BAB 10

110 28 20
                                    

"Mas, mau ikut!"

Haifa melongok dari balik pintu sambil merengek saat melihat Afzal yang sudah bersiap memasuki mobil. Di tempatnya, Afzal tertawa kecil melihat tingkah Haifa sekarang. Sudah lebih dari lima kali Haifa meminta untuk ikut, padahal kemarin-kemarin perempuan itu nampak begitu yakin jika ia akan baik-baik saja saat ditinggal Afzal.

Sebenarnya, Afzal bisa saja membawa Haifa ikut dan menginap di rumah orang tuanya. Namun, Afzal takut jika nanti terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Afzal tak mau jika nanti Haifa malah bertemu dengan perempuan itu.

"Mas, Haifa mau ikut." Haifa kembali mengucapkan kalimat yang sama. Perempuan itu masih menyembunyikan tubuhnya di balik pintu. Hanya kepala saja yang setia melongok ke luar.

Afzal pun akhirnya kembali menutup pintu mobil dan berjalan ke arah Haifa. "Kemarin bilangnya enggak papa saya tinggal. Sekarang, kok, malah pengen ikut?"

Tak ada jawaban. Haifa malah diam dengan ekspresi cemberut. Afzal jadi benar-benar tidak tega meninggalkan perempuan itu sekarang.

"Sini peluk dulu," ujar Afzal.

Haifa pun langsung beringsut memeluk Afzal, padahal sejak tadi Haifa benar-benar menahan diri untuk tidak bersikap seperti ini dan pura-pura biasa saja ketika Afzal ingin pergi. Namun, ternyata ia tidak bisa dan tetap mengekspresikan perasannya itu.

"Saya harus berangkat, Fa. Nanti telat," ucap Afzal sambil mengelus pelan kepala Haifa.

Perempuan itu pun melepaskan pelukannya, lalu mundur beberapa langkah. "Ya, udah. Hati-hati di jalan, Mas," jawab Haifa sambil menampakkan senyum terpaksa.

"Kalau urusan di sana udah selesai, saya langsung pulang, kok. Baik-baik, ya, di rumah," balas Afzal, "kalau kamu enggak berani sendiri, kamu ajak aja Maida atau Aydan mungkin buat nemenin kamu."

Haifa hanya balas mengangguk, lalu melambai saat Afzal mulai kembali berjalan menuju mobil. Wajah Haifa masih tampak tak bersahabat, apalagi setelah mobil yang ditumpangi Afzal benar-benar keluar dari pekarangan rumah dan mulai melaju membelah jalanan.

Dengan malas, Haifa berjalan untuk menutup pintu gerbang. Sebenarnya, Haifa adalah orang yang tak pernah mau ditinggal sendirian. Namun, sekarang ia memberanikan diri karena tak mau jika nanti malah merepotkan Afzal.

"Oke, santai, Fa. Satu hari doang, kok."

🌹🌹🌹

Haifa meringkuk di atas ranjang sambil memegang perut yang terasa nyeri. Sejak pukul lima sore, Haifa memang sudah merasa tidak enak pada perutnya, ditambah sekarang badan pun mulai terasa panas. Ia juga sudah beberapa kali pergi ke kamar mandi karena mual, tetapi tak memuntahkan apa pun. Sepertinya, penyakit mag Haifa tengah kambuh lagi saat ini.

Di rumah ternyata tidak ada persediaan obat sama sekali, apalagi obat untuk penyakit mag yang diderita Haifa. Mau beli ke apotek pun tidak memungkinkan karena sudah malam dan Haifa juga tak kuat untuk berjalan sendiri.

Haifa meraih ponsel di atas nakas dan ternyata banyak notifikasi dari Afzal yang belum sempat terbaca. Setelah magrib tadi, Haifa memang tak memegang ponsel karena sibuk mencari cara agar perutnya berhenti terasa sakit.

Mas Afzal

Haifa, Al-Mulk-nya jangan lupa

Jangan lupa juga wudu sebelum tidur

Kalau enggak bisa tidur, telfon saya aja

Baik-baik, ya, di rumah. Besok saya pulang

Mau dibeliin sesuatu enggak?

Pilihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang