak bisa ikut?"

"Enggak bisa, Haifa," balas Afzal seraya tersenyum tipis. "Saya boleh berangkat sekarang?"

Dengan terpaksa, Haifa mengangguk singkat. Perempuan itu mencoba untuk menahan dirinya agar tidak terus kekanakan seperti ini. Ia harus memikirkan Afzal juga yang sudah benar-benar telat karena ulahnya.

"Hati-hati, ya, Mas."

Afzal mengangguk. "Baik-baik, ya, di rumah. Nanti saya kabari kalau udah sampai." Afzal mengecup singkat puncak kepala Haifa, lalu pria itu sedikit merendahkan tubuhnya mendekati perut Haifa. "Abi berangkat dulu, ya. Jagain Umi. Assalamu'alaikum," ucap Afzal tepat di depan perut besar perempuan itu.

Setelah berpamitan juga kepada Umi Yamila dan Abi Arsyad, Afzal langsung beranjak memasuki mobil. Pria itu melambaikan tangan sejenak sebelum akhirnya ia benar-benar membawa mobilnya keluar dari pekarangan rumah.

"Biar Abi yang tutup gerbang," ujar Abi Arsyad setelah mobil Afzal sudah benar-benar tidak terlihat.

"Kalau gitu kita masuk duluan, yuk," ajak Umi Yamila sambil merangkul menantu kesayangannya itu.

Haifa pun hanya balas mengangguk dengan senyum tipis, lalu mengikuti langkah Umi Yamila memasuki rumah.

🌹🌹🌹

Suasana rumah kali ini mendadak ramai, tidak seperti biasanya yang hanya dihuni oleh Haifa dan Afzal. Sekarang, bukan hanya ada Umi Yamila dan Abi Arsyad saja yang menemani Haifa, tetapi Bu Asifah, Pak Eshan, serta Aydan juga sudah ikut serta datang. Mereka memang memutuskan untuk berkunjung setelah tahu jika Umi Yamila dan Abi Arsyad akan menginap beberapa hari di rumah ini.

"Cie, yang masih sebel karena ditinggal Bang Afzal," goda Aydan saat melihat kakaknya itu sejak tadi diam dengan wajah masam.

Aydan dan Haifa saat ini memang tengah berada di ruang tamu. Namun, sejak tadi keduanya hanya saling diam karena Haifa yang seperti nampak malas untuk berbicara. Umi Yamila dan Bu Asifah sudah sibuk memasak di dapur, sementara Abi Arsyad dan Pak Eshan lebih memilih mengobrol di teras depan.

Pilihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang